Prajurit Marinir yang Gugur di Papua Dimakamkan di Kupang
Praka Marinir (Anumerta) Wilson Anderson Here, yang gugur akibat penyerangan kelompok separatis teroris Papua, dimakamkan di kampung halamannya, Kota Kupang, NTT, Rabu (30/3/2022).
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN, FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Prajurit Kepala Marinir (Anumerta) Wilson Anderson Here, yang gugur akibat penyerangan kelompok separatis teroris Papua, dimakamkan di kampung halamannya, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, Rabu (30/3/2022). Gubernur NTT berharap tak ada lagi korban jatuh di Papua dan kedamaian tercipta.
Pemakaman secara militer itu dipimpin oleh Komandan Pasukan Marinir 2 Brigadir Jenderal TNI (Mar) Suherlan. Turut hadir sejumlah pejabat daerah, di antaranya, Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat, Kepala Polda NTT Inspektur Jenderal Setyo Budianto, dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Daerah Provinsi NTT Brigadir Jenderal (TNI) Adrianus San.
Suherlan mengatakan, atas nama bangsa dan negara, pihaknya berbelasungkawa atas gugurnya Wilson dalam tugas kedinasan menjaga keamanan di Papua. ”Memohon kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan, kesabaran, dan kekuatan dalam menghadapi cobaan ini,” katanya.
Wilson adalah prajurit Pasukan Marinir 2 yang gugur akibat penyerangan kelompok separatis teroris Papua (KSTP) di Pos Quary Bawah, Distrik Kenyam, Kabupaten Nduga, Papua, pada Sabtu (26/3/2022). Wilson gugur bersama Letnan Dua Marinir Mohamad Iqbal. Iqbal berasal dari Sulawesi Tenggara.
Jenazah Wilson dan Iqbal diterbangkan ke kampung halaman masing-masing pada Senin (28/2/2022). Oleh karena itu, Suherlan mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, mulai dari proses evakuasi korban dari Papua hingga pemakaman.
Sementara itu, Viktor juga menyampaikan bahwa pemerintah dan masyarakat NTT sangat berduka atas gugurnya seorang marinir yang berkorban dalam tugasnya untuk bangsa dan negara. ”Di sisi lain kita merasa sedih tetapi juga berbangga karena kehadiran marinir Wilson di daerah Papua itu berkorban sebagai martir untuk menjaga kedaulatan negara,” katanya.
Ia berharap, pengorbanan Wilson dan mereka yang gugur dalam serangan KSTP jangan sampai sia-sia. Pengorbanan mereka harus membuka jalan bagi terciptanya perdamaian di Tanah Papua. Jangan ada lagi korban berjatuhan di sana, baik dari aparat maupun masyarakat sipil, seperti yang terjadi selama ini.
”Kami harapkan pemerintah pusat mengambil langkah-langkah yang konstruktif agar permasalahan di Papua dapat berakhir dan tidak ada lagi korban. Masyarakat atau kelompok yang melakukan pertikaian juga bisa berakhir karena sudah banyak prajurit yang gugur di sana dan semoga berakhir dengan perdamaian yang kita inginkan,” ucapnya.
Secara terpisah, Wakil Kepala Penerangan Komandan Daerah Militer XVII/Cenderawasih Letnan Kolonel (Inf) Candra Kurniawan, di Jayapura, menyatakan, seluruh jajaran TNI di Kabupaten Nduga siaga mengantisipasi serangan kelompok Egianus Kogoya. Kelompok ini menyerang pos marinir sehingga menewaskan Iqbal dan Wilson serta melukai delapan prajurit lainnya.
Menurut Candra, kelompok tersebut menyerang dengan senjata pelontar granat. Iqbal meninggal saat kejadian karena mengalami luka parah pada lengan kanan, sementara Wilson meninggal pada Minggu dini hari setelah mengalami kondisi kritis karena luka parah di perut.
Kelompok Egianus menggunakan senjata pelontar granat yang dirampas dari aparat keamanan pada tahun 2020 di Nduga.
”Anggota TNI yang bertugas di Nduga tetap melaksanakan program humanis di tengah masyarakat. Namun, anggota juga harus tetap mewaspadai serangan dengan senjata pelontar granat,” kata Candra.
Kelompok Egianus juga terlibat penyerangan terhadap 28 pekerja PT Istaka Karya pada 2 Desember 2018 di Bukit Kabo, Distrik Yigi, Nduga. Sebanyak 17 orang meninggal, 7 orang selamat, dan 4 pekerja belum ditemukan hingga saat ini.
Sementara itu, Wakil Kepala Operasi Satgas Damai Cartenz Komisaris Besar Faizal Ramadhani melaporkan, sebanyak 85 personel Satgas Damai Cartenz kini berada di Nduga. Mereka juga bersiaga dan mengantisipasi serangan kelompok Egianus dengan menggunakan senjata berat.
Menurut dia, kelompok Egianus menggunakan senjata pelontar granat yang dirampas dari aparat keamanan pada tahun 2020 di Nduga. ”Mereka memiliki dua pucuk senjata pelontar granat dan satu pucuk senjata FN Minimi. Senjata Minimi dapat melepaskan 1.000 butir amunisi dalam waktu satu menit saja,” tutur Faizal.