Jumlah ASN untuk Calon Penjabat Kepala Daerah Melebihi Kebutuhan
Berdasarkan data Kemendagri, saat ini tersedia 4.626 ASN JPT pratama dan 622 ASN JPT madya yang memenuhi kriteria sebagai penjabat kepala daerah menggantikan bupati dan gubernur yang masa jabatannya berakhir tahun 2022.
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah aparatur sipil negara yang memenuhi kriteria penjabat kepala daerah melebihi kebutuhan. Dengan demikian, tidak diperlukan adanya penunjukan personel TNI-Polri aktif untuk menjadi penjabat kepala daerah.
Pada Mei 2022, ada kebutuhan pengisian penjabat kepala daerah di 5 provinsi, 6 kota, dan 37 kabupaten. Jumlah itu bagian dari 101 kepala dan wakil kepala daerah yang akan berakhir masa jabatannya pada 2022. Sementara itu, pada 2023, ada 170 kepala dan wakil kepala daerah yang akan berakhir masa jabatannya. Mereka akan bertugas hingga 2024.
Direktur Otonomi Khusus Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Andi Bataralifu dalam diskusi virtual bertajuk ”Penjabat Kepala Daerah Jelang Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2024”, Senin (14/3/2022), mengatakan, penjabat kepala daerah akan segera diisi setelah masa jabatan kepala daerah berakhir. Untuk itu, kini Kemendagri tengah memetakan secara cermat beberapa daerah yang kepala daerahnya akan berakhir masa jabatannya lebih dulu.
Dalam penunjukan penjabat, lanjut Andi, Kemendagri juga tidak asal-asalan. Setiap daerah tentu ditelaah secara teknokratik dan dicermati kondisi sosial-politiknya. Ini akan menjadi pertimbangan utama Kemendagri dalam memilih penjabat yang tepat untuk daerah tersebut.
Penjabat kepala daerah akan segera diisi setelah masa jabatan kepala daerah berakhir. Untuk itu, kini Kemendagri tengah memetakan secara cermat beberapa daerah yang kepala daerahnya akan berakhir masa jabatannya lebih dulu.
Misalnya, jika kinerja keuangan daerah itu rendah atau manajerial kepegawaiannya juga rendah, calon penjabat yang dipilih tentu harus memiliki kapasitas untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut.
”Jadi, dalam konteks menetapkan siapa yang berkompetensi mengisi di sana, tentu ada penelaahan dan kondisi-kondisi daerah, baik secara teknokratik maupun sosial-politik. Nah, inilah yang diharapkan pejabat tersebut compatible dengan kebutuhan daerah,” ujar Andi.
Dalam diskusi yang digelar Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) itu, hadir sejumlah narasumber, di antaranya Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kemendagri Teguh Setyabudi, mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Ryaas Rasyid, Ketua Umum Apkasi Sutan Riska Tuanku Kerajaan, dan Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung.
Baca juga : Pertimbangkan Aspek Politis dalam Penunjukan Penjabat Kepala Daerah
Kemendagri telah mendata jumlah ASN jabatan pimpinan tinggi (JPT) pratama yang nantinya bisa ditunjuk menjadi calon penjabat bupati atau wali kota serta jumlah ASN JPT madya yang berpeluang ditunjuk sebagai calon penjabat gubernur.
Untuk JPT pratama, di kementerian pusat tersedia 3.123 ASN JPT pratama dan di provinsi ada 1.503 ASN JPT pratama. Artinya, jika ditotal, terdapat 4.626 ASN yang memenuhi kriteria untuk menduduki penjabat bupati dan wali kota.
Sementara untuk JPT madya, di level pusat ada 588 ASN JPT madya dan di provinsi ada 34 ASN JPT madya. Total ada 622 ASN JPT madya yang bisa mengisi kekosongan penjabat gubernur.
”Jadi, dari sisi ketersediaan, mungkin itu relatif tercukupi, bahkan berlebih. Karena itu, tentu secara selektif dan melihat terkait dengan kebutuhan daerah, maka penugasan tersebut dilakukan dan ditetapkan oleh menteri dan atau presiden,” tutur Andi.
Saat mereka terpilih menjadi penjabat, ujar Andi, durasi masa jabatannya paling lama satu tahun. Namun, masa jabatan itu dapat diperpanjang dengan orang yang sama atau orang yang berbeda. Itu bergantung pada laporan dan evaluasi kinerja mereka selama menjadi penjabat. Kerja mereka akan dievaluasi per tiga bulan secara langsung dan berjenjang oleh pemerintah tingkat atasnya.
”Hasil evaluasi tersebut salah satunya akan menjadi masukan atau referensi dalam merekomendasikan dan atau mengganti personel yang akan menjadi penjabat di daerah tersebut,” kata Andi.
Penunjukan TNI-Polri
Andi mengungkapkan, berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada serta UU No 5/2014 tentang ASN, siapa pun pejabat yang sedang di posisi JPT pratama dan JPT madya terbuka peluang untuk menjadi penjabat kepala daerah. Itu artinya tak terbatas pula entah dia dari anggota TNI-Polri atau bukan.
”Jadi, kriteria yang digunakan sebagaimana undang-undang itu, JPT madya dan JPT pratama sepanjang siapa pun pejabat memenuhi kriteria itu, maka ada ruang untuk itu,” ujar Andi.
Baca juga : Aturan Teknis Penunjukan Penjabat Kepala Daerah Belum Juga Siap
Dihubungi secara terpisah, Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf menyampaikan, secara normatif, ruang bagi orang di luar ASN, termasuk TNI-Polri, menjadi penjabat kepala daerah memang dimungkinkan. Namun, menurut dia, jika TNI-Polri yang ditunjuk sebagai penjabat, seharusnya mereka harus berani meninggalkan jabatannya.
”Karena, kan, penjabat ini jangka waktunya lama, supaya menghindari dinamika conflict of interest (konflik kepentingan),” kata Araf.
Ia mengingatkan, hal yang paling mengkhawatirkan jika anggota TNI-Polri aktif dipilih sebagai penjabat adalah masalah netralitas. Ini akan menjadi persoalan ketika ada kandidat pilkada nanti juga berlatar belakang TNI-Polri. Kekhawatiran lain adalah munculnya kembali dwifungsi (dual function). Ini menjadi ironi karena di masa reformasi, dwifungsi sudah tidak ada lagi.
Namun, jika melihat ketersediaan jumlah ASN yang melebihi kebutuhan, lanjut Araf, seharusnya Kemendagri dapat memprioritaskan para ASN itu. Kemendagri dapat memberikan pendidikan dan pelatihan jika membutuhkan kompetensi khusus bagi ASN yang akan ditempatkan di suatu daerah tertentu.
“Jadi, sebenarnya, semua itu tinggal dipersiapkan saja dari awal untuk jabatan-jabatan penjabat, sangat mungkin bisa dilakukan,” ucap Araf.
Jika melihat ketersediaan jumlah ASN yang melebihi kebutuhan, seharusnya Kemendagri dapat memprioritaskan para ASN itu. Kemendagri dapat memberikan pendidikan dan pelatihan.
Program pembangunan
Selain membahas siapa yang kompeten sebagai penjabat kepala daerah, diskusi yang digelar Apkasi juga membahas nasib pembangunan di daerah yang kepala daerahnya berakhir masa jabatannya pada tahun ini. Pada kesempatan itu, Teguh Setyabudi mengatakan, sebenarnya ada kekhawatiran yang serius setelah kepala daerah hasil Pilkada 2017 dan Pilkada 2018 berakhir masa jabatannya, yakni program pembangunan mereka akan terhenti.
Untuk itu, Mendagri Tito Karnavian per 31 Desember 2021 menerbitkan Instruksi Mendagri No 70/2021 tentang Penyusunan Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah bagi Daerah dengan Masa Jabatan Kepala Daerah yang Berakhir pada Tahun 2022.
”Instruksi Mendagri ini untuk kepala daerah yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2022. Sementara untuk tahun 2023, nanti akan ada petunjuk baru yang kami susun dalam instruksi Mendagri yang akan kami sampaikan kemudian,” ujar Teguh.
Baca juga : Transparansi Penunjukan Penjabat Kepala Daerah
Teguh pun meminta kepada gubernur, bupati, dan wali kota yang masa jabatannya berakhir pada 2022 agar bisa menyiapkan dokumen pembangunan menengah daerah tahun 2023-2026, yang selanjutnya disebut sebagai rencana pembangunan daerah provinsi/kabupaten/kota tahun 2023-2026.
Ia berharap agar seluruh kepala perangkat daerah juga segera diperintahkan untuk menyusun rencana strategis perangkat daerah provinsi/kabupaten/kota tahun 2023-2026 dan rencana pembangunan daerah tahun 2023-2026. Ia mengingatkan agar tahapan penyusunan dokumen perencanaan pembangunan daerah itu harus melibatkan peran DPRD dan konsultasi publik.
Ryaas Rasyid pun mengingatkan pentingnya diklat bagi penjabat kepala daerah sebelum mereka dilantik. Mereka perlu dipersiapkan tentang kepemimpinan, manajemen, serta seluk-beluk politik dengan DPRD agar tidak bingung saat terjun ke daerah.
”Sebab, dia masuk bukan sebagai penguasa, dia masuk sebagai penjabat yang menyelenggarakan tugas-tugas administrasi pada umumnya. Yang menyangkut politik, itu perlu ada arahan, bagaimana mereka akan deal dengan DPRD dan masyarakat luas,” tutur Rasyid.
Tak lupa, setelah menjabat, para penjabat juga diingatkan untuk terus hadir di tengah masyarakat serta menjalin komunikasi politik dengan DPRD. Hal ini penting karena mereka bukan pejabat politik, melainkan pejabat administratif. Oleh karena itu, mereka butuh dukungan publik dan dukungan politik untuk membantu kerja mereka.