Lima Masjid Kontemporer Unik di Nusantara
Masjid-masjid modern berarsitektur unik bermunculan di seantero negeri. Selain menambah kekayaan rumah ibadah, masjid-masjid itu juga menarik minat warga untuk berwisata.
Sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia juga memiliki jumlah masjid terbanyak. Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia Jusuf Kalla pada 2020 menyebutkan, jumlah masjid dan mushala di negeri ini mencapai 800.000 unit.
Sekadar memberi gambaran betapa fantastisnya angka itu, jika seseorang bisa menjalankan shalat lima waktu di masjid dan mushala yang berbeda-beda setiap hari, diperlukan waktu 438 tahun untuk mengunjungi semuanya.
Selain menjadi rumah ibadah bagi umat Muslim, jumlah masjid sebanyak itu pun memperkaya khazanah arsitektur bangsa, termasuk menjadi penanda kota. Selain masjid-masjid tua bersejarah, banyak masjid kontemporer modern yang hadir dengan desain kreatif nan unik.
Masjid-masjid dengan tampilan yang menarik perhatian itu tersebar di seantero Nusantara. Masjid-masjid tersebut juga kerap menjadi magnet warga untuk berfoto dan diunggah ke media sosial. Berikut sebagian kecil yang dapat menjadi rujukan untuk beribadah pada Ramadhan ini:
Masjid Al-Majid
Masjid ini mengambil desain menyerupai Kabah. Masjid Al-Majid berdiri di Kelurahan Wargamekar, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung. Masjid ini berjarak sekitar 17 kilometer dari pusat Kota Bandung. Letaknya sekitar 100 meter dari Jalan Raya Laswi yang menjadi penghubung antara Kecamatan Baleendah dan Ciparay.
Tidak hanya ukuran dan bentuknya, bangunan masjid juga dibuat mirip dengan Kabah melalui cat warna hitam dan dihiasi ukiran kaligrafi. Di salah satu sudut masjid pun terdapat replika Hajar Aswad dan di sisi utara masjid terdapat talang emas persis seperti di Kabah.
Pengurus Masjid Al-Majid, Deden Sarifuddin, mengatakan, pada saat berdiri pada tahun 1970, tempat ibadah ini masih berbentuk surau yang berukuran 7 x 9 meter dan hanya menampung 80 anggota jemaah. Pada tahun 2019, surau ini diperbesar hingga menjadi 10 x 19 meter. Ruang salat pun bertambah di lantai dua dengan ukuran 10 x 12 meter. ”Sekarang kapasitasnya bisa menampung sekitar 250 anggota jemaah,” ujarnya saat ditemui, Jumat (1/4/2022).
Masjid pun sengaja dibentuk kubus demi memaksimalkan kapasitas. Deden berujar, agar unik dan menarik, desain menyerupai Kabah pun dipilih. Pembangunan berjalan lebih kurang lima bulan.
Tidak hanya untuk salat berjemaah, masjid dibangun seperti Kabah agar bisa pula dipakai dalam simulasi manasik haji dan umrah. Deden mengatakan, di lingkungan masjid terdapat agen perjalanan umrah sehingga para calon jemaah langsung bisa membayangkan bentuk dan ukuran Kabah yang akan disambangi di Masjidil Haram.
”Selain warga sekitar, tempat ini juga sering disinggahi pesepeda dan berfoto di sini. Semoga apa yang mereka amati ini menjadi doa untuk bisa ke Tanah Suci,” ujarnya.
Masjid Ar Rahman
Pengguna Tol Pandaan-Malang mungkin sudah familiar dengan masjid ini. Bangunannya yang dari arah muka berbentuk segitiga menarik perhatian siapa saja yang singgah di area istirahat Kilometer 66, tepatnya di Jalur A (Surabaya-Malang).
Masjid bernama Ar Rahman ini berada di wilayah Desa Sumbersuko, Kecamatan Purwosari, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Masjid dengan warna dominan krem itu baru beroperasi selama satu tahun lebih.Arsitekturnya terbuka sehingga sinar matahari bisa masuk dari segala arah. Tanpa lampu penerangan pun, kala siang, ruang dalam masjid terlihat terang.
General Manager Operasional PT Jasa Marga Pandaan-MalangIndrawan Agustono, Rabu (30/3/2022), menjelaskan, konsep bangunanAr Rahman mengadopsi Rukum Islam dan waktu shalat yang berjumlah lima kali sehari. Bangunan masjid menyerupai lima Al Quran yang ditata miring (bersandar), masing-masing tiga di sisi utara dan dua di sisi selatan.
Ruang dalam masjid bisa menampung hingga 800 anggota jemaah.
Indrawan mengatakan, konsep masjidberbeda dengan masjid kebanyakan di Jawa Timur yang memiliki kubah. Bagian yang sama (unsur lokal) hanya dari sisi menara dan trap (tangga) naik ke dalam masjid. Menara ini sekaligus menjadi penanda bahwa bangunan itu merupakan tempat ibadah.
Jika dilihat dari arah samping depan, bentuk Ar Rahman menyerupai trapesium, sedangkan jika dilihat dari sisi depan dan belakang, bentuknya lebih menyerupai segitiga. Sebuah menara dengan puncak meruncing dilengkapi lafaz ”Allah” tinggi menjulang di sisi belakang (barat).
Dinding di sisi kiri dan kanan dilengkapi kacang bening, sedangkan ornamen kaligrafi ayat kursi bergaya kufi menghiasi sisi depan dan belakang masjid. Secara umum masjid ini memiliki dimensi 30 x 40 meter dengan tinggi menara 12 meter. Ruang dalam masjid bisa menampung hingga 800 anggota jemaah.
Masjid 99 Kubah
Beralih ke belahan timur negeri, Masjid 99 Kubah di Kota Makassar menjadi ikon baru kota ”Anging Mamiri”. Mulai dibangun pada 2017, masjid yang didesain oleh Ridwan Kamil ini tak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga wisata.
Letaknya di dekat Pantai Losari, tepatnya di kawasan Center Point of Indonesia (CPI). Saat senja, siluet masjid berbentuk unik ini selalu jadi obyek dan tempat foto menarik. Dinamai Masjid 99 Kubah karena memang memiliki kubah sebanyak 99 unit.
Jumlah kubah yang masif inilah yang menjadi pusat keunikan sekaligus daya tarik masjid tersebut. Angka ini mengambil sifat-sifat Allah yang berjumlah 99 yang disebut Asmaul Husna.
Ada satu kubah besar di bagian tengah yang dikelilingi kubah-kubah kecil yang disusun berjejer dari bawah hingga ke atas. Warna kubah didominasi oranye, kuning, merah, serta putih. Sementara interior didominasi warna merah, oranye, kuning, biru, dan putih.
Daya tampung masjid berukuran 72 x 45 meter ini bisa mencapai lebih dari 10.000 anggota jemaah. Ini jika bagian dalam dan luar, termasuk pelataran suci, ikut digunakan. Lantai satu untuk jemaah laki-laki, sedangkan lantai dua untuk jemaah perempuan. Ada pula semi-basement yang kelak dijadikan kantor dan tempat berkegiatan.
Biaya pembangunan masjid mencapai sekitar Rp 180 miliar yang dianggarkan dari APBD Provinsi Sulsel. ”Pembangunan masih berlanjut, tapi sifatnya tinggal merampungkan saja dan melengkapi berbagai fasilitas. Rencana akan dibuat menara dan juga menambah penerangan,” kata Iqbal Najamuddin, Kepala Biro Kesra Pemprov Sulsel, Sabtu (2/4/2022).
Masjid Agung Deli Serdang
Masjid bernama lengkap Masjid Agung Sultan Thaf Sinar Basarsyah ini berdiri megah di Deli Serdang, Sumatera Utara. Keunikan masjid terutama pada atap kubah dan hiasan ornamen Melayu, Karo, dan Simalungun. Seusai melaksanakan shalat Jumat, jemaah berswafoto hampir di semua penjuru, mulai dari dalam masjid, teras, hingga taman.
Ketua Badan Pengelola Masjid Agung Sultan Thaf Sinar Basarsyah Khairum Rijal, mengatakan, pembangunan masjid yang digagas Bupati Deli Serdang Ashari Tambunan itu dimulai sejak 2017 dan diresmikan pada Juli 2021. Pembangunan senilai Rp 50 miliar itu dibiayai APBD Deli Serdang untuk menggantikan Masjid Al Ikhlas yang sudah ada sejak 1986.
Keindahan masjid dimulai dari atap berbentuk kubah dengan aksen warna emas dan putih yang menjadi warna khas Melayu Deli. Masjid yang berada di kawasan seluas 1,8 hektar ini memiliki beberapa pintu masuk yang terbuat dari kayu jati dengan hiasan kaligrafi.
Jika dilihat dari atas, kubah dan tiga tiang ini membentuk lafaz Allah yang sangat indah.
Kemegahan masjid pun berlanjut hingga area dalam. Ruangan berkapasitas 1.600 anggota jemaah itu terasa sangat luas karena atap kubah membuat tidak ada tiang penyangga di tengahnya. ”Pembangunan kubah ini menjadi bagian paling rumit dan harus menggunakan tulang besi yang banyak,” kata Khairum.
Kemegahan interior masjid pun semakin terasa karena mimbar dari kayu jati yang dihiasi kaligrafi dari kuningan emas. Di dalam masjid terdapat ornamen dari suku tempatan di Deli Serdang, yakni Melayu, Karo, dan Simalungun. Berjalan ke halaman masjid, taman dan air mancur menciptakan suasana yang asri. Pada malam hari, lampu warna-warni berpendar di halaman masjid itu.
Di halaman itu juga terdapat tiga tiang tinggi yang berdampingan dengan bangunan utama masjid. ”Jika dilihat dari atas, kubah dan tiga tiang ini membentuk lafaz Allah yang sangat indah,” kata Khairum.
Masjid Kapal
Masjid bernama lengkap Masjid Safinatun Najah ini terletak di Kelurahan Podorejo, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, Jawa Tengah. Masjid yang dibangun pada 2015 itu mengambil bentuk yang sangat unik, yakni kapal. Karena itu, selain menjadi tempat ibadah, masjid juga kerap dikunjungi wisawatan.
Berdiri di lahan seluas 2.500 meter persegi, bangunan masjid memiliki panjang 50 meter, lebar 17 meter, dan tinggi 14 meter. Masjid itu memiliki empat lantai. Lantai teratas digunakan untuk tempat foto atau melihat pemandangan hamparan sawah dan hujan jati di sekeliling.
Lihat juga: Wisata Religi ke Masjid "Bahtera Nabi Nuh" Semarang
Sutar (67), takmir Masjid Kapal, mengatakan, sejak pertama kali dibuka pada 2015 hingga sebelum pandemi, rata-rata kunjungan mencapai 3.000 orang per hari. Pengunjung dikenai tarif masuk Rp 3.000 per orang. Sebagian uang itu disetorkan kepada Dinas Pariwisata Kota Semarang dan sebagian lagi untuk membiayai operasional masjid, termasuk membayar gaji karyawan yang mengurus kunjungan wisata.
Masjid Safinatun Najah didirikan seseorang bernama Muhammad. Menurut Sutar, Muhammad berasal dari Arab Saudi yang telah lama tinggal di Kota Pekalongan. Ia memilih membangun masjid berbentuk kapal karena terinspirasi cerita Nabi Nuh dengan bahteranya. Nama Safinatun Najah juga dipilih Muhammad karena berarti kapal penyelamat.
Berkat keberadaan masjid, warga sekitar yang dulunya bekerja sebagai kuli bangunan dan petani bisa menjual makanan di sekitar masjid.
”Abah Muhammad yang dasarnya memang senang dengan kisah tentang kapal Nabi Nuh pernah jalan-jalan ke Afrika dan melihat sebuah masjid berbentuk kapal. Ia kemudian kepingin membangun masjid seperti itu,” ucap Sutar.
Sesuai arti namanya, Muhammad juga ingin masjid itu bisa menyelamatkan masyarakat yang ada di sekitarnya. ”Berkat keberadaan masjid, warga sekitar yang dulunya bekerja sebagai kuli bangunan dan petani bisa menjual makanan di sekitar masjid. Tanah-tanah di sekitar Desa Podorejo yang dulunya murah, sejak ada masjid itu menjadi semakin mahal,” kata Sutar.
Keunikan aristektur masjid itu membuat orang-orang penasaran kemudian datang. Pengunjung Masjid Kapal berasal dari sejumlah daerah di Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa, seperti Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.
Baca juga: Mengunjungi Masjid Terbesar Eropa di Roma