Libatkan Nelayan Jaga Pesisir Timur Jambi dari Penyelundupan
Kesiagaan menjaga pesisir timur Sumatera dari ancaman penyelundupan perlu terus dihidupkan dengan melibatkan nelayan lokal.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·4 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Pesisir timur Jambi yang memiliki banyak pintu menjadi jalur paling rawan penyelundupan benur lobster. Tindak kejahatan itu harus dapat diantisipasi, salah satunya dengan melibatkan patroli swadaya nelayan.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Tanjung Jabung Barat Suprayogi Saiful mengatakan, kesiagaan menjaga pesisir dari ancaman penyelundupan pernah dihidupkan tahun lalu. Upaya yang digagas Kepolisian Resor Tanjung Jabung Barat itu perlu dijaga agar tetap berjalan efektif.
”Melibatkan nelayan lokal jadi cara paling ampuh menangkal praktik penyelundupan,” ujar Yogi, Minggu (10/4/2022).
Awal tahun lalu, lanjut Yogi, telah dibentuk Gerakan Bersama Masyarakat Memberantas Penyelundupan Narkoba dan Benur (Gemmpur). Kolaborasi itu fokus memerangi praktik-praktik penyelundupan dengan melibatkan 10 desa rawan sebagai jalur penyelundupan yang tersebar di Kecamatan Betara dan Kecamatan Tungkal Ilir.
Lewat gerakan itu, pengamanan wilayah melibatkan masyarakat. Ronda dihidupkan kembali dan menyasar titik-titik rawan bongkar-muat barang selundupan. Para sukarelawan dilengkapi dengan sejumlah peralatan, seperti senter, sepatu bot, jaket, dan masker. Secara swadaya, masyarakat akan membangun pos jaga sederhana di titik-titik rawan.
Meningkatkan gerakan di tingkat nelayan dinilai berhasil menekan ancaman penyelundupan. Karena itu, kata Yogi, jangan sampai gerakan ini kendur seiring bergantinya kepemimpinan di jajaran aparat penegak hukum.
Sepanjang 2021, jajaran di Polda Jambi delapan kali menggagalkan penyelundupan 1,1 juta benur lewat wilayah Jambi. Potensi kerugian negara yang diselamatkan dari operasi itu bernilai lebih dari Rp 100 miliar. Dua kabupaten paling rawan menjadi pintu keluar benur ada di pesisir timur, yakni Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Tanjung Jabung Barat.
Sebanyak 6.100 benur disita aparat Polda Jambi di Kabupaten Batanghari, Kamis (7/4/2022). Direktur Kriminal Khusus Polda Jambi Komisaris Besar Christian Tory mengatakan, pihaknya memperoleh informasi dari warga akan adanya rencana pengiriman benur pada Rabu (6/4/2022).
Keesokan paginya, sekitar pukul 05.30, petugas menggerebek lokasi yang dimaksud. Sebanyak tujuh pekerja yang berada di sana sedang tidur. Di dekat mereka, ada kolam terpal yang berisikan benih bening lobster.
Hasil penghitungan dalam tiga kotak styrofoam ditemukan 6.100 benur terdiri atas 5.050 ekor jenis mutiara dan 1.050 ekor jenis pasir. Semuanya dalam kondisi hidup. Benur-benur itu dikemas dalam 57 kantong plastik.
Dua hari kemudian, benur-benur itu langsung dilepasliarkan di kawasan Pantai Manjuto-Sungai Pinang, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Kepala Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan Jambi Piyan Gustaffiana mengatakan, pelepasliaran itu diharapkan efektif menjaga kelestarian benur di habitatnya. Penetapan lokasi pelepasliaran benur sudah sesuai rekomendasi Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL) terkait habitat yang cocok bagi kelangsungan hidup BBL.
Piyan mengapresiasi pengungkapan kasus oleh Sub Direktorat IV Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jambi. Ia pun mengingatkan bahwa kejahatan penyelundupan benur bisa dijerat Pasal 92 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana diubah dengan UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 2004 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Isinya, setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Negara Kesatuan Republik Indonesia melakukan usaha perikanan yang tidak memenuhi perizinan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama delapan tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar.
Selain itu, pelaku juga dijerat Pasal 87 UU Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, dengan ancaman penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 3 miliar bagi setiap orang yang memasukkan media pembawa dengan tidak melengkapi sertifikat kesehatan hewan dan produk hewan, produk ikan, dan tumbuhan dari negara asal.
Selanjutnya, dalam Pasal 88, ancamannya paling lama dua tahun penjara dan denda paling banyak Rp 2 miliar bagi setiap orang yang membawa keluar atau memasukkan produk hewan, produk ikan, dan tumbuhan tidak lewat tempat pemasukan atau pengeluaran yang ditetapkan pemerintah. ”Regulasi-regulasi ini bukti keseriusan negara dalam menjaga BBL sekaligus mengembangkan budidaya dalam negeri,” lanjut Piyan.
Dalam rilis yang dikirimkan KKP, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menegaskan komitmennya terhadap budidaya lobster dalam negeri. Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2020 yang sekaligus melarang ekspor benur.