Pengamatan Hilal Awal Ramadhan 1443 Hijriah di Malang Terkendala Cuaca
Cuaca diprediksi menghambat pengamatan hilal penentuan awal Ramadhan 1443 H di Malang. Umat juga diminta tidak mempersoalkan jika terjadi perbedaan pendapat soal datangnya awal puasa.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Pengamatan bulan baru atau rukyatul hilal penentuan awal Ramadhan 1443 Hijriah di Kabupaten Malang, Jawa Timur, Jumat (1/4/2022) sore, diperkirakan bakal terkendala cuaca. Malang menjadi salah satu dari 34 titik pemantauan hilal di seluruh Indonesia.
Dari pengamatan Kompas, mendung telah merundung kawasan Malang Raya sejak pukul 10.00. Bahkan di Kota Malang, hujan deras sudah turun sekitar pukul 11.30, jeda sebentar, lalu gerimis lagi. Kondisi ini berlangsung berulang.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Geofisika Kelas III Malang di Karangkates, Mamuri, mengatakan, cuaca yang kurang bersahabat berpotensi menghalangi pemantauan awal bulan baru.
”Sore ini cuaca diprediksi hujan, tetapi kami tetap melakukan pengamatan hilal. Jadi kendalanya lebih ke hujan karena musim hujan saat ini agak bergeser mundur. Tadinya, musim hujan diperkirakan berakhir akhir Maret, tetapi mundur sampai Mei,” ujarnya.
Di Kabupaten Malang, pengamatan hilal tahun ini dilakukan dari atap lantai sembilan Kantor Bupati Malang di Kepanjen. Tempat ini kembali dipilih karena lokasi pemantauan biasanya di Pantai Ngliyep, Kecamatan Donomulyo yang menghadap langsung ke Samudra Indonesia belum layak dipakai setelah terkena angin kencang beberapa waktu lalu.
Pengamat BMKG Stasiun Geofisika Kelas III Malang tengah mengamati gerhana matahari cincin sebagian di Bendungan Ir Sutami, Karangkates, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Minggu (21/6/2020).
Mamuri menjelaskan, berdasarkan data BMKG, tinggi hilal di seluruh Indonesia sore ini 1,12 derajat-2,19 derajat untuk seluruh Indonesia. Adapun untuk wilayah Kepanjen diperkirakan 2 derajat dengan elongasi 3 derajat.
Adapun persyaratan imkanur rukyah atau pertimbangan kemungkinan terlihat hilal, biasanya di atas 2 derajat. ”Namun, kami masih menunggu keputusan Kementerian Agama dalam Sidang Isbat nanti malam terkait kapan awal puasa,” katanya.
Sebelumnya, dalam pertemuan ahli falak oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag, ada kesepakatan soal penentuan hilal awal Ramadhan 3 derajat dengan elongasi 6,4 derajat. Konsep ini berbeda dengan sebelumnya saat penentuan awal bulan baru mensyaratkan ketinggian hilal 2 derajat dengan elongasi 3 derajat.
Pertemuan tersebut dihadiri kementerian agama dari Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, dan Indonesia. ”Namun, sekali lagi ini kita mesti menunggu sidang isbat untuk penentuan awal Ramadhan kali ini,” ucap Mamuri.
Sementara itu, Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Malang, Mustain, berharap masyarakat di Malang tidak mempersoalkan jika nantinya terjadi perbedaan mengenai awal Ramadhan. Semuanya, menurut Mustain, memiliki dasar masing-masing, baik itu yang didasarkan metode rukyatul hilal maupun hisab (penghitungan).
Yang terpenting, lanjut Mustain, umat memanfaatkan datangnya Ramadhan dengan beribadah. ”Jika terjadi perbedaan, saya berharap semua masyarakat memahami bahwa itu sudah sering terjadi sehingga tidak perlu diperdebatkan lagi. Tidak ada yang salah,” ujarnya.
Masyarakat di Malang diminta tidak mempersoalkan jika nantinya terjadi perbedaan mengenai awal Ramadhan. Semuanya memiliki dasar masing-masing, baik itu yang didasarkan metode rukyatul hilal maupun hisab.
Terkait pelaksanaan ibadah, terutama shalat Tarawih berjemaah di mushala atau masjid, Mustain mengatakan, pihaknya tetap mengacu ketentuan yang diterapkan pada level pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dan kearifan lokal.
”Masyarakat yang lebih mengetahui karena di sana ada Gugus Covid-19, baik di tingkat kecamatan maupun desa. Di sana juga ada bhabinkamtibmas (bhayangkara pembina keamanan dan ketertiban masyarakat), babinsa (bintara pembina desa), kami kira mereka sudah paham,” ucapnya.