Antre Solar Berjam-jam di Lampung, Operasional Angkutan Terganggu
Sopir truk angkutan barang mengeluhkan sulitnya mendapatkan solar di Lampung. Mereka harus antre berjam-jam sehingga mengganggu operasional pengiriman barang, apalagi jelang Ramadhan, angkutan barang meningkat.
Oleh
VINA OKTAVIA
·4 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Sopir truk angkutan barang mengeluhkan sulitnya mendapatkan bahan bakar minyak jenis biosolar di Lampung. Mereka harus antre berjam-jam di stasiun pengisian bahan bakar minyak sehingga menghambat operasional truk angkutan barang.
Pantauan Kompas pada Kamis (24/3/2022), antrean truk terlihat di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Lampung Selatan. Antrean didominasi truk angkutan barang. Kendaraan jenis lain, seperti bus, mobil bak terbuka, dan minibus, juga terlihat antre sejak pagi. Kondisi itu terjadi hampir setiap hari sejak dua pekan terakhir.
Riyanto (39), sopir truk angkutan barang, mengaku antre sejak pukul 09.00 untuk mendapatkan solar di SPBU Tanjung Sari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Ia tetap antre meskipun belum mendapat kepastian kapan pasokan biosolar akan tiba di SPBU tersebut.
”Saya sudah dua hari mencari solar di beberapa SPBU, tapi belum dapat . Jadi mending nunggu di sini karena masih ada harapan pasokan solar akan dikirim,” kata Riyanto.
Dia sudah mencari solar di SPBU yang ada di sepanjang Jalan Lintas Sumatera di Kecamatan Natar. Namun, Riyanto kehabisan stok meskipun sudah antre berjam-jam.
Akibat sulitnya mencari solar, pekerjaaannya mengantarkan minuman kemasan dari Lampung ke Bengkulu menjadi terhambat. Ia menyebut, kondisi itu tidak hanya terjadi di Lampung, tapi juga di Bengkulu sejak satu bulan terakhir.
Kelangkaan solar juga berimbas pada pelaku jasa angkutan lokal. Supri (35), pemilik mobil bak terbuka yang menjalankan usaha jasa pengiriman barang antarkabupaten, menuturkan, dia tidak mendapatkan keuntungan jika harus membeli Dexlite karena harganya jauh lebih mahal, yakni Rp 13.250 per liter. Sementara harga biosolar Rp 5.150 per liter.
Waktu habis untuk mengantre solar di SPBU. Kami lelah dan pekerjaan jadi tidak efektif. (Supri)
Ia berharap, pemerintah segera mencari solusi atas kelangkaan solar yang terjadi setiap tahun. Kelangkaan solar itu membuat penghasilan pelaku jasa pengiriman menurun. Jika bisanya ia bisa mengirim barang 10-12 kali dalam sepekan, sekarang hanya 5-6 kali dalam sepekan. ”Waktu habis untuk mengantre solar di SPBU. Kami lelah dan pekerjaan jadi tidak efektif,” keluhnya.
Di SPBU Hajimena, Kecamatan Natar, puluhan truk angkutan barang juga mengantre solar. Bahkan, antrean mengular hingga Jalan Lintas Sumatera sehingga kerap memicu kemacetan dan mengganggu aktivitas usaha di sekitar SPBU.
Taufik (35), pemilik toko sembako di dekat SPBU, menuturkan, toko sembakonya kerap terhalang truk yang mengantre solar. Selain mengganggu aktivitas jual beli, panjangnya antrean juga rentan memicu keributan dan kecelakaan antarpengendara.
Sekretaris Dewan Perwakilan Wilayah Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia Lampung Senoharto menuturkan, kelangkaan solar yang terjadi di Lampung mengganggu distrubusi barang antardaerah. Ia berharap, pemerintah segera mencari solusi atas kelangkaan solar sehingga operasional truk angkutan barang bisa lebih optimal.
Apalagi, jelang Ramadhan, bisnis angkutan barang dan jasa biasanya meningkat signifikan sehingga membutuhkan kepastian stok BBM. ”Semestinya pemerintah menghitung berapa kebutuhan solar dan apakah sudah tersalurkan sesuai dengan kebutuhannya. Saat ini, kenyataan yang terjadi di lapangan adalah kelangkaan,” kata Senoharto.
Apalagi, jelang Ramadhan, bisnis angkutan barang dan jasa biasanya meningkat signifikan sehingga membutuhkan kepastian stok BBM.
Ia mengatakan, truk angkutan barang sangat bergantung pada solar yang harganya terjangkau. Jika harus beralih ke BBM nonsubsidi, biaya angkutan barang juga akan naik. Kondisi itu tentu bakal berdampak terhadap kenaikan harga-harga barang di pasaran.
Terkait hal itu, Tjahyo Nikho Indrawan selaku Area Manager Communication, Relation & CSR Pertamina Sumatera Bagian Selatan menyampaikan, Pertamina menyalurkan solar ke Lampung sesuai kuota BBM subsidi yang sudah ditetapkan pemerintah melalui BPH Migas.
Berdasarkan data, hingga 10 Maret 2022, realisasi penyaluran solar dan biosolar untuk wilayah Lampung sebesar 113.055 kiloliter. Jumlah itu setara 18,9 persen dibandingkan dengan kuota solar dan biosolar tahun 2022 yang telah ditetapkan pemerintah sebanyak 598.042 kiloliter.
Pertamina akan melakukan pengawasan seluruh proses distribusi dan memastikan BBM selalu tersedia di SPBU. Khusus untuk solar bersubsidi, Pertamina akan fokus pelayanan di jalur logistik agar penggunaannya tepat sasaran.
Ketua Bidang SPBU Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hisawana Migas) Lampung Donny Irawan beberapa waktu lalu menyatakan, pihaknya mendorong pemerintah daerah untuk mencari solusi dengan meningkatkan kuota solar bersubsidi untuk mengatasi kelangkaan solar di Lampung. Pasalnya, kondisi ini kerap berulang setiap tahun.
Ia menilai, Lampung semestinya bisa mendapat kuota solar yang lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan truk angkutan barang. Sebagai pintu gerbang Sumatera, pengguna solar tidak hanya kendaraan dari Lampung, tetapi juga truk dan bus dari daerah lain. Jika tidak segera diatasi, dikhawatirkan akan banyak truk yang tertahan di pinggir jalan karena tidak mendapat bahan bakar.