Rekan Korban Jadi Saksi di Persidangan Kekerasan Seksual di SMA SPI Batu
Rabu (16/3/2022), kasus dugaan kekerasan seksual di SMA Selamat Pagi Indonesia di Kota Batu, Jawa Timur, kembali disidangkan. Dua teman korban kembali dimintai keterangan.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Sidang lanjutan dugaan kekerasan seksual di Sekolah Selamat Pagi di Kota Batu, Jawa Timur, berlanjut. Kali ini, teman-teman korban yang lain ikut dimintai keterangan sebagai saksi.
Rabu (16/3/2022), kasus dugaan kekerasan seksual di SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) di Kota Batu kembali disidangkan. Agenda sidang adalah meminta keterangan para saksi. Kali ini, jaksa penuntut umum menghadirkan dua saksi yang merupakan teman-teman korban.
Pada kasus ini, jaksa mengatakan ada 11 saksi akan dihadirkan dalam persidangan. Sidang kali ini adalah sidang kedua yang beragendakan meminta keterangan saksi. Minggu lalu, sidang juga meminta keterangan saksi, termasuk di antaranya saksi korban.
”Hari ini kami menghadirkan dua saksi, yaitu G dan W. Mereka juga saksi korban. Mereka adalah teman-teman SDS,” kata Kepala Seksi Intel Kejaksaan Negeri Kota Batu Edi Sutomo seusai sidang.
Edi mengaku tidak bisa menjelaskan materi persidangan sebab sidang merupakan sidang tertutup. Namun, menurut dia, sidang berjalan dengan baik dan sesuai harapan.
”Pada sidang kali ini juga ada permintaan dari LBH Surabaya untuk mencegah JE agar tidak ke luar negeri. Namun, menurut majelis hakim, itu bukan wewenangnya,” kata Edi menambahkan.
”Untuk selanjutnya, sidang akan kembali digelar Rabu (23/3/2022) minggu depan, dengan agenda masih meminta keterangan dua saksi,” kata Edi.
Adapun kuasa hukum terdakwa JE, Jeffrey Simatupang, mengatakan bahwa hingga sidang kali ini pihaknya mengaku belum menemukan fakta persidangan yang menunjukkan bahwa JE melakukan kekerasan seksual.
”Pada sidang kali ini kembali saksi yang dihadirkan memberikan keterangan yang tidak konsisten atau berubah-ubah. Antara keterangan di BAP (berita acara pemeriksaan) dan di dalam persidangan berbeda. Baik mengenai waktu kejadian, tempat, dan materi sidang lainnya. Hingga kini kami tidak menemukan fakta bahwa klien kami bersalah,” kata Jeffrey.
Berbeda dengan sidang sebelumnya yang berlangsung lama, sidang ketiga ini berlangsung hanya sekitar empat jam mulai pukul 10.00 hingga 14.00. JE pada sidang ketiga ini tetap masuk ke ruang sidang dengan tertunduk. Ia mengenakan baju dengan motif dan warna sama pada tiga sidang ini.
”Klien kami sehat, datang tepat waktu, dan kami selalu berusaha bersidang dengan baik dan sesuai dengan jadwal,” kata Filipus Sitepu, kuasa hukum JE lainnya.
Pada kasus ini, JE didakwa dengan empat pasal alternatif, yaitu Pasal 81 Ayat (1) juncto Pasal 76d Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 17 Tahun 2016 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP, Pasal 81 Ayat (2) UU Perlindungan Anak juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP, Pasal 82 Ayat (1) juncto Pasal 76e UU Perlindungan Anak juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP, dan Pasal 294 Ayat (2) ke-2 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Ancaman hukumannya berkisar 3-15 tahun penjara. JE didakwa melakukan kekerasan seksual kepada anak didiknya yang berinisial SDS.
Kasus dugaan kekerasan seksual di SMA Selamat Pagi Indonesia di Kota Batu mencuat pada Mei 2021, saat 14 korban melapor ke Kepolisian Daerah Jatim karena dugaan kekerasan seksual oleh pendiri sekolah. Saat itu, belasan orang tersebut didampingi Komnas Perlindungan Anak. Namun, pada surat dakwaan hanya disebut seorang korban, yaitua SDS. Sementara pelapor lain menjadi saksi.
Selama ini, Sekolah Selamat Pagi Indonesia dikenal sebagai sekolah gratis untuk anak-anak kurang mampu dan anak yatim yang berasal dari berbagai pelosok Tanah Air. Sekolah berkonsep alam tersebut sebelumnya diapresiasi karena mengedepankan keberagaman.