Pemerintah Kota Banda Aceh perlu menyusun rencana penanganan kebakaran permukiman dengan baik. Selain itu, simulasi dan perlengkapan juga harus dipenuhi.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Kemampuan Pemerintah Kota Banda Aceh. Aceh, menangani kebakaran dinilai masih lemah. Hal itu karena armada dan fasilitas yang terbatas serta minimnya simulasi dan sosialisasi pencegahan kebakaran.
Kebakaran kerap terjadi di Aceh. Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Aceh, sejak 2018 hingga 2020, terjadi 717 kebakaran permukiman dan pertokoan. Nilai kerugian mencapai Rp 270 miliar. Penyebab kebakaran pada umumnya karena arus pendek atau karena api dari aktivitas di rumah tangga.
Peristiwa terbaru adalah terbakarnya pusat belanja modern Suzuya Mall pada Senin (4/4/2022). Dalam 12 jam, gedung empat lantai itu ludes terbakar. Api muncul pada pagi pukul 10.00 dan sempat padam tujuh jam kemudian. Namun, pada pukul 19.00, api kembali membesar dan merambat ke bagian muka bangunan.
Petugas pemadam Pemkot Banda Aceh mengerahkan 10 mobil pemadam dan dibantu Pemkab Aceh Besar yang mengerahkan 5 mobil pemadam. Namun, api lebih cepat membesar daripada kemampuan petugas pemadam. Akibatnya, lebih dari 70 persen gedung itu terbakar.
Penyebab kebakaran Suzuya Mall masih diselidiki kepolisian. Api diduga muncul setelah karyawan menguji penggunaan genset.
Dosen Ilmu Kebencanaan di Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Ismail Abdullah, Selasa (12/4/2022), menuturkan, Banda Aceh nyaris tidak punya rencana penanggulangan kebakaran ideal. Padahal, kebakaran kerap terjadi di perkotaan.
Salah satu hal yang masih harus ditingkatkan Pemkot Banda Aceh, kata Ismail, adalah menggelar simulasi kebakaran. Simulasi penting untuk menerapkan rencana standar operasional.
”Simulasi itu bagian dari kajian kesiapan dan kecakapan petugas. Petugas pemadam sama seperti militer, butuh latihan sebelum berperang,” katanya.
Ismail juga mengatakan, armada yang dimiliki Pemkot Banda Aceh minim dan fasilitas pendukung kurang. Sebagai contoh, saat pemadaman api pada kejadian kebakaran di Suzuya Mall, petugas pemadam tidak memiliki tangga khusus. Akibatnya, mereka harus meminjam tangga milik dinas kebersihan yang biasa dipakai untuk memeriksa lampu jalan.
Pada saat pemadaman, arus lalu lintas di depan Suzuya Mall juga masih dibuka sehingga menghambat laju kendaraan petugas. Petugas juga kesulitan mendapatkan air.
Kondisi semakin buruk karena sistem hidran di mal tersebut tidak berfungsi maksimal. Sistem deteksi asap diduga juga tidak berfungsi sehingga api baru diketahui saat sudah membesar. Karyawan tidak sempat melakukan pemadaman mandiri. Mereka berhamburan ke luar gedung dalam keadaan ketakutan.
Ismail mengatakan, kebakaran Suzuya Mall harus menjadi momentum bagi Pemkot Banda Aceh untuk meningkatkan ketahanan penanganan bencana kebakaran. Pemkot Banda Aceh melakukan menyusun rencana aksi penanganan kebakaran dengan melibatkan banyak pihak.
”Pada gedung dan bangunan harus dipastikan fasilitas penanganan kebakaran terpenuhi,” ujar Ismail.
Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman mengatakan, dalam peristiwa kebakaran Suzuya Mall, petugas telah bekerja maksimal untuk menangani kebakaran. Namun, Aminullah mengakui armada pemadaman masih kurang, hanya 10 unit.
”Tahun ini akan kami usulkan penambahan lima unit,” kata Aminullah.
Aminullah mengatakan, api terlalu besar sehingga petugas tidak mampu menaklukkan. Justru beberapa petugas yang terkapar karena sesak napas setelah menghirup asap pekat. Ke depan, dia mengingatkan, pengelola gedung, seperti hotel, rumah sakit, kantor pemerintahan, dan pasar, siaga kebakaran.
Regional Manager Suzuya Mall Melli Marlina mengatakan, pihaknya pernah melakukan simulasi. Namun, saat kebakaran terjadi, api merambat cepat.
”Hidran berfungsi, tetapi tidak maksimal,” kata Melli.