Dua Bupati Segera Akhiri Masa Jabatan, Pemprov Sulut Siapkan Pejabat Sementara
Dua bupati di Sulawesi Utara akan mengakhiri masa jabatannya pada 22 Mei 2022 dan digantikan pejabat sementara hingga 2024. Pemerintah provinsi menyatakan telah menyiapkan kandidat yang kompeten.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Dua bupati di Sulawesi Utara akan mengakhiri masa jabatannya pada 22 Mei 2022. Mereka digantikan pejabat sementara hingga digelarnya pilkada serentak pada 2024. Pemerintah provinsi menyatakan telah menyiapkan kandidat yang kompeten dan berpengalaman untuk mengemban jabatan tersebut.
Dua bupati tersebut adalah Jabes Ezar Gaghana dari Kepulauan Sangihe yang tidak memiliki wakil sejak kematian Helmud Hontong pada 9 Juni 2021 lalu serta pasangan Yasti Soepredjo Mokoagow-Yanny Ronny Tuuk dari Bolaang Mongondow. Keduanya baru menjabat satu periode sejak 2017.
Dihubungi dari Manado, Selasa (12/4/2022), Jabes menyatakan masih fokus bekerja dan menjalankan beberapa kegiatan untuk merampungkan program-programnya. Usulan pemberhentiannya akan diumumkan paling lambat 19 April mendatang oleh DPRD kabupaten.
”Nanti setelah paripurna, kami akan menyurat kepada gubernur dan menteri dalam negeri terkait penyelesaian masa jabatan. Di luar itu tidak ada persiapan khusus, seperti biasa saja,” kata Jabes.
Jabes pun menyerahkan mekanisme pemilihan pejabat sementara kepada Pemprov Sulut sesuai pedoman yang ada. Ia mengaku tidak memiliki preferensi karena penunjukan pejabat sementara bupati adalah ranah birokratis, bukan politik. ”Tentu tidak ada permintaan khusus, tidak boleh primordial. Aturannya, kan, sudah jelas, yang bisa mengisi posisi tersebut adalah pejabat tinggi pratama,” ujarnya.
Terkait masa jabatan pejabat sementara yang cukup lama, yaitu dua tahun, Jabes mengaku tidak memiliki pesan maupun program titipan apa pun. Sebab, semua program yang sudah dan sedang berlangsung sudah tertera pada rencana kerja pemerintah daerah (RKPD) yang nantinya dapat menuntun kinerja pejabat sementara bupati.
”Patokan utamanya adalah RKPD karena itu adalah produk hukum. Kalau program-program khusus lainnya seperti yang sekarang kami terapkan, seperti Two-Day No Rice (dua hari tanpa nasi untuk mempromosikan pangan lokal), tidak wajib diteruskan karena tergolong inovasi, tidak masuk RKPD. Jadi tergantung semangat pejabat bupati nantinya,” katanya.
Di Bolaang Mongondow, pasangan Yasti-Yanny juga masih bekerja seperti biasa dengan melaksanakan Safari Ramadhan ke beberapa desa. Kegiatan itu mereka manfaatkan untuk berpamitan kepada masyarakat sambil meminta maaf atas kekurangan dalam kepemimpinan mereka.
Dalam kunjungan ke Desa Bulud, Kecamatan Passi Barat, Senin (11/4/2022), Yasti mengaku belum mampu 100 persen merealisasikan visi dan misi dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) 2017-2022. Penyebab utamanya adalah pandemi Covid-19 yang memotong anggaran pembangunan, terutama infrastruktur.
”Memasuki 2020, anggaran kita dipotong dan dikembalikan kepada negara sebesar Rp 200 miliar, begitu juga pada 2021 sebesar Rp 190 miliar. Sebagian digunakan untuk bantuan sosial Covid-19,” kata Yasti dalam siaran pers tertulis.
Sesuai surat Kemendagri, dalam 30 hari kerja, kami harus sudah mengusulkan tiga calon untuk pejabat bupati di masing-masing kabupaten.
Ia pun berharap pejabat sementara bupati yang ditunjuk Gubernur Olly Dondokambey nantinya bisa melanjutkan program-program yang belum rampung, salah satunya pembangunan Kawasan Industri Mongondow (Kimong) yang telah dijanjikan. Saat ini, kata Yasti, izin Kimong sedang diurus oleh pemerintah daerah maupun pusat.
Kawasan industri itu akan dibangun di lahan seluas 2.000 hektar di belakang kantor bupati di Lolak, ibu kota Bolaang Mongondow. Akan dibangun pula balai latihan kerja yang nantinya dapat menyerap 33.000 tenaga kerja ke Kimong.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi Sulut Asiano G Kawatu mengatakan, surat resmi telah disampaikan kepada DPRD di kedua kabupaten untuk menggelar paripurna pemberhentian bupati. Pada saat yang sama, pemprov akan mempersiapkan calon pejabat sementara bupati.
”Sesuai surat Kemendagri, dalam 30 hari kerja, kami harus sudah mengusulkan tiga calon untuk pejabat bupati di masing-masing kabupaten. Jadi total enam orang. Aturannya, harus pejabat eselon dua dari provinsi,” kata Asiano.
Beberapa kriteria pun telah ditetapkan dalam proses pemilihan, seperti kompetensi, kualifikasi, rekam jejak, dan kemampuan manajerial. Asiano mengatakan, pejabat yang terpilih setidaknya harus punya kedekatan dengan masyarakat di daerah yang akan ia pimpin untuk sementara sekalipun belum pernah memegang jabatan sementara serupa.
Setelah dipilih, pemprov akan menjamin kualitas kepemimpinan pejabat sementara. ”Karena waktunya (masa jabatan) agak panjang, sampai 2024, sesuai ketentuan akan dievaluasi tiap satu tahun, apakah bisa dilanjut (sebagai pejabat sementara bupati) atau tidak,” ujar Asiano.