Penangkapan salah satu pemodal di Gunung Botak harus menjadi pintu masuk untuk membongkar praktik tambang emas liar di sana. Integritas aparat penegak hukum kini dipertaruhkan.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·5 menit baca
Sebuah gudang yang berada di dalam permukiman penduduk didatangi petugas kepolisian. Mereka menduga ada barang bukti pengolahan emas tradisional yang tersimpan di dalamnya. Gudang yang sudah digunakan bertahun-tahun itu tak jauh dari lokasi tambang emas ilegal Gunung Botak, Pulau Buru, Maluku.
”Gudang itu bukan barang baru. Setiap hari oto (mobil) bawa barang keluar-masuk. Orang-orang di sini sudah tahu semua. Aparat juga pasti sudah tahu,” ujar MW (55), warga yang tinggal tak jauh dari gudang itu, yang berlokasi di Desa Kayeli, Kecamatan Teluk Kayeli, Kabupaten Buru.
Gudang itu milik Mirna (47), seorang pebisnis. Selama bertahun-tahun, ia memasok merkuri, sianida, dan berbagai bahan kimia lainnya dari Sulawesi dan Jawa ke Pulau Buru. Bahan-bahan itu sebagian dijual kepada para petambang untuk digunakan mengolah emas. Material emas diperoleh dari aktivitas penambangan di Gunung Botak.
Dalam penggeledahan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Maluku, ditemukan sejumlah barang bukti, di antaranya 36 paket sianida berukuran masing-masing 25 kilogram, 2 kaleng sianida ukuran 50 kilogram, dan setengah kaleng sianida dengan ukuran 50 kilogram. Ada juga 25 paket kostik (soda api) masing-masing berukuran 25 kilogram.
Selain itu, ada juga 35 paket karbon berukuran masing-masing 25 kilogram, 1 unit pompa pembakaran emas, 1 set tabung dan selang minyak, 160 karung material emas masing-masing 25 kilogram, 2 kilogram cairan merkuri, timbangan, dan tungku pembakaran.
Bahan merkuri biasanya dicampur dengan material tambang berupa tanah yang dicampur air di dalam tong kemudian diaduk menggunakan mesin penggerak dalam waktu beberapa jam. Merkuri berfungsi mengikat mineral yang terkandung di dalam material tambang itu.
Sementara sianida biasanya digunakan untuk pengolahan dalam skala lebih besar. Cairan sianida bersama zat kimia lain dicampur dalam material bervolume lebih dari 50 meter kubik. Material itu ditumpuk di atas terpal lalu didiamkan selama hampir seminggu kemudian dibongkar. Mineral emas akan mengendap di bawahnya.
Pengolahan menggunakan sianida lebih banyak hasilnya. Satu tempat pengolahan bisa mendapatkan hingga ratusan gram emas. Tak heran dalam penggeledahan yang kemudian diikuti penangkapan terhadap Mirna, polisi mendapatkan 563 gram emas dari tangan Mirna. Harga satu gram emas di lokasi itu hingga Rp 750.000.
MW menambahkan, Mirna merupakan pemain lama. Bertahun-tahun ia beroperasi di Gunung Botak. Tak hanya menjual bahan dan peralatan tambang, dia juga memodali para petambang untuk masuk ke sana. Setelah operasi penertiban yang sudah dilakukan berulang kali, para petambang pasti kembali lagi ke sana. Untuk satu tempat pengolahan, modal yang dibutuhkan paling kurang Rp 50 juta.
Mirna diduga dibekingi oleh pihak-pihak tertentu sehingga ia dengan leluasa beraksi di sana. ”Harusnya yang bersangkutan sudah lama ditangkap karena dia main terang-terangan. Kenapa baru ditangkap? Itu yang membuat kami terheran-heran. Tapi, bagaimanapun bagus kalau dia ditangkap,” ucap MW.
Kami ingatkan kepada anggota, jangan main-main. Ini sudah menjadi atensi nasional.
Tokoh masyarakat yang memiliki hak ulayat di Gunung Botak, Hasal Wael (58), membenarkan adanya pemodal tambang yang leluasa beroperasi di Gunung Botak. Mereka sengaja ”tiarap” ketika terjadi operasi penertiban. Saat situasi reda, mereka beraksi lagi. Penambangan ilegal itu mulai terjadi sejak 2011 dan sudah puluhan kali ditertibkan aparat.
Para pemilik ulayat pun tidak berdaya menghadapi pemodal yang datang dengan berbagai dukungan. Makanya, pemilik ulayat sempat ingin menjual areal Gunung Botak kepada perusahaan yang ingin mengolahnya. Namun, rencana ini sulit terwujud karena bertentangan dengan konstitusi, yakni bumi air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara.
Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar M Roem Ohoirat pun tidak membantah ada oknum anggota Polri yang terlibat. Pada Februari 2022, misalnya, seorang anggota Brimob menembak hingga tewas seorang petambang di Gunung Botak. Setelah diselidiki, diketahui bahwa oknum tersebut menjadi beking salah satu pemodal.
Di luar itu, Polda Maluku sudah memproses beberapa anggota yang terlibat di sana, mulai dari yang ikut menambang, membekingi, hingga mengedarkan narkoba. ”Bahkan, ada beberapa orang anggota yang diberhentikan tidak dengan hormat. Kami ingatkan kepada anggota, jangan main-main. Ini sudah menjadi atensi nasional,” ucap Roem.
Setelah ditangkap, Mirna kini menjalani pemeriksaan. Ia dijerat dengan Pasal 158 dan Pasal 161 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana diubah dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Selain itu, Mirna juga diganjar dengan Pasal 110 juncto Pasal 36 dan Pasal 106 juncto Pasal 24 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
Penangkapan Mirna menjadi penangkapan pemodal besar pertama di Gunung Botak. Terungkap pula, sejumlah pemodal lainnya langsung kabur setelah mendengar Mirna tertangkap. Polisi kini bergerak cepat mendeteksi keberadaan mereka. Jumlah mereka sekitar 10 orang.
”Lokasi tempat mereka beroperasi sudah kami dapatkan di titik mana saja. Kami masih terus melakukan pengejaran dan pengumpulan berbagai barang bukti pendukung,” kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Maluku Komisaris Besar Harold W Huwae. Harold belum lama menduduki jabatan tersebut.
Menurut Yusthinus T Male, dosen Universitas Pattimura, Ambon, yang meneliti pencemaran di Gunung Botak, keseriusan aparat dalam menindak pemodal tambang sangat menentukan masa depan daerah itu. Semakin dibiarkan, kondisi lingkungan di sana semakin parah akibat pencemaran yang sudah terjadi selama lebih kurang 11 tahun terakhir.
Dalam penelitiannya, ia menemukan pencemaran merkuri terjadi di air, sedimen, pangan, bahkan sudah masuk ke dalam tubuh manusia. Ia memprediksi, mutasi genetika yang terjadi di Minamata, Jepang, akibat pencemaran merkuri sangat mungkin terjadi di Pulau Buru pada waktu yang akan datang.
Momentum tertangkapnya Mirna, pemodal tambang dengan barang bukti sianida dan lainnya, menjadi pintu masuk untuk memberantas praktik tambang liar di sana. Masyarakat berharap polisi dengan segala kewenangan dan sumber daya yang dimiliki dapat melakukan itu dengan baik.