Berkas Tersangka Bos Tambang Emas Ilegal Mandailing Natal Dinyatakan Lengkap
Penegakan hukum terhadap pertambangan emas ilegal di Kabupaten Mandailing Natal terus dilakukan Polda Sumut. Berkas pemeriksaan tersangka AAN, bos tambang ilegal, dinyatakan lengkap dan akan dilimpahkan ke kejaksaan.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
KOMPAS/NIKSON SINAGA
Pekerja tambang emas rakyat menggali tanah menggunakan alat berat di Kecamatan Batang Natal, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, Selasa (12/11/2019).
MEDAN, KOMPAS — Langkah penegakan hukum terhadap pelaku pertambangan emas ilegal di Kabupaten Mandailing Natal terus dilakukan Kepolisian Daerah Sumatera Utara. Berkas pemeriksaan tersangka AAN yang diduga merupakan bos salah satu tambang ilegal dinyatakan lengkap dan akan dilimpahkan ke kejaksaan.
”Kami berkomitmen untuk terus melakukan penegakan hukum terhadap pelaku tambang ilegal di Mandailing Natal. Tambang ilegal ini menyebabkan kerusakan lingkungan yang begitu masif,” kata Kepala Bidang Humas Polda Sumut Komisaris Besar Hadi Wahyudi, di Medan, Selasa (5/4/2022).
Hadi mengatakan, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara telah menyatakan pemeriksaan terhadap AAN lengkap. Tersangka AAN yang tidak ditahan pun dipanggil oleh penyidik agar dilimpahkan ke kejaksaan. Polda Sumut awalnya berencana melimpahkan berkas dan tersangka AAN ke Kejati Sumut pada Senin (4/4/2022).
”Namun, tersangka tidak memenuhi panggilan itu. Kuasa hukumnya meminta agar pelimpahan diundur ke Kamis (7/4/2022) karena AAN disebut sedang sakit,” kata Hadi.
Hadi mengatakan, mereka memproses hukum AAN atas laporan polisi pada 1 September 2020 dengan dugaan aktivitas tambang emas ilegal di Sungai (Batang) Natal tanpa memiliki izin operasional ataupun izin lingkungan hidup dari pemerintah. Kegiatan tambang emas ilegal dilakukan di Desa Ampung Padang, Kecamatan Batang Natal.
Tambang emas rakyat yang menggunakan berbagai jenis mesin tampak beroperasi di tengah aliran Sungai Batang Natal, Kecamatan Batang Natal, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, Kamis (14/11/2019). Pertambangan rakyat kini menjamur di sepanjang Sungai Batang Natal.
Catatan Kompas, penegakan hukum kasus tambang emas ilegal di Mandailing Natal dilakukan setelah menjadi perhatian publik setelah ditemukan sejumlah kasus kelahiran bayi dengan kelainan di sekitar lokasi tambang ilegal. Kelainan diduga karena terpapar logam berat dari pertambangan.
Sedikitnya ada enam bayi dilaporkan lahir dengan kelainan, antara lain bayi perempuan lahir dengan anencephaly (tengkorang kepala tidak sempurna) di Desa Aek Garingging, Kecamatan Lingga Bayu, 18 November 2019. Di kecamatan yang sama, di Desa Simpang Durian, lahir bayi perempuan dengan gastroschisis (usus di luar perut), 9 November 2019.
Kelainan lainnya yang pernah ditemukan adalah omphalocele (usus keluar dari pusar), cyclopia (bermata satu), serta bayi tidak mempunyai tulang rusuk dan kulit pembalut perut.
Setelah temuan kasus itu, sejumlah pejabat pun mendatangi tambang ilegal dan meminta dengan tegas agar pertambangan ilegal ditutup. Mereka adalah Gubernur Sumut Edy Rahmayadi dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana tahun 2019, Doni Monardo. Tambang sempat ditutup selama beberapa bulan, tetapi muncul lagi.
Pertambangan ini, antara lain, tersebar di sepanjang aliran Sungai Batang Natal, mulai dari Kecamatan Batang Natal, Lingga Bayu, Natal, hingga Muara Batang Gadis. Pertambangan ilegal dilakukan secara terbuka yang terlihat jelas dari Jalan Panyabungan-Natal. Pertambangan emas juga menyebar ke daerah perbukitan di Kecamatan Huta Bargot. Di kecamatan ini, para petambang rakyat diduga menggunakan merkuri untuk memisahkan emas dari bebatuan.
DOKUMENTASI PEMKAB MANDAILING NATAL
Bayi perempuan dengan anencephaly atau tengkorak kepala tidak lengkap dan otak di luar tengkorak dirawat di RSUD Panyabungan, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, Senin (18/11/2019). Bayi tersebut lahir di kawasan tambang emas ilegal di Desa Aek Garingging, Kecamatan Lingga Bayu.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumut Yos Arnold Tarigan mengatakan, mereka saat ini menunggu pelimpahan berkas dan tersangka dari Polda Sumut. Mereka sudah beberapa kali menerima pelimpahan itu dan dikembalikan untuk dilengkapi lagi. ”Saat ini kami menunggu pelimpahan,” kata Yos.
Tambang ilegal ini menyebabkan kerusakan lingkungan yang begitu masif.
AAN disangka melanggar Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Ia juga disangka melanggar Pasal 109 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
AAN yang dihubungi Kompas melalui sambungan telepon dan pesan singkat tidak memberikan tanggapan.