Pelaku Kejahatan Jalanan di Yogyakarta Anggota Geng Sekolah
Kepolisian menangkap lima pelaku kejahatan jalanan yang menewaskan satu orang di Kota Yogyakarta. Berdasarkan pemeriksaan polisi, para pelaku tergabung dalam sebuah geng sekolah.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Kepolisian menangkap lima pelaku kejahatan jalanan yang menewaskan satu orang di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Minggu (3/4) dini hari lalu. Berdasarkan pemeriksaan polisi, para pelaku tergabung dalam sebuah geng sekolah. Eksekutor atau pelaku yang menyerang korban dengan gir sepeda motor juga masih berstatus pelajar.
Kelima pelaku itu ditangkap pada Sabtu (9/4). ”Penangkapan pelaku dilakukan siang hingga malam hari secara terpisah di rumahnya masing-masing,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda DIY Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi dalam konferensi pers, Senin (11/4/2022), di Markas Polda DIY, Kabupaten Sleman, DIY.
Lima tersangka itu adalah FAS (18), AMH (19), MMA (20), HAA (20), dan RS (18). FAS dan RS masih berstatus pelajar SMK, AMH dan HAA berstatus mahasiswa, dan MMA merupakan pengangguran. RS juga merupakan eksekutor yang menyerang dengan gir sepeda motor sehingga menyebabkan korban berinisial D (17) terluka di bagian kepala dan akhirnya meninggal.
Ade menjelaskan, lima pelaku itu tergabung dalam sebuah kelompok dengan inisial M. Pada Minggu (3/4/) dini hari lalu, kelompok M awalnya melakukan perang sarung dengan kelompok lain berinisial V di perempatan Druwo, Kabupaten Bantul, DIY. Perang sarung merupakan istilah untuk menyebut tawuran bersenjatakan sarung yang dimodifikasi sehingga bisa menyakiti orang lain.
Namun, perang sarung tersebut kemudian dibubarkan oleh petugas Polres Bantul. Para anggota kelompok M itu kemudian terpisah-pisah dan sebanyak lima orang di antara mereka kemudian mengendarai dua sepeda motor di Jalan Ringroad Selatan Yogyakarta. Dalam perjalanan itu, kelimanya bertemu dengan kelompok korban yang terdiri dari delapan orang dan mengendarai lima sepeda motor.
Jadi, korban itu bukan acak, bukan masyarakat biasa yang terpaksa melakukan aktivitas pada dini hari.
Kelompok korban itu berbeda dengan kelompok V yang sebelumnya melakukan perang sarung dengan kelompok M. Namun, saat kelompok korban dan kelompok pelaku bertemu, terjadi perselisihan. Hal ini karena kelompok pelaku merasa tersinggung dengan suara bising sepeda motor kelompok korban.
”Karena suaranya (sepeda motor kelompok korban) sangat keras dan mereka menyalip kelompok pelaku, sempat terjadi saling lirik dan ketersinggungan,” kata Ade.
Saat itu, menurut Ade, kelompok korban sempat berteriak ayo rene-rene atau ayo sini-sini kepada kelompok pelaku. Setelah itu, kelompok pelaku berusaha mengejar kelompok korban. Kedua kelompok pun sempat saling mendahului, mengancam, dan memaki satu sama lain.
Sesudah itu, kelompok korban menuju ke Jalan Gedongkuning, Kota Yogyakarta. Karena merasa sudah tidak diikuti kelompok pelaku, kelompok korban kemudian berhenti di sebuah warung makan di Jalan Gedongkuning. Namun, tak lama kemudian, kelompok pelaku ternyata melewati rumah makan tersebut dan mengeluarkan makian ke kelompok korban.
Sebagian orang dari kelompok korban yang mengendarai empat sepeda motor kemudian berusaha mengejar kelompok pelaku. Namun, ternyata kelompok pelaku sudah menunggu kedatangan korban. ”Kurang lebih 1 kilometer dari warung makan, pelaku sudah balik kanan dan menunggu korban,” ujar Ade.
Ade menambahkan, salah seorang pelaku berinisial MMA sudah menyiapkan sarung dan batu untuk menyerang korban. Sementara itu, pelaku lain yang berinisial RS turun dari sepeda motor, lalu mengayunkan gir sepeda motor yang diikat dengan sabuk kain ke arah kelompok korban.
Gir sepeda motor itu kemudian mengenai korban berinisial D sehingga korban mengalami luka di bagian kepala. Saat itu, korban diboncengkan oleh temannya dengan sepeda motor. Sekitar 140 meter dari lokasi penyerangan, korban terjatuh dan tidak sadarkan diri. Setelah itu, korban ditemukan oleh anggota Direktorat Sabhara Polda DIY yang sedang melakukan patroli.
Korban kemudian dibawa ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Udara (RSPAU) Dr Hardjolukito, Kabupaten Bantul, DIY. Namun, pada Minggu sekitar pukul 09.30, korban yang berstatus pelajar SMA itu meninggal. Jenazah korban kemudian dimakamkan di daerah asalnya di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, Minggu siang.
”Kami tegaskan peristiwa ini motifnya adalah karena terjadi ketersinggungan dan saling ejek antara dua kelompok. Jadi, korban itu bukan acak, bukan masyarakat biasa yang terpaksa melakukan aktivitas pada dini hari,” kata Ade.
Ade memaparkan, setelah kejadian itu, para pelaku sempat berusaha menghilangkan barang bukti dengan menitipkan gir sepeda motor yang dipakai kepada temannya. Selain itu, para pelaku juga sempat berusaha membuat alibi untuk membantah bahwa mereka terlibat dalam kejahatan jalanan di Jalan Gedongkuning.
Menurut Ade, lima pelaku itu dijerat dengan Pasal 353 Ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) subsider Pasal 351 Ayat (3) KUHP. Pasal 353 Ayat (3) mengatur tentang penganiayaan berat berencana yang menyebabkan kematian dengan ancaman hukuman maksimal 9 tahun penjara, sementara Pasal 351 Ayat (3) tentang penganiayaan yang menyebabkan kematian dengan ancaman maksimal 7 tahun penjara.
Geng sekolah
Kepala Bidang Humas Polda DIY Komisaris Besar Yuliyanto mengatakan, kelompok M yang menaungi para pelaku merupakan geng sekolah. Dia menyebut, sebagian pelaku yang berstatus mahasiswa juga merupakan alumnus SMK tempat beberapa pelaku lain masih bersekolah.
Yuliyanto menyebut, Polda DIY sebenarnya sudah memiliki daftar geng-geng sekolah yang ada di DIY. Namun, jika para anggota geng sekolah itu tak melakukan tindak pidana, polisi juga tak bisa melakukan penindakan. Namun, untuk mencegah agar geng sekolah itu terlibat kejahatan jalanan, perlu upaya pencegahan dari pihak sekolah dan orangtua.
”Kepada orangtua yang anaknya masih belajar di tingkat SMA/SMK yang ada indikasi terlibat geng sekolah supaya disuruh berhenti,” ujar Yuliyanto.
Dalam kesempatan sebelumnya, Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X meminta para pelaku kejahatan jalanan atau kerap disebut klitih untuk menjalani proses hukum meski masih di bawah umur. Hal itu penting untuk memberikan efek jera agar mereka tidak mengulangi perbuatannya.
”Saya hanya ingin hukum itu ditegakkan. Aturan itu sudah ada. Biarpun pelakunya di bawah umur, bisa kita selesaikan,” kata Sultan HB X seusai menghadiri rapat paripurna DPRD DIY, Jumat (8/4/2022), di Yogyakarta.
Sultan menyatakan, meski masih di bawah umur, para pelaku kejahatan jalanan tetap bisa diproses secara hukum. Namun, dia mengakui, proses hukum terhadap pelaku di bawah umur tidak selalu berakhir dengan persidangan dan hukuman penjara.
Sebab, sesuai aturan, pelaku tindak pidana yang masih anak-anak bisa menjalani diversi, yakni pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
Saya hanya ingin proses hukum ini dilakukan, perkara dilanjutkan dengan proses di pengadilan atau tidak, prosedur sudah dijalani. Jadi, ada kepastian,” ujar Sultan yang juga merupakan Raja Keraton Yogyakarta.