Perpindahan IKN Wajib Perbaiki Hutan dan Mangrove di Pulau Kalimantan
Pemindahan ibu kota ke Pulau Kalimantan menumbuhkan harapan untuk mengembalikan fungsi hutan di seluruh Pulau Kalimantan.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Rencana Presiden Joko Widodo mengembalikan fungsi hutan di sekitar ibu kota negara baru memunculkan harapan anyar di Pulau Kalimantan. Kebijakan itu harus berujung pada perbaikan kualitas lingkungan yang lebih baik.
Sebelumnya, saat kunjungan ke titik nol Ibu Kota Nusantara di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Presiden Joko Widodo mengungkapkan sudah membuat balai persemaian di sekitar IKN. Harapannya, hal itu bisa memperbaiki dan mengembalikan fungsi hutan.
Jokowi menjelaskan, persemaian itu akan mampu memproduksi 15 juta-20 juta pohon endemik hutan hujan tropis Kalimantan. Bibit-bibit itu nanti akan ditanam di sekitar IKN yang bakal dibangun dengan konsep Kota Hutan.
Direktur Eksekutif Save Our Borneo Habibi mengungkapkan, saat ini kondisi hutan di Kalimantan terus tergerus perkebunan kelapa sawit, pertambangan, hingga hutan tanaman industri. Selain itu, permukiman dan program pemerintah pun mengambil kawasan hutan di Kalimantan. Beberapa di antaranya program lumbung pangan atau food estate hingga pembangunan IKN itu sendiri.
”Semangat pemerintah baik. Namun, bertabrakan dengan kebijakan yang selama ini dijalankan di Pulau Kalimantan,” ungkap Habibi, di Palangkaraya, Senin (21/3/2022).
Selain itu, lanjut Habibi, pernyataan Presiden untuk memulihkan kembali hutan yang rusak, khususnya lubang-lubang tambang di sekitar IKN, perlu dipertanyakan. Alasannya, rehabilitasi lahan bekas pertambangan merupakan tanggung jawab perusahaan pemegang izin.
”Pemerintah jadinya rugi banyak. Sumber daya alamnya sudah habis dirusak, lalu diperbaiki sendiri. Seharusnya pemerintah mendorong perusahaan untuk melakukan reklamasi, khususnya di lubang tambang,” kata Habibi.
Habibi mengungkapkan, kerusakan hutan akibat deforestasi di Pulau Kalimantan sudah terjadi sejak puluhan tahun lalu. Hal itu bisa dilihat dari situs MapBiomas Indonesia versi 1.0. Situs tersebut diinisiasi Auriga Nusantara yang berkolaborasi dengan sembilan organisasi dan lembaga jaringannya. Situs ini menampilkan 10 kelas tutupan lahan di Indonesia dengan menggunakan citra Landsat, yang merupakan satelit observasi Bumi.
Dari data Mapbiomas Indonesia, terjadi penurunan 14 persen luas kawasan hutan, baik hutan primer maupun mangrove, di Pulau Kalimantan pada 2000-2019. Pada tahun 2000 luas tutupan hutan di Kalimantan mencapai 34,04 juta hektar, lalu menjadi 29,19 juta hektar pada 2019.
Di Kalimantan Barat, luas tutupan hutan pada tahun 2000 mencapai 8,6 juta hektar dan turun menjadi 6,8 juta hektar pada 2019. Sedangkan di Kalteng, luas tutupan hutan mencapai 10,14 juta hektar dan menjadi 8,23 juta hektar pada 2019.
Hal serupa terjadi di Kalimantan Selatan, yang pada tahun 2000 luas tutupan hutannya mencapai 1,38 juta hektar menjadi 1,16 juta hektar pada 2019. Di Kalimantan Utara, kawasan hutan pada tahun 2000 mencapai 6,41 juta hektar, lalu pada 2019 tersisa 6,05 juta hektar.
Sementara itu, di Kaltim, calon wilayah IKN, luas tutupan hutan pada tahun 2000 mencapai 7,91 juta hektar, lalu turun menjadi 7,32 juta hektar. Kawasan hutan yang hilang termasuk wilayah mangrove.
”Perlu lebih dari sekadar semangat untuk memperbaiki kawasan hutan yang rusak, IKN diharapkan menjadi solusi untuk kawasan yang rusak itu, tak hanya di Kaltim, tetapi di seluruh Pulau Kalimantan,” ungkap Habibi.
Direktur Eksekutif Pokja Pesisir di Kaltim, Mappaselle, menjelaskan, Teluk Balikpapan merupakan salah satu kawasan mangrove terbesar di Kaltim. Kawasan itu kini dilirik menjadi tempat pelabuhan utama distribusi logistik IKN. Bahkan, saat ini, distribusi sudah mulai berjalan menggunakan kawasan tersebut.
Teluk Balikpapan merupakan muara dari 54 daerah aliran sungai dengan 32 pulau kecil di sekitarnya. Teluk dengan lahan mangrove seluas 16.800 hektar itu memiliki 33 jenis mangrove, mulai dari belukar, pakis, hingga pepohonan. Kawasan itu merupakan habitat dari beragam satwa kunci, seperti bekantan (Nasalis narvatus) hingga pesut (Orcaella brevirostris). Selain itu, ada juga ratusan jenis burung dan banyak jenis ikan.
Kita akan membayar mahal di kemudian hari jika diabaikan. (Mappaselle)
Dengan banyak fungsi vital, menurut Mappaselle, Teluk Balikpapan seharusnya masuk dalam kawasan lindung. Namun, kawasan itu kini berstatus areal penggunaan lain. Sewaktu-waktu, kawasan itu bisa menjadi lahan investasi. Saat ini, misalnya, menjadi sasaran pembangunan IKN.
Ke depan, pembangunan IKN, lanjut Mappaselle, tidak boleh mengabaikan kawasan-kawasan yang penting untuk dilindungi, baik itu permukiman hingga wilayah tangkap. Alasannya, semua yang dibangun akan berpengaruh terhadap ketersediaan air bersih hingga mata pencarian nelayan.
”Kita akan membayar mahal di kemudian hari jika diabaikan,” ungkap Mappaselle.