Mayoritas Perusahaan di Kalsel Belum Kantongi Sertifikasi Sawit Berkelanjutan
Perusahaan kelapa sawit di Kalimantan Selatan didorong mendapatkan sertifikasi sawit berkelanjutan. Jaminan pengelolaan sawit seturut standar dan ramah lingkungan sangat penting untuk menembus pasar global.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Dari 89 perusahaan kelapa sawit di Kalimantan Selatan, baru 31 perusahaan atau 35 persen di antaranya yang mengantongi sertifikasi sawit berkelanjutan atau Indonesian Sustainable Palm Oil. Pemerintah daerah pun mendorong perusahaan sawit lainnya berupaya mendapatkan sertifikat ISPO untuk menjamin pengelolaan sawit yang memenuhi standar dan ramah lingkungan. Hal tersebut dinilai memperkuat daya saing industri di pasar global.
Dorongan agar perusahaan kelapa sawit mewujudkan sistem tata kelola sawit berkelanjutan disampaikan Gubernur Kalsel Sahbirin Noor dalam acara penyerahan sertifikat ISPO kepada tiga unit usaha Eshan Agro Sentosa (EAS) Group, anggota dari Jhonlin Group, di Banjarmasin, Senin (21/3/2022).
Tiga unit usaha EAS Group yang mendapatkan sertifikat ISPO adalah PT Adisurya Cipta Lestari, PT Batulicin Agro Sentosa, dan PT Kodeco Agrojaya Mandiri. Ketiga perusahaan di Kabupaten Tanah Bumbu tersebut memperoleh sertifikat ISPO dari dua lembaga sertifikasi internasional, yakni Bureau Veritas (BV) dan TSI Sertifikasi Internasional.
Sahbirin mengatakan, perkebunan kelapa sawit berkembang pesat di Kalsel, baik yang dikelola perusahaan maupun swadaya masyarakat. Masa depan sektor perkebunan kelapa sawit tampak cerah dan menguntungkan karena mampu meningkatkan daya saing perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat.
”Kami berharap perusahaan yang mendapatkan sertifikat ISPO dapat menjaga kualitas pengelolaan sawit dengan standar yang tepat dan ramah lingkungan. Pelaku usaha perkebunan sawit lainnya juga diharapkan dapat memiliki sertifikat ISPO agar sawit Kalsel memiliki daya saing yang kuat di pasar global,” katanya.
Menurut Sahbirin, regulasi ISPO pertama kali dibuat pada 2011, lalu diperbarui pada 2020 lewat Peraturan Menteri Pertanian Nomor 38 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia. Peraturan itu adalah respons pemerintah dalam upaya memberikan jaminan bahwa setiap perkebunan kelapa sawit di Indonesia dijalankan secara berkelanjutan dan peduli dengan kondisi lingkungan. Perkebunan kelapa sawit diharapkan tidak mengganggu ekosistem alami di sekitarnya.
”Kepada perusahaan yang sudah memenuhi standar ISPO, saya harapkan dapat mempertahankan standarnya, memenuhi semua ketentuan ISPO dengan baik, serta memberdayakan masyarakat sekitar perkebunan agar usaha ini bermanfaat bagi seluruh masyarakat,” ujarnya.
Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Kalsel Suparmi menyebutkan, ada 89 perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kalsel. Dari jumlah tersebut, baru 31 perusahaan yang mendapatkan sertifikat ISPO. ”Kami terus mendorong perusahaan sawit di Kalsel untuk mendapatkan sertifikat ISPO,” katanya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kalsel, pada 2021, tercatat luas tanam kelapa sawit di Kalsel seluas 426.948 hektar (ha) dengan produksi minyak sawit mencapai 1.134.684 ton. Perkebunan kelapa sawit di Kalsel terbagi menjadi tiga, yaitu perkebunan rakyat seluas 106.914 ha, perkebunan besar negara 6.489 ha, dan perkebunan besar swasta 313.545 ha.
Berkomitmen
Menurut Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kalsel Eddy S Binti, sertifikat ISPO menandakan komitmen perusahaan kelapa sawit untuk mewujudkan tata kelola sawit berkelanjutan sesuai peraturan pemerintah. Semua anggota GAPKI Kalsel, yang berjumlah 45 perusahaan, sudah diwajibkan mendapatkan sertifikat ISPO.
”Hampir 75 persen anggota Gapki Kalsel sudah memiliki sertifikat ISPO. Target kami dalam tahun 2022 ini semua perusahaan bisa menyiapkan kelengkapan mendapatkan sertifikat itu karena persyaratan untuk menembus pasar global memang sangat ketat,” katanya.
Sertifikat ISPO merupakan hal terpenting bagi usaha sawit karena menunjukkan komitmen industri terhadap aspek keberlanjutan, yakni lingkungan dan masyarakat.
Sementara itu, CEO EAS Group Bambang Aria Wisena menyampaikan, sertifikat ISPO merupakan hal terpenting bagi usaha sawit karena menunjukkan komitmen industri terhadap aspek keberlanjutan, yakni lingkungan dan masyarakat. Untuk selanjutnya, produk-produk sawit yang dijual ke pasar dalam negeri dan luar negeri harus memenuhi standar-standar yang berlaku.
”Jhonlin Group melalui EAS Group dan anak-anak perusahaannya akan berkomitmen untuk terus meningkatkan kepatuhan agar bisa mengikuti standar yang berlaku,” ujarnya.
Dalam dua tahun ke depan, lanjut Bambang, semua anak usaha EAS Group dipastikan mendapatkan sertifikat ISPO dan sertifikat lain. ”Kami yakin perusahaan kelapa sawit di Kalsel akan berlomba-lomba mendapatkan sertifikat ISPO demi menunjukkan kepada dunia bahwa usaha sawit di Kalsel sangat berkomitmen pada lingkungan dan masyarakat,” katanya.