Kami Terpaksa Beli Kopi untuk Dapat Minyak Goreng
Menjual minyak goreng dengan sistem paket menjadi fenomena baru di Jateng. Namun, warga terpaksa membeli barang yang sebenarnya tak mereka butuhkan demi dapat minyak goreng buruan.
Di tengah kelangkaan, masyarakat rela melakukan apa pun demi mendapatkan minyak goreng. Mulai dari antre berjam-jam, membayar dengan harga yang jauh lebih tinggi, hingga membeli barang lain yang dijadikan satu paket dengan minyak goreng meski sebenarnya tidak butuh.
Praktik menggabungkan minyak goreng dengan barang lain menjadi satu paket mulai marak di Jawa Tengah dalam dua pekan terakhir. Di Kabupaten Tegal, minyak goreng dijual satu paket dengan bihun atau kopi. Harga satu paket minyak goreng dan kopi atau bihun sebesar Rp 20.000.
Namun, tawaran itu tetap diambil sejumlah warga yang sudah kesulitan mencari minyak goreng. Risikonya, biaya yang dikeluarkan lebih banyak dan ia jadi harus membeli hal-hal yang tidak diperlukan. ”Sekarang cari minyak goreng susah banget, sekali ada yang jual harus paketan seperti itu. Namanya orang butuh, ya, beli saja,” kata Khalimah yang sehari-hari berjualan gorengan di Pasar Trayeman, Kecamatan Slawi, Rabu (16/3/2022).
Setiap hari, Khalimah membutuhkan sekitar 5 kilogram minyak goreng untuk berjualan. Sejak minyak goreng langka, ia hanya bisa mendapatkan paling banyak 3 kilogram dalam sehari. Karena tidak bisa menaikkan harga gorengan, dia pun terpaksa menggunakan minyak goreng berulang-ulang. Selain tidak sehat, hal itu juga membuat gorengannya berwarna lebih gelap.
Untuk itu, demi mendapatkan minyak goreng, skema bundling atau paket yang ditawarkan distributor pun tetap diambil. Ia tidak terlalu berpikir panjang saat terpaksa membeli barang yang tidak dibutuhkan, seperti bihun atau kopi. Yang penting, minyak goreng didapat.
Dari distributornya dibikin bundling begitu modelnya. Mungkin maksudnya biar barang yang lain juga ikut laku. Padahal, kebanyakan pembeli itu tidak mau beli yang paketan, maunya tetap minyak gorengnya saja. (Ariyah)
Penjualan minyak goreng dengan sistem paket juga terjadi di Kota Semarang. Ariyah (60), pedagang bahan pokok di Pasar Bulu, Kecamatan Semarang Selatan, sudah dua pekan terakhir mendapatkan pasokan paket minyak goreng dari distributor. Paket itu, antara lain, terdiri dari minyak goreng dengan margarin, garam, beras, atau terigu.
”Repot sekarang ini, dari distributornya dibikin bundling begitu modelnya. Mungkin maksudnya biar barang yang lain juga ikut laku. Padahal, kebanyakan pembeli itu tidak mau beli yang paketan, maunya tetap minyak gorengnya saja. Mau enggak mau, saya harus menjual secara terpisah,” tutur Ariyah.
Selain dibuat paketan, pasokan minyak goreng ke tokonya juga turun drastis dibandingkan dengan pasokan normal. Dalam kondisi normal, toko Ariyah mendapat pasokan minyak goreng sebanyak 10 karton atau setara dengan 180 liter. Kini, ia hanya mendapat 2 karton atau sekitar 36 liter minyak goreng per hari.
”Distributornya bilang, kalau mau dapat pasokan lima karton harus beli beras sama terigu dulu satu zak (50 kilogram). Jujur, jadi dilema bagi saya. Kalau tiga hari atau seminggu sekali tidak masalah, tapi kalau setiap hari harus beli yang paketan begitu lama-lama toko saya penuh,” ucapnya.
Baca juga: Disparitas Harga Picu Masalah Minyak Goreng
Sebelumnya, pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi untuk berbagai jenis minyak goreng. Dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06 Tahun 2022, HET minyak goreng curah ditetapkan Rp 11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp 13.500 per liter, dan minyak goreng premium Rp 14.000 per liter. Aturan itu kemudian direvisi.
Pada Selasa (15/3/2022) sore, pemerintah memutuskan menyubsidi minyak goreng sawit curah menggunakan dana yang dikelola Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Setelah disubsidi, HET minyak goreng curah itu akan berubah dari Rp 11.500 per liter menjadi Rp 14.000 per liter. Sementara harga minyak goreng kemasan akan menyesuaikan nilai keekonomisan (Kompas.id, 15/3/2022).
Kebijakan merevisi HET minyak curah itu disambut baik para pedagang minyak goreng. Sebab, selama ini mereka mengaku kesulitan menjual minyak goreng di bawah HET. Kelangkaan barang membuat harga sudah tinggi sejak dari tingkat distributor.
”Menurut saya, harga Rp 14.000 per liter itu tidak masuk akal. Kami kulakan dari distributor itu paling murah Rp 13.500 per liter, itu juga jarang banget dapat harga segitu. Terus, untuk biaya kantong keresek Rp 500 per lembar, kadang-kadang pembeli minta dua lembar jadi Rp 1.000. Kalau diminta jual paling mahal Rp 14.000, kami dapat apa?” tutur Janah (40), pedagang bahan pokok di Pasar Trayeman.
Selama ini, Janah menjual minyak goreng dengan harga Rp 15.000-Rp 17.000 per liter, tergantung merek. Di satu sisi, ia takut karena menjual dengan harga melebihi HET. Namun, ia juga tak mau merugi dengan menjual minyak goreng di bawah HET.
Diroh (50), ibu rumah tangga di Kecamatan Slawi, berharap harga minyak kembali stabil dan ketersediaannya terjamin. Akibat kelangkaan minyak, ia tidak bisa memasak sesuai dengan keinginannya.
”Dari kemarin anak saya kepingin makan telur ceplok, tapi saya tidak bisa menuruti karena susah banget dapat minyak. Suami kepingin sayur tumis juga enggak bisa. Setiap hari masaknya sayur bening terus,” ucapnya.
Kosong
Seiring keluhan masyarakat terkait kelangkaan minyak goreng, Kepolisian Daerah Jateng melakukan penyelidikan dan pemantauan di sejumlah titik. Kendati tak merinci, Kepala Subdirektorat 1 Indagsi (Industri Perdagangan) Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jateng Ajun Komisaris Besar Rosyid Hartanto menyebut, kekosongan stok minyak goreng terjadi di sejumlah daerah di Jateng.
”Datanya masih terus kami perbarui sesuai kondisi di lapangan. Namun, kami mendapati kekosongan stok, terutama di toko-toko ritel,” kata Rosyid.
Menurut Rosyid, kekosongan stok, antara lain, disebabkan adanya sebagian pengusaha yang mulai mengalokasikan sebagian minyak goreng miliknya untuk pengadaan parsel hari raya. Hal itu dilakukan lantaran mereka sudah mendapatkan pesanan parsel berisi minyak goreng jauh-jauh hari.
Rosyid yang juga anggota Satgas Pangan Jateng bertekad untuk rutin mengecek persediaan minyak goreng di tempat produsen dan pemasok-pemasok besar. Selain itu, pihaknya juga akan turut mengawal dan memantau proses distribusi ataupun penjualan minyak goreng di pasaran.
Rosyid mengingatkan para pengusaha ataupun masyarakat untuk tidak melakukan pembelian secara berlebihan atau menimbun minyak goreng. Masyarakat yang mengetahui adanya penimbunan juga diminta melapor. Pelaku penimbunan akan dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Baca juga: Harga Minyak Goreng Stabil Tinggi, Operasi Pasar Digelar di Semarang
Sementara itu, pemerintah juga terus berupaya melakukan operasi pasar minyak goreng murah untuk menenuhi kebutuhan masyarakat. Di Kota Semarang, misalnya, operasi pasar digelar di Pasar Bulu, Rabu (16/3/2022). Dalam operasi pasar tersebut, 5.400 liter minyak goreng dengan harga Rp 13.500 per liter digelontorkan untuk para pedagang. Minyak itu diharapkan bisa dijual kepada masyarakat dengan harga maksimal Rp 14.000 per liter.
”Pemerintah Kota Semarang bekerja sama dengan pihak-pihak terkait akan terus menggelar operasi pasar murah minyak goreng. Kegiatan ini akan kami gelar setiap hari sampai problem terkait minyak goreng ini teratasi,” tutur Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi.
Menyesuaikan
Dihubungi terpisah, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jateng Muhammad Arif Sambodo menuturkan, pihaknya masih terus menunggu dan menyesuaikan kebijakan dari pemerintah pusat terkait minyak goreng. Mereka juga akan ikut mengawal penerapan harga minyak goreng curah Rp 14.000 per liter.
”Tidak diaturnya HET untuk minyak goreng kemasan memang berisiko membuat harga melambung. Ini konsekuensinya. Di sisi lain, kebijakan ini baik untuk menghapuskan pasar gelap. Selain untuk mengatasi spekulan yang diduga menimbun stok, kebijakan ini juga bisa mencegah produk-produk minyak goreng kita bocor ke luar negeri,” imbuhnya.
Kendati mengakui kelangkaan di lapangan, Arif mengklaim, stok minyak goreng saat ini cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Jateng. Ia memperkirakan, kebutuhan minyak goreng di Jateng sekitar 34 juta liter per hari.
Tata niaga minyak goreng masih membebani masyarakat. Saat warga berjibaku mendapatkan pasokan, sebagian distributor ataupun pedagang menerapkan sistem paket atau bundling dengan beragam alasan. Namun, warga tak ada pilihan lain karena kesempatan mendapatkan minyak goreng semakin susah.