Antisipasi Wabah, 1.102 Burung Diekspor Balik ke Afrika Selatan dan Malaysia
Sebanyak 1.102 burung diekspor kembali ke Afrika Selatan dan Malaysia setelah ditolak Balai Karantina Medan karena negara asal dilanda flu burung ganas. Lebih dari dua pekan burung tertahan di gudang kargo bandara.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Sebanyak 1.102 burung dari 14 jenis diekspor balik ke Afrika Selatan dan Malaysia setelah ditolak Balai Karantina Medan, Sumatera Selatan. Lebih dari dua pekan burung-burung itu tertahan di gudang kargo Bandara Kualanamu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Burung diekspor ulang karena Afrika Selatan dilanda wabah flu burung ganas.
”Sebelumnya, kami sudah melakukan tindakan penolakan terhadap 962 burung dari Afrika Selatan dan 140 ekor dari Malaysia yang semuanya diimpor oleh CV Lestari Alam Semesta,” kata Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas II Medan Lenny Hartati Harahap, di Bandara Kualanamu, Selasa (15/3/2022).
Balai Karantina Medan sebelumnya menyatakan menolak 13 jenis burung dengan total 962 ekor dari Afrika Selatan karena daerah tersebut sedang dilanda wabah flu burung ganas (highly pathogenic avian influenza). Sebanyak 140 burung dari Malaysia yang sebelumnya hanya ditahan akhirnya juga ditolak karena tidak bisa melengkapi sertifikat kesehatan dari negara asal.
Burung-burung itu pun sudah diterbangkan dengan satu pesawat kargo khusus dari maskapai Lion Air. Pesawat pun terbang dari Bandara Kualanamu pada Selasa siang lalu singgah di Malaysia untuk menurunkan sebagian burung dan melanjutkan perjalanan ke Afrika Selatan.
Selama dua pekan di gudang kargo, kata Lenny, burung-burung itu diberi makan oleh importir dengan protokol kesehatan ketat. ”Peralatan yang digunakan untuk memberi makan, seperti sarung tangan dan yang lainnya, juga langsung dibakar,” kata Lenny.
Lenny mengatakan, pihaknya melakukan kekarantinaan dengan sangat ketat terhadap burung hidup sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Saat ini, Afrika Selatan sedang dilanda wabah flu burung ganas. Organisasi Dunia untuk Kesehatan Hewan (OIE) telah mengeluarkan pemberitahuan segera pada 13 November 2020 yang menyatakan merebaknya flu burung ganas di Afrika Selatan.
Saat ini, Afrika Selatan sedang dilanda wabah flu burung ganas. Organisasi Dunia untuk Kesehatan Hewan (OIE) telah mengeluarkan pemberitahuan segera pada 13 November 2020 yang menyatakan merebaknya flu burung ganas di Afrika Selatan.
Sementara itu, Indonesia hingga kini masih bebas dari penyakit itu. Penyakit yang disebabkan virus influenza dengan serotipe H7 itu menyebabkan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dan dapat menyebabkan kematian. ”Penyakit ini juga bersifat zoonosis atau dapat menular kepada manusia,” kata Lenny.
Di Indonesia, penyakit flu burung ganas tergolong hama penyakit hewan karantina (HPHK) golongan 1 berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 3238/Kpts/PD.630/9/2009 tentang Penggolongan Jenis-jenis Hama Penyakit Hewan Karantina, Penggolongan, dan Klasifikasi Media Pembawa.
Kepala Kantor Bea dan Cukai Kualanamu Elfi Haris mengatakan, mereka memastikan semua burung yang masuk dari Afrika Selatan dan Malaysia itu sudah diekspor balik ke negara asal. ”Kami memastikan semua koli diekspor ulang dan segelnya semuanya utuh,” kata Elfi.
Elfi mengakui ada perbedaan jumlah burung yang disampaikan Balai Karantina dan Bea Cukai. Berdasarkan dokumen pemberitahuan impor yang diterima Bea dan Cukai, importir menyebut mereka mengimpor 14 jenis burung yang terdiri dari 1.013 ekor dari Afrika Selatan dan 140 ekor dari Malaysia.
”Namun, dalam dokumen pengajuan impor ke Balai Karantina disebut hanya 962 ekor dari Afrika Selatan dan 140 ekor dari Malaysia,” kata Elfi.
Meski tidak dihitung ulang, kata Elfi, mereka memastikan semua burung yang masuk ke Bandara Kualanamu pada 28 Februari itu diekspor balik. Mereka pun tidak memeriksa apakah ada yang mati atau tidak, tetapi langsung dikirim semuanya.
Terkait jenis-jenis burung yang sempat masuk itu, baik Balai Karantina maupun Bea Cukai tidak menyebutkan secara rinci. Mereka hanya menyebut beberapa jenis saja, seperti peacock, makaw, dan burung-burung kecil sejenis lovebird.
Pelaksana Tugas Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumut Irzal Azhar sebelumnya mengatakan, impor burung-burung itu dilakukan pedagang tumbuhan dan satwa liar yang sudah terdaftar di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dokumen terkait konservasi sumber daya alam juga lengkap. Namun, terkait kekarantinaan merupakan wewenang Balai Karantina.