Lebih dari 100 Meter Kubik Kayu Tanpa Dokumen Sah Disita di Banjarmasin
Kepolisian Air dan Udara Polda Kalimantan Selatan menyita kayu ilegal yang diangkut dua kapal motor menuju Banjarmasin. Kayu bulat ataupun kayu olahan dari berbagai jenis kayu hutan itu tidak dilengkapi dokumen yang sah.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Aparat Kepolisian Air dan Udara Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan menyita lebih dari 100 meter kubik kayu ilegal dari Kalimantan Tengah yang diangkut dua kapal motor menuju Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Kayu bulat ataupun kayu olahan dari berbagai jenis kayu hutan tersebut tidak dilengkapi dokumen yang sah.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan Komisaris Besar Mochamad Rifa’i menyampaikan, jajaran Polairud Polda Kalsel menangkap dua kapal motor yang diduga mengangkut kayu ilegal di perairan Sungai Alalak, Kota Banjarmasin, pekan lalu. Dua kapal motor beserta kayu barang bukti itu kemudian dibawa ke Markas Polairud Polda Kalsel.
”Dua kapal motor tersebut ditahan karena diduga mengangkut kayu tanpa dokumen ataupun dilengkapi dengan dokumen palsu,” kata Rifa’i dalam konferensi pers di Banjarmasin, Jumat (18/3/2022).
Dari KM Abdurrahman 11, polisi menyita 5.370 batang atau lebih kurang 76,43 meter kubik kayu olahan dari berbagai jenis kayu hutan, di antaranya kayu jingah, tarap, tiwadak banyu, dan terentang.
Kemudian, dari KM Berkat Rahim, polisi menyita 245 batang atau lebih kurang 35,89 meter kubik kayu bulat atau kayu log dari berbagai jenis kayu hutan, misalnya meranti, bintangur, terentang, dan jabon.
”Empat orang sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan karena berperan sebagai pengangkut maupun pemilik kayu,” ujarnya.
Keempat tersangka itu adalah W (35) selaku nakhoda kapal KM Abdurrahman 11 yang berperan sebagai pengangkut kayu olahan, AJ (42) sebagai pengangkut kayu bulat yang menggunakan KM Berkat Rahim, P (21) sebagai pengawal kayu bulat sampai tempat tujuan, dan A (42) sebagai pemilik kayu bulat.
Direktur Polairud Polda Kalsel Komisaris Besar Takdir Mattanete mengatakan, KM Abdurrahman 11 mengangkut kayu olahan dari Tabatan, desa di perbatasan Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, yang masuk wilayah Kecamatan Jenamas, Kabupaten Barito Selatan, Kalteng. Pelaku menggunakan salah satu usaha dagang yang sudah tidak lagi memiliki izin untuk membuat dokumen nota angkutan kayu olahan.
Adapun KM Berkat Rahim mengangkut kayu bulat dari Tambak Bajai, Kecamatan Dadahup, Kabupaten Kapuas, Kalteng. Kayu tersebut tidak dilengkapi surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH). Para pelaku hanya menggunakan surat yang dikeluarkan kepala desa untuk melegalkan kayu yang diangkut.
”Dalam dokumen itu disebutkan lokasi penebangan kayu, tetapi setelah dicek tidak ada penebangan kayu di lokasi yang tercantum dalam dokumen. Penebangan kayu dilakukan di lokasi lain,” ungkapnya.
Menurut Takdir, kayu bulat dan kayu olahan dari daerah perbatasan Kalteng dan Kalsel tersebut akan dijual di Banjarmasin. ”Kami masih mendalami sudah berapa kali pengangkutan kayu dilakukan para tersangka, apakah sebelumnya juga ada modus seperti ini,” ujarnya.
Dalam dokumen itu disebutkan lokasi penebangan kayu, tetapi setelah dicek tidak ada penebangan kayu di lokasi yang tercantum dalam dokumen.
Tersangka AJ mengaku baru dua kali mengangkut kayu dari Tambak Bajai menuju Banjarmasin. Ia bersama rekannya menerima upah Rp 4,5 juta sekali jalan. ”Kami hanya tahunya membawa kayu dan tidak tahu perihal keabsahan dokumen-dokumen kayu,” katanya.
Takdir menyebutkan, para tersangka bakal dijerat dengan Pasal 83 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp 500 juta dan paling banyak Rp 2,5 miliar.