Yacht Rally 2022 Singgah di Kepulauan Nias, Turis Kagumi Rumah Adat dan Kuliner Khas
Pariwisata di Kepulauan Nias menggeliat setelah disinggahi tujuh kapal pesiar rombongan West Sumatera Yacht Rally 2022. Ini menjadi momentum kebangkitan pariwisata Kepulauan Nias setelah dari pandemi Covid-19.
Oleh
NIKSON SINAGA
·4 menit baca
GUNUNGSITOLI, KOMPAS — Pariwisata di Kepulauan Nias diharapkan semakin menggeliat setelah disinggahi tujuh perahu layar mewah rombongan West Sumatera Yacht Rally 2022. Para wisatawan kelas atas itu antusias menjalani sejumlah aktivitas tradisional dan menikmati sajian kuliner khas setempat. Kegiatan itu menjadi momentum kebangkitan pariwisata Kepulauan Nias setelah sempat menurun akibat dampak pandemi Covid-19 lebih dari dua tahun terakhir.
”Acara wisata ini menunjukkan Kota Gunungsitoli sudah siap kembali menerima wisatawan. Kepulauan Nias punya atraksi budaya, kuliner tradisional, dan aktivitas keseharian warga yang sangat menarik bagi wisatawan,” kata Wakil Wali Kota Gunungsitoli Sowa'a Laoli, Senin (4/4/2022).
Rombongan West Sumatera Yacht Rally 2022 mengunjungi Desa Tumöri, desa adat di Kecamatan Gunungsitoli Barat, Kota Gunungsitoli. Mereka tiba di sana sejak Sabtu (2/4) dan menikmati atraksi budaya dengan suguhan makanan-makanan tradisional.
Yacht merupakan perahu layar ringan kelas mewah dengan penumpang di bawah 10 orang. Perahu ini dimiliki orang yang gemar berlayar lintas negara dari kalangan wisatawan kelas atas untuk berwisata sekaligus bertualang di lautan. West Sumatera Yacht Rally 2022 berlangsung dari 15 Maret hingga 10 Juni 2022.
Rombongan tersebut terdiri dari 15 kapal pesiar atau yacht dengan jumlah peserta 26 orang dari sejumlah negara. Mereka bertolak dari Sabang, Aceh, dan akan mengakhiri pelayaran di Natuna, Kepulauan Riau. Mereka melintasi 14 titik pemberhentian di Pulau Sumatera wilayah barat. Di Kepulauan Nias, mereka singgah di Kota Gunungsitoli dengan tujuh yacht yang membawa 18 peserta dari delapan negara.
Di Desa Tumöri, wisatawan disambut tari Famalega Bola, yakni tarian mengusung tempat sirih. Penyambutan tamu dilanjutkan dengan tarian Fangowai dan Fame Afo, berupa tutur adat oleh para tetua adat dan pemberian sirih kepada tamu, serta tarian Folaya Ba Gowasa, yakni tari yang biasa ditampilkan dalam pesta adat.
Rombongan tersebut terdiri dari 15 yacht dengan jumlah peserta 26 orang dari seumlah negara. Mereka bertolak dari Sabang, Aceh, dan akan mengakhiri pelayaran di Natuna, Kepulauan Riau.
Selain atraksi budaya, desa adat itu juga mengemas aktivitas keseharian menjadi tontonan menarik bagi wisawatan mancanegara. Mereka, misalnya, melakukan mogai akhe, yakni memanjat pohon aren untuk mengambil nira sebagai bahan pembuatan tuo nifarö (tuak suling) dan tuo mbanua (tuak kampung).
Masyarakat juga menunjukkan proses pembuatan gowi nifufu (ubi tumbuk) dan molöwösi ba mbulu damo atau membungkus makanan dengan daun. Ada juga atraksi memanjat pohon kelapa, mengupas kelapa dengan alat tradisional, dan penanaman bibit kelapa yang langsung dilakukan tamu.
Wisatawan juga diajak mengenal sejumlah kesenian di Kepulauan Nias, yakni menganyam tikar dari bahan tanaman keleyömö, mencoba tas anyaman, serta menyaksikan permainan musik tradisional tutuhao (alat musik dari bambu) yang dimainkan anak-anak setempat.
Ketua Kelompok Sadar Wisata Desa Tumöri Faduhusi Zebua mengatakan, mereka mengembangkan kegiatan wisata budaya untuk menggerakkan ekonomi desa sekaligus melestarikan rumah adat dan warisan budaya leluhur. ”Keuntungan dari wisata akan kami alokasikan untuk membantu biaya perawatan rumah adat,” kata Faduhusi.
Di desa itu masih berdiri 10 rumah adat Nias wilayah utara berupa rumah panggung dari kayu dengan ciri khas berbentuk oval. Pembangunan rumah adat ini sama sekali tidak menggunakan paku dan hanya menggunakan pasak kayu. Rumah adat Nias juga memiliki struktur konstruksi tahan gempa.
Saat gempa berkekuatan magnitudo 8,7 mengguncang Nias 2005, rumah-rumah adat tidak banyak mengalami kerusakan. Namun, rumah-rumah modern dari beton kala itu rusak sedang hingga berat.
Hak Kong Claude Wong, wisatawan pemilik kapal pesiar Always Saturday dari Hong Kong, mengungkapkan kekagumannya pada konstruksi rumah adat Nias. ”Sebagai seorang arsitek, saya menilai arsitektur dan konstruksi rumah adat Nias cukup rumit dan detail,” ungkapnya.
Jens Peter Yeager, wisatawan dari New Zealand yang mengemudi kapal pesiar SY Escapade, juga mengapresiasi suguhan menu tradisional Nias. ”Saya sangat menikmati menu yang disajikan kepada kami, kemasannya bungkus daun yang unik, dan rasanya sangat lezat,” katanya.
Wakil Ketua Perkumpulan Hiduplah Indonesia Raya (Hidora) Bachtiar Djanan mengungkapkan, wisata desa adalah media untuk melestarikan budaya, alam, lingkungan hidup, serta kesejahteraan masyarakat. Tujuan utama wisatawan asing datang ke Indonesia adalah untuk melihat kebudayaan dan alam. Oleh karena itu, dia berharap wisata-wisata berbasis desa bisa terus dikembangkan.