Dalam 14 hari, petambang ilegal mengeruk lahan 3,4 hektar di kawasan konservasi Taman Hutan Raya Bukit Soeharto yang masuk dalam KSN IKN. Mereka beraksi dengan menyatakan dapat perlindungan dari Kodam VI/Mulawarman.
Oleh
SUCIPTO
·4 menit baca
TENGGARONG, KOMPAS — Taman Hutan Raya Bukit Soeharto di Kalimantan Timur kembali ditambang secara ilegal. Kurang dari sebulan, para petambang tak berizin itu mengeruk lahan sekitar 3,4 hektar yang sudah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional Ibu Kota Negara Nusantara. Bahkan, mereka berani mengaku dibekingi aparat TNI sehingga lancar menjalankan aksi.
Pada Kamis (24/3/2022) pukul 20.30 Wita, puluhan anggota Polisi Militer Kodam (Pomdam) VI/Mulawarman mendatangi sebuah lokasi di Desa Bukit Merdeka, Kabupaten Kutai Kartanegara. Di antara pohon karet dan sawit, mereka mendapati ekskavator mengeruk lahan dengan penerangan dua lampu tembak.
Mereka mendatangi lokasi itu lantaran mendapat laporan warga bahwa ada aktivitas tambang ilegal yang mengaku mendapat perlindungan dari Panglima Kodam VI Mulawarman. Oleh karena itu, warga di sekitarnya tak ada yang berani mengganggu aktivitas tersebut.
”Malam itu juga kami menyetop aktivitas tambang itu. Perlu saya tekankan, Kodam VI Mulawarman ataupun Pangdam VI Mulawarman tidak pernah melakukan pembekingan terhadap penambangan liar yang ada di wilayah Kaltim,” ujar Kepala Penerangan Kodam VI Mulawarman Kolonel Infanteri Taufik Hanif saat meninjau lokasi, Jumat (25/3/2022).
Anggota TNI kemudian memeriksa tiga orang yang ada di lokasi. Mereka adalah RW sebagai koordinator di lapangan serta A dan M sebagai pemodal aktivitas tersebut.
Lokasi itu berada di Kilometer 48 Jalan Soekarno-Hatta. Dari jalan utama, perlu masuk sekitar 1 kilometer ke sebuah gang menuju timur. Lokasi yang ditambang persis berada di tepi jalan di antara pohon sawit dan karet.
Di sana, jalan tanah dengan lebar sekitar 6 meter sudah dibuka di kanan dan kiri jalan. Sekitar 50 meter menyusuri jalan itu, terdapat tumpukan batubara setinggi 6 meter dan sebuah ekskavator kuning.
Di belakangnya, ada lubang menganga dengan genangan air coklat. Jika dilihat dari tanah yang belum digali, mereka sudah memapras bukit dan menggali tanah sedalam 10 meter. Itu semua dikerjakan di lahan sekitar 3,4 hektar.
Dari pemeriksaan awal TNI, penambangan ilegal itu sudah dilakukan sejak 9 Maret 2022. Artinya, mereka baru beraksi selama 14 hari. Aksi mereka terbilang cepat. Dalam kasus sebelumnya, 1 hektar lahan biasanya digarap dalam waktu sebulan oleh petambang ilegal.
Aksi cepat mereka itu disokong oleh banyaknya alat berat yang digunakan. Di lapangan, terdapat 10 ekskavator, 7 unit truk, dan 1 tangki minyak berkapasitas 5.000 liter. Kemungkinan, pemodal mengucurkan banyak uang untuk aktivitas ini.
Malam itu juga kami menyetop aktivitas tambang itu. Perlu saya tekankan, Kodam VI Mulawarman ataupun Pangdam VI Mulawarman tidak pernah melakukan pembekingan terhadap penambangan liar yang ada di wilayah Kaltim.
Sebagai gambaran, harga sewa ekskavator standar produksi sebelum 2014 di Kaltim sekitar Rp 150.000 per jam. Dengan asumsi kegiatan itu bekerja 24 jam, setidaknya dalam 14 hari pemodal sudah mengeluarkan Rp 504 juta untuk sewa 10 ekskavator.
Taufik menjelaskan, saat ini TNI berkoordinasi dengan Balai Penegakkan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan. Sebab, pertambangan ilegal ini beroperasi di Taman Hutan Raya Bukit Soeharto, wilayah konservasi sekaligus untuk penelitian dan pendidikan.
Dihubungi terpisah, Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan Edward Hutapea menyatakan, pihaknya akan memastikan lebih detail lokasi pasti penambangan ilegal itu. Hal itu akan memperkuat bukti perusakan lingkungan di kawasan konservasi.
”Lokasi dimaksud diduga adalah bagian dari kawasan hutan, yakni Tahura Bukit Suharto. Kami akan dalami melalui ahli di Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah IV Samarinda,” kata Edward melalui pesan Whatsapp.
Pihaknya saat ini masih melakukan pendalaman kasus untuk mengetahui siapa saja yang terlibat. Selain itu, pihaknya berkomitmen akan mengusut mata rantai bisnis ilegal ini.
Puluhan anggota diturunkan untuk sekaligus melakukan pengawasan. Sebab, Tahura Bukit Soeharto termasuk dalam Kawasan Strategis Nasional Ibu Kota Negara Nusantara yang memiliki luas daratan 256.142 hektar.
”Memang Tahura Bukit Soeharto termasuk dalam wilayah IKN, tetapi yang menjadi kuncinya adalah ini dilakukan dalam rangka pengamanan kawasan hutan sekaligus mendukung keberadaan IKN sebagai forest city,” katanya.
Kasus berulang
Kasus penambangan ilegal di Tahura Bukit Soeharto bukan hanya kali ini saja. Terakhir, Direktorat Jenderal Gakkum KLHK merilis kasus serupa yang juga dilakukan di Tahura Bukit Soeharto pada Kamis (24/3). Mereka menetapkan tiga tersangka.
KLHK mencatat, setidaknya terdapat 1.751,7 hektar lubang tambang menganga di kawasan pengembangan IKN Nusantara di Kecamatan Samboja. Sejumlah lubang teridentifikasi di tutupan hutan yang berfungsi sebagai koridor satwa.
Beberapa lubang lainnya bahkan terdapat di Taman Hutan Raya Bukit Soeharto. KLHK juga mencatat, lubang-lubang itu digenangi air yang amat berbahaya jika dikonsumsi.
Dari pengukuran KLHK, kadar pH air dalam lubang tambang di sana berkisar 2,1-5,8. Angka itu jauh di bawah standar air minum yang layak dikonsumsi manusia. Menurut Environmental Protection Agency (EPA) di Amerika Serikat, tingkat pH air layak minum bagi manusia ada di kisaran 6,5 hingga 8,5.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim menuntut penegak hukum tak berhenti dengan menetapkan tersangka para pekerja di lapangan. Organisasi yang fokus di isu tambang ini meminta rantai bisnis tambang ilegal dipangkas habis, mulai dari pemodal, petambang, pemilik alat berat, hingga pembeli batubara yang ditambang tanpa izin.
”Ini bentuk kelemahan sistem penegakan hukum. Padahal, tak sedikit pemodalnya justru orang yang terhubung dengan pertambangan legal, politisi, hingga sejumlah oknum aparat,” kata Dinamisator Jatam Kaltim Pradarma Rupang.