Penambahan Porsi DMO Diharapkan Tekan Kelangkaan Minyak Goreng di Sumsel
Penambahan komposisi ”dosmestic market obligation” diharapkan dapat mengurangi risiko kelangkaan minyak goreng di Sumsel. Ke depan, distribusi minyak bisa tepat sasaran dan tidak menimbulkan masalah baru.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·2 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Penambahan komposisi domestic market obligation (DMO) atau kewajiban memasok kebutuhan pasar dalam negeri diharapkan bisa meminimalkan risiko kelangkaan minyak goreng di Sumatera Selatan. Agar pengaruhnya semakin dirasakan masyarakat, proses distribusi juga butuh diperbaiki.
Sebelumnya, pemerintah menaikkan porsi DMO bagi produsen dan eksportir minyak sawit dari 20 persen menjadi 30 persen. Langkah itu ditempuh untuk menjaga pasokan bahan baku dan menjamin ketersediaan minyak goreng.
Kepala Dinas Perdagangan Sumsel Ahmad Rizali, Sabtu (12/3/2022), mengatakan, komposisi DMO dinilai masih sangat kurang. Buktinya, masih adanya kelangkaan minyak goreng di pasaran. Saat dinaikkan menjadi 30 persen, dia berharap bisa menekan kelangkaan minyak goreng di pasar.
Menurut Ahmad, di Sumsel ada dua produsen yang memproduksi minyak goreng. Selama ini, mereka sudah memberikan komposisi 20 persen dari jumlah ekspornya. Dari 26 juta liter minyak goreng yang dijatah pemerintah pusat, saat ini sekitar 10 juta liter di antaranya disalurkan ke sejumlah daerah. Komposisi terbesar masih di Palembang, sekitar 20 persen dari total alokasi.
Ke depan, penyaluran minyak dari program DMO akan terus dilaksanakan. ”Kemungkinan akan tuntas dalam tiga bulan ke depan. Penyaluran minyak goreng dilakukan dengan skema operasi pasar dan penyaluran di pasar tradisional,” katanya.
Head Unit PT Sinar Alam Permai (SAP) Wilayah Sumatera Bagian Selatan Simon Panjaitan mengatakan, pihaknya berkomitmen memenuhi kebijakan dari pemerintah pusat. Namun, perusahaannya kini masih kesulitan mendapatkan bahan baku. Penyebabnya, dipicu harga minyak sawit mentah masih di atas harga minyak goreng.
Akibatnya, produksi minyak masih belum memadai. Pada kondisi normal, produksi minyak goreng di PT SAP untuk wilayah Sumatera Bagian Selatan sekitar 13.000 ton per bulan. Saat ini, produksinya sekitar 10.000 ton per bulan.
Ke depan, dia juga berharap masyarakat tidak membeli minyak secara berlebihan. Dari data yang ada, kebutuhan minyak per orang hanya 0,8-1,1 liter per bulan. Itu berarti rata-rata satu keluarga hanya butuh 5-8 liter per bulan.
Kendala distribusi
Ahmad mengatakan, masih ada kendala dalam proses penyaluran minyak goreng ke masyarakat. Salah satunya distribusi yang belum rapi, seperti yang terjadi di Lubuk Linggau, Kamis (10/3/2022). Saat itu, ratusan orang berkerumun demi mendapat minyak goreng.
Ahmad mengklaim, sekitar 20.000 liter minyak goreng yang bakal disalurkan sebenarnya cukup untuk warga. Namun, keputusan Pemerintah Kota Lubuk Linggau yang menggabungkan operasi pasar dari delapan kecamatan akhirnya memunculkan kerumunan.
”Skema tersebut akhirnya dibatalkan dan keesokan harinya operasi pasar disebar ke setiap kecamatan dan sekarang sudah selesai,” kata Ahmad.