Masa Prapaskah, Umat Katolik Diajak Menjaga Lingkungan dan Merawat Sesama
Memulihkan kehidupan bumi, sehat manusia, sejahtera merupakan tema umum aksi puasa pembangunan 2022 bagi umat kristiani. Dengan ini, umat Katolik diajak merawat lingkungan dan manusia di sekitarnya.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·6 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Uskup Agung Kupang Mgr Petrus Turang Pr mengajak seluruh umat kristiani memulihkan kehidupan dan lingkungan memasuki masa Prapaskah mulai 2 Maret hingga 16 April 2022. Kebersihan lingkungan, kecukupan pangan, dan solidaritas antarmanusia menjadi bahan permenungan selama lebih dari 40 hari masa puasa kristiani, dalam mengenang sengsara dan kebangkitan Yesus Kristus.
Uskup Keuskupan Agung Kupang (KAK) Mgr Petrus Turang Pr dalam kata pengantar katekese pendalaman iman umat katolik di KAK, Kupang, Nusa Tenggara Timur, Minggu (13/3/2022), antara lain, menyebutkan, dalam dua tahun terakhir, umat mengalami tantangan luar biasa dan mengganggu stabilitas hidup dan lingkungan. Mulai dari pandemi Covid-19, peperangan, penindasan, dan pembunuhan di berbagai tempat, hingga aneka bencana alam seperti gempa bumi, tanah bergerak, serta erupsi gunung berapi.
Perubahan iklim yang menyebabkan hujan berkepanjangan, banjir bandang, tanah longsor, siklon tropis seroja, kekeringan ekstrem, kebakaran hutan, dan serangan hama tanaman pangan juga melanda dunia. Situasi ini butuh tindakan konkret dari masyarakat dunia agar keberlangsungan dan keberlanjutan hidup manusia dan lingkungan ekologisnya tetap terpelihara baik.
”Gereja Katolik Indonesia melalui komisi pengembangan sosial ekonomi KWI menggerakkan umat untuk ikut berpartisipasi dalam memelihara kehidupan yang telah dianugerahkan Tuhan melalui aksi puasa pembangunan atau APP 2022, dengan tema ’memulihkan kehidupan, bumi sehat, dan manusia sejahtera.' Selama 40 hari masa puasa, umat Katolik didorong melakukan permenungan dan pendalaman atas tema besar ini,” kata Turang.
Di masa aksi puasa pembangunan atau APP, umat Kristiani tidak hanya puasa, bermuram muka, dan berdiam diri. Lebih dari itu, masa puasa berarti masa bertobat, memperbaiki diri, mengubah perilaku, menahan nafsu keserakahan, berpantang, mengubah lingkungan menjadi lebih baik, dan membangun hubungan dengan Tuhan dan sesama secara lebih intens.
Tema APP 2022 memulihkan kehidupan, bumi sehat, manusia sejahtera merupakan tema umum yang dikeluarkan Komisi Wali Gereja Indonesia bagi umat Katolik dalam menyambut masa Prapaskah tahun ini. Tema ini menjadi bahan permenungan bagi semua umat Katolik di Indonesia.
Ketua Komisi Kitab Suci Keuskupan Agung Kupang RD Sipri Senda Pr dalam sosialisasi bahan APP 2022 di Kapela Santo Fransiskus Naimata, Kupang, antara lain menyebutkan, tema umum ini dijabarkan dalam empat subtema yang menjadi bahan permenungan selama 40 hari masa Prapaskah. Menjaga kebersihan lingkungan, membangun ketahanan pangan dan gizi, mewujudkan ekonomi berkelanjutan,dan menggerakkan solidaritas hidup yang dinamis. Keempat subtema ini tertuang dalam buku panduan katekese, pendalaman iman dan penghayatan hidup bagi semua umat kristiani.
Empat subtema Prapaskah 2022, yaitu menjaga kebersihan lingkungan, membangun ketahanan pangan dan gizi, mewujudkan ekonomi berkelanjutan, dan menggerakkan solidaritas hidup yang dinamis.
Kebersihan lingkungan memiliki gagasan dasar, yakni bersih itu indah. Semua umat Kristiani mesti menyadari perilaku burukmembuang sampah sembarangan, dan penggunaan zat-zat kimia dalam usaha pertanian menyebabkan polusi dan pencemaranyang menyebabkan kematian dini. Orang beriman harus mampu mengembangkan tata kelola sampahdan daur ulang organik demi mencegah polusi dan pencemaran lingkungan, yakni tanah, air, dan udara.
Masalah ketahanan pangan dan gizi harus disadari sebagai masalah yang sangat serius belakangan ini. Masalah ini dapat menyebabkan kematian serius bila tidak ditangani sedini mungkin. Umat kristiani didorong untuk memahami, mengusahakan, dan mengonsumsi pangan organik yang sehat dan bergizi dalam semangat cinta kasih dan keadilan.
Sipri menjelaskan, dalam kondisi pandemi Covid-19 saat ini, semua orang juga dipanggil untuk menyediakan pangan yang cukup bagi semua orang, baik secara kuantitatif ataupun mutu, dan tersedia dalam jangka waktu panjang. Kini, masih terjadi kerawanan pangan, kelaparan, dan kekurangan gizi yang dialami masyarakat. Organisasi pangan dunia (FAO) menyebutkan ketahanan pangan terjadi ketika semua orang memiliki akses fisik, sosial, dan ekonomi terhadap pangan yang aman, dikonsumsi dalam jumlah dan kualitas cukup.
Adapun perubahan iklim dan pemanasan bumi, menurut Sipri juga sangat berpengaruh terhadap upaya pengadaan pangan. Kelestarian bumi dengan menciptakan dan menjaga lingkungan yang utuh menjadi tanggung jawab semua orang beriman. Lingkungan yang sehat, menghasilkan pangan yang cukup dan sehat bagi manusia.
Sipri yang juga dosen Kitab Suci Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandiri Kupang ini mengatakan, saat ini sekitar 2 juta anak balita di Indonesia mengalami kurang gizi, 7 juta anak stunting (tengkes), 2 juta anak lain kelebihan berat badan, 2,6 juta ibu hamil mengalami anemia. Provinsi NTT menempati kasus tengkes tertinggi nasional dan kurang gizi pada posisi ketiga nasional. Selain itu, aneka penyakit muncul akibat pola makan yang tidak teratur, tidak terukur, dan tidak sehat.
Kerusakan lingkungan saat ini akibat perilaku dan aktivitas manusia yang serakah dan kurang bertanggung jawab. Umat kristiani diajak melakukan gerakan pemulihan mulai dari keluarga masing-masing. Krisis lingkungan hidup saat ini berkaitan erat dengan masalah keselamatan atau penderitaan umat manusia.
Sikap manusia yang cenderung mengeksploitasi dan menguasai alam, memberi tekanan dan kerusakan pada alam, yangkian memprihatinkan. Menurut Sipri, manusia kini tidak lagi melihat dirinya sebagai bagian dari alam, tetapi malahan menempatkan diri sebagai pusat segalanya. ”Lingkungan dan alam hanya sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia,” ujarnya.
Kondisi lingkungan hidup global saat ini tidak hanya ditanggapi dengan berbagai wacana suci di podium, panggung, dan ruang pertemuan. Kondisi lingkungan saat ini sudah sangat mendesak untuk diperbaiki oleh manusia sendiri. Paus Fransiskus mengingatkan umat Katolik dunia soal kerusakan lingkungan ini, dalam ensiklik ”Laudato Si”, di mana Paus menyebutkan, ”Saudari (bumi) ini sedang menjerit karena berbagai kerusakan yang telah kita timpakan padanya.”
Akar penyebab kerusakan bumi, rumah kita bersama yang sudah parah, bersumber dari akar hidup manusia itu sendiri yang sudah rusak, karena dosa. Dosa dan kejahatan manusia tidak hanya merusak hubungan dengan Tuhan, tetapi juga sesama manusia dan lingkungan.
Sipri memaparkan, melalui APP 2022 umat kristiani didorong memperluas cakupan kepedulian pada bumi, bahwa semua bentuk kehidupan saling terkait satu sama lain. Menodai bumi adalah dosa berat yang menodai dan melukai manusia, mendatangkan penyakit, dan bencana.
Dalam pemahaman ini, perlu dibangun kesadaran ekologis berkelanjutan dengan pendekatan yang didasarkan pada kesadaran bahwa bumi dan segala isinya adalah pemberian Pencipta untuk semua manusia lintas generasi. Keadilan antargenerasi adalah kunci keberlanjutan ekologi. Memenuhi kebutuhan manusia saat ini tidak boleh mengabaikan kebutuhan generasi yang akan datang.
Kemajuan teknologi komunikasi, lanjut Sipri, berpotensi membawa manusia ke dalam lingkaran kesendirian dan tenggelam dalam dunia digital yang menawarkan kenyamanan diri tanpa merasa terganggu oleh kehadiran orang lain. Kondisi ini diperparah dengan pandemi Covid-19 yang membatasi ruang perjumpaan manusia dalam lingkup virtual tanpa interaksi personal yang mendalam.
Kenyataan ini menuntut solidaritas dan persekutuan antarumat manusia untuk mempertajam gerakan-gerakan yang mengutamakan persaudaraan agar persaingan yang tidak sehat makin terbuka pada bentuk-bentuk kerja sama yang memungkinkan semua orang terlibat dalam membangun kebaikan bersama.
Sementara itu, Co-Pastor Gereja Stasi Naimata Kupang RD Frans Atamau mengingatkan umat kristiani setempat agar bahan renungan APP 2022 ini dibahas, direnungkan, dihayati dalam kelompok umat di lingkunganmasing-masing.”Semua pikiran ini perlu dijabarkan dalam kehidupan konkret umat beriman,” katanya.
Maria Goreti Suyati (54), warga Kupang, menyebutkan, bahan APP 2022 sangat menarik, aktual, dan menyentuh kehidupan saat ini. Namun, untuk memahami dan menghayatinya tergantung pribadi masing-masing umat. ”Kalau orang ingin bertobat, mengubah perilaku hidup, memperbaiki lingkungan, dan membangun hubungungan harmonis dengan sesama, pasti bisa,” katanya.