Termasuk Maluku, KKP Janji Penangkapan Terukur Akan Sejahterakan Daerah
Pemerintah pusat berjanji penangkapan terukur tak akan menggusur nelayan lokal. Kebijakan itu juga diklaim akan meningkatkan perekonomian lokal. Di sisi lain, warga belum terlalu yakin semua janji itu bakal terwujud.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Kementerian Kelautan dan Perikanan mengklaim kebijakan penangkapan terukur bakal memajukan perekonomian daerah dekat zona penangkapan, termasuk di Maluku. Nantinya, aktivitas nelayan setempat tidak akan dibatasi. Industri perikanan juga akan menyerap tenaga kerja lokal. Namun, beragam kalangan di Maluku belum akan percaya hal itu selama hasilnya belum ada.
Janji itu diucapkan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Muhammad Zaini Hanafi lewat sambungan telepon kepada Kompas pada Minggu (13/3/2022) malam. Selain menjelaskan gambaran umum mengenai penangkapan terukur, Zaini juga menjabarkan rencana pengembangan di zona penangkapan wilayah Maluku, daerah dengan potensi perikanan tertinggi di Indonesia.
Akan tetapi, belum ada kepastian kapan kebijakan itu akan dilaksanakan. Dasar hukum berupa peraturan pemerintah dan peraturan menteri sedang berproses Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pihak kementerian, katanya, membuka diri menerima masukan dari berbagai pihak terkait rancangan peraturan dimaksud.
Menurut Zaini, kebijakan penangkapan terukur bakal melibatkan perusahan besar. Berdasarkan kontrak dengan pemerintah, mereka beroperasi di zona tertentu dengan batas kuota penangkapan. Dalam satu zona, bisa lebih dari satu perusahaan.
”Yang diatur adalah kuota penangkapan, bukan kapling wilayah perairan,” ucapnya.
Sementara itu, nelayan lokal setempat, lanjutnya, dapat beroperasi dengan bebas di zona tersebut. Tidak ada pembatasan kuota untuk nelayan lokal. Karena itu, ia menegaskan, nelayan lokal tidak akan tergusur akibat kebijakan tersebut.
Selain itu, lanjutnya, setiap perusahan pemegang kontrak diwajibkan mendaratkan ikan di dekat zona penangkapan. Mereka akan membangun industri pengolahan sehingga bisa menyerap tenaga kerja lokal. Di Maluku, misalnya, terdapat sejumlah pelabuhan pendaratan, seperti Ambon, Tual, dan Dobo.
”Tujuannya, memajukan ekonomi di daerah itu,” ujarnya seraya menyinggung tentang Maluku yang kaya ikan, tapi sarat miskin. Hal itu akibat dari kesalahan pengelolaan.
Ke depan, pengawasan pelaksanaan penangkapan terukur akan dilakukan berlapis. Kuota penangkapan dikontrol di setiap pelabuhan pendaratan. Pergerakan kapal juga dipantau lewat sistem monitoring di kapal dan rekaman dari satelit.
Meragukan janji
Akan tetapi, sejumlah pihak di Maluku masih meragukan janji itu. Mereka membeberkan sejumlah fakta mengenai eksploitasi perikanan di Maluku, terutama di Laut Seram, Banda, Aru, dan Laut Arafura.
Selama ini terkesan pemerintah tutup mata dengan banyak pelanggaran di sana. Laut Arafura yang berada di Wilayah Pengelolaan Perikanan RI (WPPRI) 718 menjadi yang tertinggi.
Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan, WPPRI 718 memiliki potensi sumber daya ikan terbanyak dari 11 WPPRI di negara ini. Tahun 2021, jumlah produksi ikannya mencapai 1,7 juta ton. Jenis ikannya, antara lain, pelagis, demersal, ikan karang, udang, lobster, dan cumi.
Mantan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku Romelus Far Far mengatakan, salah satu janji yang tak kunjung direaslisasikan adalah menjadikan Maluku sebagai lumbung ikan nasional. Janji itu disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika membuka Sail Banda di Ambon pada Agustus 2011.
Sepuluh tahun kemudian, tepatnya 2021, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo datang ke Maluku, dan menyatakan segera menjadikan Maluku sebagai lumbung ikan nasional. Sayangnya, ucapan itu tidak diikuti dengan tindakan lebih lanjut. Edhy pun kemudian ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi.
”Orang Maluku sudah muak dengan janji-janji itu,” ujarnya.
Sementara itu, Ruslan Tawari, pengajar pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura Ambon, Maluku, mengatakan, janji harus dibuat tertulis agar mengikat semua pihak. Tidak tertutup kemungkinan, pemerintah pusat dan pemodal ingkar akan janji itu.
”Jangan hanya ucap, harus dibuatkan aturan tertulis agar publik bisa mengawal,” ujarnya.
Menurutnya, protes masyarakat Maluku terhadap wacana penangkapan terukur itu didasari adanya keterlibatan pemodal besar dalam mengeksploitasi perikanan di daerah itu. Sudah bertahun-tahun para pemodal berinvestasi di Maluku, tapi minim manfaat bagi masyarakat.