Harga Pertamax Naik, Pengendara di Padang Beralih ke Pertalite
Sebagian pengendara di Kota Padang, Sumatera Barat, beralih menggunakan bahan bakar pertalite dari sebelumnya pertamax karena kenaikan harga pertamax yang signifikan, hingga Rp 3.550 per liter.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Sebagian pengendara di Kota Padang, Sumatera Barat, beralih menggunakan bahan bakar pertalite dari sebelumnya pertamax. Kenaikan harga pertamax yang signifikan hingga Rp 3.550 per liter menjadi pemicu. Adapun stok pertalite di SPBU masih tersedia.
Rema (30), pengendara sepeda motor, Selasa (5/4/2022), mengatakan, ia beralih dari pertamax ke pertalite sejak dua hari ini. ”Kenaikan harga pertamax tinggi sekali, hingga Rp 3.550 per liter. Saya tidak sanggup,” kata pria yang bekerja sebagai nelayan ketika dijumpai di SPBU Tabing Raya, Padang.
Menurut Rema, mendapatkan pertalite yang harganya Rp 7.650 per liter lebih susah dan antrean lebih panjang dibandingkan dengan pertamax yang harganya Rp 12.750 per liter. Walakin, itu tidak masalah, yang penting harganya terjangkau.
Di SPBU Tabing Raya, Selasa siang, tidak terjadi antrean panjang di tempat pengisian pertalite. Namun, perbedaan jumlah antrean pertalite dan pertamax sangat jelas. Di tempat pertalite, ada 11 pengendara sepeda motor mengantre, sedangkan di tempat pertamax hanya 2-3 sepeda motor.
Di SPBU Putrasuka Indonusa, Jalan Khatib Sulaiman, perbedaan jumlah antrean tidak jelas karena keduanya bercampur antara pertalite dan pertamax. Sementara itu, di SPBU Jati, Selasa sore, jumlah antrean dua jenis bahan bakar itu juga kontras. Antrean pertalite ada 16 sepeda motor, sedangkan antrean di pertamax cuma 3-4 sepeda motor.
Hendri Lebron (41), tukang ojek daring di SPBU Jati, mengatakan, ia beralih dari pertamax ke pertalite sejak kenaikan pertamax pada 1 April lalu. Ia beralih karena kenaikan harga pertamax sangat signifikan sehingga tidak cocok dengan modalnya.
”Biasanya kenaikan pertamax cuma Rp 500 per liter, sekarang Rp 3.000-an per liter. Saya tidak sanggup. Kalau bertahan di pertamax, tidak balik modal saya, apalagi selama Ramadhan ini jumlah penumpang sedikit,” kata Hendri.
Menurut Hendri, menggunakan pertamax dengan kadar oktan atau RON 92 sebenarnya lebih bagus bagi sepeda motor untuk ojek karena mesin lebih awet. Sekarang, menggunakan pertalite dengan RON 90, laju kendaraan agak berat. Walakin, pindah ke pertalite lebih masuk akal untuk kondisi saat ini.
Hal senada diungkapkan oleh Julinas (48), loper koran sekaligus tukang ojek, ketika dijumpai di SPBU Jati. Ia juga beralih dari pertamax ke pertalite sejak awal April. ”Harga pertamax sudah tidak terjangkau saat ini,” katanya.
Ditambahkan Julinas, tidak masalah menurunkan kualitas bahan bakar untuk sepeda motornya. Yang penting kendaraan bisa berjalan. Adapun terkait antrean yang lebih panjang karena banyak yang beralih ke pertalite tidak menjadi masalah baginya.
Sementara itu, Novia (29), ibu rumah tangga, tetap bertahan menggunakan pertamax meskipun harganya naik. ”Bertahan karena sebelumnya pernah pakai pertalite, kurang memuaskan rasanya, jadi lebih sering servis sepeda motor. Selain itu, antrean di pertamax juga lebih sedikit,” katanya saat dijumpai di SPBU Tabing Raya.
Tidak signifikan
Pengawas SPBU Tabing Raya, Feri Adi (34), mengatakan, ada penurunan penjualan pertamax dan kenaikan penjualan pertalite di SPBU itu sejak adanya kenaikan harga pertamax. ”Sementara memang ada sedikit perubahannya, tetapi tidak signifikan. Itu karena kualitas pertamax lebih baik,” katanya.
Selain kenaikan pertamax, kata Feri, di SPBU ini juga ada pembatasan pengiriman pertalite menjadi hanya 1 tangki atau 16 kiloliter per hari. Pembatasan itu karena pertalite masuk kategori BBM bersubsidi. Adapun sebelumnya tidak ada pembatasan dan SPBU mendapat kiriman 1,5-2 tangki dalam sehari.
”Karena ada pembatasan, stoknya sering putus pagi hari hingga pasokan baru datang. Masyarakat beralih membeli pertamax,” ujarnya.
Pengawas SPBU Jati, Handri Junmaifal (28), juga mengatakan, tidak ada perubahan signifikan antara penjualan pertamax dan pertalite. Sekarang penjualan pertamax 4 kiloliter sehari dan pertalite 14 kiloliter sehari.
”(Penjualan) Pertamax turun 2-5 persen dibandingkan dengan sebelum kenaikan. Pertalite naik sekitar 5 persen. Jadi, tidak terlalu signifikan. Untuk pasokan, keduanya selalu tersedia,” kata Handri.
Anggota staf Operasional SPBU Putrasuka Indonusa, Rovi Putra (37), mengatakan, sejak awal April justru terjadi penurunan penjualan pertamax dan pertalite. Penurunan itu diperkirakan karena momen awal Ramadhan dan akhir pekan. Pelanggan SPBU itu kebanyakan mobil dinas instansi pemerintah.
Namun, kata Rovi, penurunan angka penjualan pertamax lebih besar dibandingkan dengan pertalite. Sebelum kenaikan harga pertamax, SPBU itu menjual 2,3-3 kiloliter pertamax per hari, sedangkan setelah kenaikan cuma sekitar 1,5 kiloliter per hari.
Adapun penjualan pertalite di SPBU itu sekarang sekitar 12 kiloliter per hari. Sebelum kenaikan pertamax, penjualan pertalite mencapai 14-16 kiloliter per hari. ”Sejauh ini tidak sampai putus stok pertalite. Tapi di awal-awal kenaikan pertamax, banyak beralih ke pertalite, stok pertalite sempat tipis,” ujarnya.