Kenali, Sayangi, dan Lindungi Gajah Sumatera
Kehidupan gajah sumatera kian terancam. Kaum milenial mesti peduli dan tidak boleh berdiam diri. Saatnya kaum milenial bergerak dalam upaya pelestarian gajah sumatera.
Kehidupan gajah sumatera kian terancam. Kaum milenial mesti peduli dan tidak boleh berdiam diri. Kenali gajah sumatera maka rasa sayang akan tumbuh. Satwa liar ini butuh perlindungan.
Elva Satriadewi (21), mahasiswa asal Sumatera Barat, tersenyum menyaksikan tingkah tiga gajah jinak di Conservation Response Unit (CRU) Sampoiniet, Kabupaten Aceh Jaya, Provinsi Aceh, Sabtu (26/3/2022).
Meski sudah jinak, saat mahout atau pawang gajah menyuruh membuka mulut, gajah itu justru berbalik badan dan menjauh dari orang. Walaupun jinak, tidak semua perintah dari mahout dituruti gajah. Terkadang sifat liar gajah muncul juga.
Baru kali ini Elva melihat langsung gajah sumatera. Dia merekam aktivitas gajah itu dengan gawainya. Dia cukup beruntung karena mendapat kesempatan bermain dan memandikan gajah.
Baca juga: Konflik antara Manusia dan Gajah Harus Segera Diakhiri
”Saya baru tahu ternyata ada regulasi dan badan khusus yang melindungi gajah,” kata Elva.
Elva kuliah di Jurusan Teknik Geologi, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Ia tidak mau hanya menghabiskan waktu untuk urusan kampus saja. Selama di Aceh dia ingin menyelami ”Tanah Rencong” lebih dalam dengan mengenal budaya hingga alamnya.
Karena itu pula saat tahu ada kegiatan ”Elephant Covervation Camp” khusus untuk mahasiswa dia langsung mendaftar. Dia ingin belajar tentang gajah, satwa lindung ikonik di Indonesia.
Kegiatan itu digelar Sahabat Alam Lestari (Sali) dari 25 Maret hingga 27 Maret 2022. Kegiatan itu diikuti 30 mahasiswa dari sejumlah kampus di Aceh.
Selama di CRU Sampoiniet peserta diberi pemahaman tentang hutan, kehidupan gajah, dan penyusunan rencana kampanye perlindungan gajah.
Baca juga: Tantangan Berbagi Damai dengan ”Abang Kul”, Si Gajah Sumatera
Aisyah (21), mahasiswa Universitas Syiah Kuala asal Sumatera Utara, juga girang saat memandikan gajah.
”Aku suka alam, tetapi baru kali ini belajar tentang gajah,” kata Aisyah.
Menyatu dengan alam
Tiga hari berada di CRU Sampoiniet mereka berusaha menyatu dengan alam. Peserta menginap di tenda dan makan menu ala kampung.
Di sana tidak terjangkau jaringan internet sehingga peserta fokus mengikuti materi, lalai bermain gawai.
Koordinator CRU Sampoiniet Samsul Rizal memperkenalkan CRU dan gajah jinak kepada peserta. CRU itu diresmikan pada 2008. Eskalasi konflik satwa di Aceh Jaya meningkat melatarbelakangi perlunya dibangun pusat mitigasi konflik.
Sebanyak empat gajah jinak didatangkan ke CRU Sampoiniet. Satu ekor mati, kini tersisa tiga ekor, yakni Aziz, jantan, 33 tahun; Isabella, betina, 38 tahun; dan Johanna, betina, 24 tahun. Gajah-gajah itu awalnya gajah liar berkonflik yang kemudian ditangkap untuk dijinakkan.
”Konflik terjadi karena home range (daerah jelajah) gajah telah rusak sehingga gajah mencari jalur lain,” kata Rizal.
Untuk satu kelompok gajah, menurut Rizal, membutuhkan sekitar 200 kilometer area jelajah berbentuk lingkaran. Gajah-gajah itu akan berjalan dan makan sembari mengitari jalur itu sepanjang hidupnya. Kelompok gajah dipimpin gajah betina. Namun, tatkala jalur jelajah dirambah, pakan alami berkurang, gajah-gajah keluar dari jalurnya.
”Mereka cari jalur lain. Sebenarnya gajah bukan masuk ke perkebunan warga, tetapi mereka menghindari saat ada gangguan di jalurnya,” katanya.
Dalam tatanan ekosistem, gajah adalah agen reboisasi alami. Tumbuhan dan buah-buahan yang dimakan dikeluarkan melalui feses menjadi benih tanaman. Secara alami benih itu tumbuh menjadi pohon. Tanpa campur tangan manusia alam dapat merawat diri sendiri.
Baca juga: Anak Gajah Itu Mati dengan Belalai Diamputasi
Akan tetapi, laju deforestasi tidak terbendung. Hutan disalin menjadi perkebunan, baik secara ilegal maupun legal. Tambang ilegal, pembalakan, dan pembangunan infrastruktur membuat jalur jelajah gajah rusak, dampaknya konflik kian masif.
Konflik gajah
Data dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, pada 2016-2021 terjadi sebanyak 542 kali konflik gajah. Konflik tersebar di 16 kabupaten/kota di Aceh. Daerah dengan konflik tinggi adalah Kabupaten Aceh Timur, Pidie, Aceh Jaya, dan Aceh Utara.
Konflik pula menjadi pemicu kematian gajah terbesar. Sejak 2015 hingga 2021, 63 gajah di Aceh mati. Penyebab kematian, 10 gajah karena diburu, 16 gajah karena sakit atau mati alami, dan 27 gajah karena konflik.
Adapun populasi gajah di Aceh saat ini diperkirakan 539 ekor. Dengan kematian rata-rata per tahun 10 gajah, dikhawatirkan 50 tahun lagi gajah punah. Semakin miris 85 persen populasi gajah kini berada di luar kawasan konservasi.
Meski demikian, survei terbaru tentang populasi gajah diperlukan sebab belakangan banyak ditemukan gajah berusia anak di alam liar. Artinya, perkembangbiakan secara alami masih terjadi.
Menurut Rizal, kehadiran CRU untuk meredam konflik. Pada saat gajah liar mendekati permukiman, tim patroli akan mengusir ke hutan. Cara mengusirnya dengan menyalakan petasan atau menggunakan gajah jinak.
”Kadang gajah jinak kita tidak berani karena kalah besar dengan gajah liar,” ujar Rizal.
Malam itu, saat peserta sedang diskusi, tim CRU mendapat laporan adanya gajah liar masuk ke perkebunan. Dalam gelap malam mereka menerobos hutan untuk mengusir gajah.
Baca juga: Penyusutan Senyap Populasi Gajah Sumatera
”Kami harus selalu siap siaga. Respons cepat penting untuk mencegah gajah masuk ke permukiman,” kata Rizal.
Selain sebagai pusat mitigasi konflik, CRU juga menjadi obyek wisata alam dan pusat edukasi tentang gajah. Dalam sebulan sekitar 50 orang berkunjung ke CRU, paling banyak kalangan mahasiswa.
Kepada semua pengunjung, Rizal selalu mengajak terlibat dalam aksi perlindungan gajah. ”Kenali dulu kemudian rasa sayang akan tumbuh, jika sudah sayang, kita akan melindunginya,” kata Rizal.
Koordinator kegiatan Elephant Covervation Camp Siti Maulizar mengatakan, pelibatan mahasiswa atau kaum milenial dalam kampanye konservasi penting. Mereka dapat mengambil peran melakukan kampanye kreatif di media sosial.
”Kami berharap mereka lebih peduli pada lingkungan,” kata Siti.
Walakin, peduli saja tidak cukup. Sudah saatnya mereka terlibat dalam aksi kampanye perlindungan gajah.
Baca juga: Memburu Jaringan Pemburu Satwa Dilindungi