Bermasalah Hukum, Malaysia Deportasi 236 WNI lewat Nunukan
Dari 236 WNI yang dideportasi, sebagian besar merupakan pekerja migran tanpa dokumen. Mereka juga melanggar sejumlah aturan hukum, seperti narkotika dan perbuatan kriminal lainnya.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Pemerintah Malaysia mendeportasi 236 warga negara Indonesia atau WNI melalui jalur laut ke Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Sebagian besar merupakan pekerja migran tanpa dokumen resmi. Kasus berulang ini menjadi pekerjaan rumah pemerintah Indonesia.
Para WNI itu dipulangkan lantaran memiliki kasus hukum di Malaysia, seperti pelanggaran keimigrasian, kasus narkoba, atau perbuatan kriminal lainnya. Pemerintah Malaysia memulangkan mereka dengan dua feri dari Tawau, Malaysia.
Menurut data Konsulat Republik Indonesia (KRI) di Tawau, mereka terdiri dari 180 pria dewasa dan 40 wanita dewasa. Adapun sisanya 16 anak yang masih bergantung kepada orangtua. Mereka berasal dari Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi, NTT, dan beberapa daerah lain.
”Mereka dipulangkan Kamis (31/3/2022). Semuanya sudah menjalani masa hukuman. Para WNI juga telah mendapatkan vaksin lengkap jenis Pfizer dan dites PCR sebelum berlayar ke Nunukan, Kaltara,” ujar Pelaksana Fungsi Penerangan Sosial dan Budaya KRI di Tawau Emir Faisal, dihubungi dari Balikpapan, Jumat (1/4/2022).
Di Kalimantan Utara, para WNI ditangani Badan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Nunukan. Dari pendataan itu, sebagian besar WNI yang dipulangkan merupakan pekerja migran ilegal. Artinya, mereka masuk ke Malaysia tanpa dokumen dan tidak melalui jalur resmi.
”Ada 135 orang yang merupakan pekerja migran ilegal. Beberapa bahkan tidak punya KTP,” ujar Kepala BP2MI Nunukan Jaya Ginting.
Para WNI itu dipulangkan lantaran memiliki kasus hukum di Malaysia, seperti pelanggaran keimigrasian, kasus narkoba, atau perbuatan kriminal lainnya.
Ginting menyatakan, pihaknya saat ini sedang berkoordinasi dengan sejumlah instansi untuk bisa menerbitkan KTP bagi WNI tersebut sebelum dipulangkan. Selain itu, pihaknya berupaya mencari solusi agar para WNI memiliki perbekalan dan keterampilan memadai sebelum pulang ke kampung halaman.
Kasus berulang
Kejadian ini merupakan proses deportasi pertama di tahun 2022 di jalur Nunukan. Kasus deportasi ini terjadi setiap tahun dan masih menjadi pekerjaan rumah bagi Pemerintah Indonesia.
Pasalnya, kasus yang selalu muncul adalah WNI yang berangkat ke Malaysia tanpa dokumen. Bahkan, sebagian tak memiliki kartu identitas. Hal ini membuat WNI rentan tak mendapat pekerjaan layak di negeri jiran. Selain itu, mereka rentan berurusan dengan hukum karena melanggar aturan keimigrasian.
Terkecuali bagi WNI yang memiliki kasus kriminal, Ginting memberi opsi kepada WNI itu untuk bekerja di perusahaan perkebunan di Nunukan. Peluang itu boleh diambil sesuai dengan kebutuhan para WNI.
Ginting juga akan berkoordinasi dengan TNI dan Polri di perbatasan guna memperketat pengawasan. Sebab, para WNI tanpa dokumen berangkat melalui ”jalur tikus” yang jumlahnya ratusan di perbatasan darat dan laut Kalimantan Utara-Malaysia.
Dihubungi terpisah, Kepala Bagian Humas dan Protokol Sekretariat Daerah Kabupaten Nunukan Hasan Basri mengatakan, Pemkab Nunukan sudah menyiapkan program bantuan kepada warga Nunukan yang dideportasi saat pandemi Covid-19.
Selain itu, Pemkab Nunukan menjalin kerja sama dengan beberapa perusahaan untuk memberi pekerjaan kepada WNI dengan upah yang sama dengan di Malaysia. Selain perusahaan sawit, beberapa perusahaan perkebunan lain di Nunukan bersedia menampung para WNI yang dideportasi.
”Gaji yang ditawarkan perusahaan 1.000-3.000 ringgit Malaysia per bulan. Itu setara Rp 3,4 juta-Rp 10 juta dengan kurs Rp 3.400 per ringgit Malaysia,” ujar Hasan.
Akan tetapi, tak semua tertarik dengan tawaran tersebut. Apalagi, perkebunan di Nunukan letaknya jauh dari pusat keramaian. Dari hasil wawancara Pemkab Nunukan dengan para WNI, mereka tetap ingin bekerja di perkebunan Malaysia yang lokasinya dekat dengan pusat kota dan pendidikan.
”Kami mendorong mereka untuk menyiapkan berbagai dokumen resmi jika benar-benar ingin kembali ke Malaysia. Itu sebagai perlindungan dasar warga kami di luar negeri,” kata Hasan.