Peternak Sulut Minta Larangan Masuk Daging Babi dari Daerah Lain Dipertahankan
Asosiasi Peternak Babi Sulawesi Utara meminta pemerintah mempertahankan larangan masuk bagi daging babi atau produk turunannya dari daerah lain. Sulut saat ini masih bebas ASF sehingga permintaan meningkat drastis.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Asosiasi Peternak Babi Sulawesi Utara meminta pemerintah mempertahankan larangan masuk bagi daging babi atau produk turunannya dari daerah lain demi menghalau masuknya virus demam babi afrika atau ASF. Sulut saat ini masih bebas ASF sehingga pasokan daging babi ke daerah lain meningkat drastis.
Dihubungi dari Manado, Senin (21/3/2022), Ketua Asosiasi Peternak Babi Sulut Gilbert Wantalangi mengatakan, ASF belum ditemukan di Sulut sejak keberadaan penyakit tersebut terdeteksi di Indonesia pada 2019. Pandemi Covid-19 ia sebut turut berperan mewujudkan keadaan ini.
”Orang bepergian, kan, bisa menyebabkan penularan ASF. Manusia adalah salah satu carrier-nya. Jadi, kita justru tertolong karena adanya Covid-19 yang membatasi mobilitas manusia, bukan karena biosecurity di kandang-kandang di Sulut baik,” ujar Gilbert.
Di sisi lain, para peternak babi juga telah meminta Pemprov Sulut untuk melarang masuknya daging babi atau produk turunannya dari negara ataupun provinsi lain, terutama wilayah transmisi ASF. Sebab, virus ASF tidak mati sekalipun dalam keadaan beku. Dikhawatirkan, virus ini nantinya tetap ada pada sisa makanan dari restoran ataupun hotel.
Gilbert mengakui, sebagian kecil peternak babi di Sulut masih menggunakan limbah makanan dari restoran dan hotel sebagai pakan ternak tanpa memasaknya terlebih dahulu. Kebiasaan ini dapat memicu penyebaran ASF di Sulut yang dapat berujung pada kematian ternak secara mendadak dalam jumlah besar.
Karena itu, Gilbert meminta pemprov mempertahankan aturan tersebut. Secara bersamaan, pihaknya akan melanjutkan sosialisasi di kalangan peternak untuk tidak menggunakan limbah makanan hotel dan restoran sebagai pakan. ”Kalaupun harus pakai limbah, harus dimasak sampai mendidih, direbus dulu,” ujarnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, populasi babi ternak di Sulut pada 2021 mencapai 426.973 ekor dengan pola peternakan rakyat. Menurut Gilbert, rata-rata keluarga petani dan peternak di Minahasa dan Tomohon memiliki kandang di belakang rumah dengan populasi kandang sekitar 30 ekor.
Sulut pun menjadi sentra peternakan babi kelima terbesar di Indonesia setelah Nusa Tenggara Timur, Papua, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Barat. Adapun daerah lain, seperti Bali dan Sumatera Utara, mengalami penurunan populasi secara drastis sejak ASF menyerang pada 2019.
Keadaan ini memberikan dampak positif bagi para peternak babi di Sulut. Selama Januari-Februari 2022, sebanyak 104 ton daging babi telah dikirim ke daerah lain, meningkat sekitar tiga kali lipat dari 34 ton pada periode yang sama pada 2021. Jumlah ini hampir setengah dari total produk daging babi yang dikirim ke daerah lain sepanjang 2020, yaitu 222,3 ton.
Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantan) Kelas I Manado Donni Muksydayan Saragih mengatakan, DKI Jakarta merupakan tujuan utama pasokan daging babi dari Sulut. Ini ia sebut sebagai dampak status bebas ASF yang disandang ”Bumi Nyiur Melambai”. Kinerja kekarantinaan pun perlu dipertahankan untuk mempertahankan keadaan ini.
Ternak babi merupakan salah satu komoditas peternakan unggulan di Sulut.
”Selain melakukan pengetatan pengawasan, bersama dengan dinas terkait kami gencar melakukan sosialisasi pencegahan ASF. Apalagi, ternak babi merupakan salah satu komoditas peternakan unggulan di Sulut,” ujar Donni melalui keterangan tertulis.
Secara nasional, Barantan Kementerian Pertanian telah menerapkan sistem mitigasi risiko demi mencegah masuknya ASF. Setiap unit pelaksana teknis di daerah diwajibkan melakukan pengawasan akan adanya influenza A pada babi yang dilalulintaskan antardaerah.
Kepala Barantan Kementan Bambang menyatakan, kolaborasi dengan instansi yang terkait peternakan babi akan dipertahankan. ”Kami juga perkuat sinergi dengan pelaku usaha, peternak, dan pemerintah. Ini penting, terutama di pintu-pintu pemasukan, seperti pelabuhan dan bandara,” katanya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Sulut Novly Wowiling mengatakan, mitigasi ASF di Sulut akan dilakukan dengan dua strategi. Pertama, sosialisasi kepada peternak, penjual pakan, serta rumah pemotongan untuk tidak mengambil sisa makanan dari restoran, jasa boga, dan bandara. Para pengelola juga diminta mencegah masuknya orang dari daerah lain, terutama wilayah transmisi.
Kedua, pengawasan di perbatasan perlu ditingkatkan. Babi ternak yang dibawa masuk via jalur darat dari Gorontalo atau yang masuk dari pelabuhan di Bitung wajib dilengkapi sertifikat kesehatan hewan. Aturan ini berlaku pula bagi produk daging babi yang dikirim ke luar Sulut.