Seorang Ayah di Likupang Dipolisikan karena Perkosa Anak Kandung dan Anak Tiri
Seorang ayah di Minahasa Utara, Sulawesi Utara, diringkus polisi karena memerkosa anak kandung dan anak tirinya selama beberapa tahun terakhir. Daftar kasus kekerasan seksual di Sulut pun bertambah panjang.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
MANADO, KOMPAS — YK (42), seorang ayah di Minahasa Utara, Sulawesi Utara, diringkus polisi karena memerkosa anak kandung dan anak tirinya selama beberapa tahun terakhir. Kasus ini menambah daftar panjang kekerasan seksual di Sulut ketika beberapa kasus lain belum terselesaikan.
Melalui keterangan yang diterima Kompas, Kamis (24/3/2022), Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Likupang Inspektur Satu Iwan Toani mengatakan, YK telah ditahan sejak Senin (21/3/2022) setelah dilaporkan oleh ibu salah satu korban. Laporan resmi baru dibuat keesokan harinya karena pelapor harus melampirkan akta kelahiran korban.
”Saya sudah berkoordinasi dengan hukum tua (kepala desa) setempat. Laporan polisi baru bisa dibuat setelah pelapor membawa akta kelahiran korban untuk membuktikan bahwa korban masih di bawah umur (belum berusia 18 tahun). Kemudian, baru pemeriksaan dilaksanakan,” kata Iwan.
YK adalah warga Desa Palaes di Kecamatan Likupang Barat. Berdasarkan pemeriksaan awal di Kepolisian Resor (Polres) Minahasa Utara, ia mengaku telah memerkosa SL (26), anak tirinya, pada 2008 ketika masih berusia 12 tahun. Ia juga mengaku memerkosa MK (12), anak kandungnya sendiri, pada 17 Februari 2022.
Hukum Tua Palaes Grace Morong mengatakan, ia sempat mendapat laporan dari korban dan orangtuanya, tetapi tidak mengetahui detailnya. ”Yang urus waktu itu babinsa (bintara pembina desa) dan babinpotmar (bintara pembina potensi maritim) di desa. Pelaku juga sudah mengaku,” ujarnya.
Penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Minahasa Utara juga mengungkap YK melakukan kejahatan tersebut terhadap SL sebanyak tiga kali dan terhadap MK sembilan kali. Hingga kini, pemeriksaan masih berlanjut. Keadaan fisik dan psikis kedua korban saat ini belum diketahui.
Kapolres Minahasa Utara Ajun Komisaris Besar Bambang Yudi Wibowo mengatakan, ayah cabul itu diancam hukuman paling lama 15 tahun penjara karena melanggar Pasal 76D Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Lama hukuman juga dapat bertambah sepertiga dari ancaman karena YK adalah orangtua dari kedua korban.
Pemerkosaan yang dilakukan YK adalah kasus kekerasan seksual terbaru yang terjadi di Sulut. Sebelumnya, CT (10), anak perempuan penderita leukemia, sempat diduga mengalami kekerasan seksual sebelum meninggal pada Januari 2022. Ia sempat mengalami perdarahan berat di kelaminnya yang sulit berhenti akibat kanker darah yang dideritanya.
Kasus tersebut mengundang kemarahan publik yang direspons dengan kerja sama antara Kepolisian Daerah (Polda) Sulut, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Sulut, serta tim dokter Rumah Sakit umum Pusat (RSUP) Prof dr RD Kandou. Kendati begitu, hingga kini tidak ada lagi kabar terkait penyelesaian kasus tersebut.
Menurut data Polda Sulut, terdapat 296 laporan kasus kekerasan seksual selama 2021. Laporan itu terbagi atas 271 kasus pencabulan dan 25 kasus pemerkosaan. Jumlah laporan memang menurun dibandingkan dengan 365 aduan sepanjang 2020, yakni 331 kasus pencabulan dan 34 kasus pemerkosaan.
Namun, kekerasan seksual menjadi kriminalitas menonjol yang paling sering terjadi di Sulut selama 2020-2021 dengan korban dari kelompok usia anak ataupun dewasa. Jumlah laporan pencurian kendaraan bermotor di peringkat kedua, bahkan tidak sampai setengah jumlah laporan kekerasan seksual.
Di samping itu, ada pula dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh dosen Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (FH Unsrat), Manado, yaitu VZL, terhadap D, mahasiswinya. Dugaan tersebut mencuat pada Februari lalu setelah disuarakan Lembaga Advokasi Mahasiswa (LAM) FH Unsrat.
Wakil Dekan III Fakultas Hukum (FH Unsrat) Toar Palilingan mengatakan, pemeriksaan di tingkat fakultas sudah tuntas dengan rekomendasi yang bersifat final. Kini, penanganan berada di tangan rektorat. Namun, rektorat belum mengambil tindakan apa pun.
”Tetapi, di atas (rektorat) mungkin masih banyak kesibukan, seperti proses pemilihan rektor. Ada banyak kegiatan, jadi penyelesaian kasus ini sedikit tertunda. Namun, saya pastikan kasus ini dimonitor secara nasional oleh Kementerian (Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi). Kasus tidak mungkin mengendap dan akan diambil alih kementerian jika tidak diselesaikan,” kata Toar.