GPH Bhre Cakrahutomo Dinobatkan Jadi Mangkunegara X
Gusti Pangeran Haryo Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo dinobatkan menjadi Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara X. Ia meneruskan kepemimpinan sang ayah yang mangkat 2021 lalu.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Gusti Pangeran Haryo Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo dinobatkan menjadi Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara X. Ia meneruskan kepemimpinan ayahnya, Mangkunegara IX, yang berpulang, pada 2021 lalu. Upacara penobatan berlangsung di Pura Mangkunegaran, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Sabtu (12/3/2022).
Bhre dinobatkan oleh ibunya, Gusti Kanjeng Putri Mangkunegara IX. Sang ibu yang membacakan piagam pengukuhannya sebagai adipati baru. Pembacaan dilakukan pada bagian Pendhapa Ageng, Pura Mangkunegaran, sekitar pukul 10.30.
”Dengan mengikuti adat dan perintah leluhur Pura Mangkunegaran, pada hari ini, Sabtu, 12 Maret 2022, Gusti Kanjeng Putri Mangkunegara IX menetapkan Gusti Pangeran Haryo Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo diangkat menjadi Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Mangkunegara X,” kata GKP Mangkunegara IX, saat membacakan piagam penghargaan tersebut.
Bhre berdiri di hadapan GKP Mangkunegara IX sewaktu pembacaan piagam pengukuhan tersebut. Sesaat setelah dibacakan, keris yang disisipkan di pinggang Bhre diambil oleh abdi dalem. Lalu, keris tersebut digantikan keris pusaka dalem bernama Kanjeng Kyai Wangkingan.
Selanjutnya, GKP Mangkunegara IX memberikan piagam pengukuhan tersebut kepada Bhre, yang secara resmi menjabat sebagai KGPAA Mangkunegara X. Ia pun segera membacakan janji prasetia sebagai adipati.
Poin yang dibacakannya, antara lain, ialah janji untuk melestarikan nilai-nilai luhur dari Pura Mangkunegaran. Adapun nilai-nilai tersebut merupakan falsafah dari Mangkunegara I yang berwujud tridarma, yakni mulatsarira hangrasawani, rumangsa melu handarbeni, dan melu hangrukebi.
Nilai-nilai tersebut merupakan falsafah dari Mangkunegara I yang berwujud tridarma, yakni mulatsarira hangrasawani, rumangsa melu handarbeni, dan melu hangrukebi.
Acara dilanjutkan dengan pembacaan sabda dalem dari Mangkunegara X. Ia menekankan perihal pentingnya Pura Mangkunegaran mempertahankan eksistensi di tengah perkembangan zaman. Untuk itu, ia mengajak segenap pihak terlibat aktif dalam kerja-kerja pelestarian budaya. Sebab, upaya menjaga eksistensi tak bisa dilakukan sendiri. Butuh kerja sama dengan berbagai pihak.
”Pura Mangkunegaran tidak boleh terlena dalam euforia kejayaan masa lalu. Warisan sejarah bukan hanya suatu hal yang semata-mata harus dirayakan, melainkan harus diperhatikan pasang surutnya agar tetap menjadi pusar budaya dan sejarah yang tidak tergerus zaman,” kata Mangkunegara X.
Mangkunegara X juga berharap agar Pura Mangkunegaran bisa menjadi suatu wadah bagi berbagai elemen masyarakat mengingat posisinya sebagai tempat lahir dan berkembangnya kebudayaan. Elemen masyarakat tersebut terentang dari budayawan, akademisi, pemerintah, dan berbagai lembaga sosial maupun ekonomi.
Setelah pembacaan Sabda Dalem selesai, Mangkunegara X berjalan kembali menuju area Pringgitan. Di sana, ia duduk pada singgasananya yang bertempat persis di tengah. Di sebelah barat, tempat duduk khusus bagi kerabat sedinasti Mataram, yakni Kasunanan Surakarta, Keraton Yogyakarta, dan Pura Pakualaman.
Semua pimpinan kerajaan tersebut hadir langsung didampingi permaisurinya. Mulai dari Pakubuwono XIII, Sultan Hamengku Buwono X, hingga KGPAA Pakualam X. Sementara itu, di sisi timur Mangkunegara X, tempat duduk dikhususkan bagi kerabat inti sang adipati.
Acara dilanjutkan dengan penampilan hiburan berupa tarian Bedhaya Anglir Mendung. Tarian itu menceritakan perjuangan Mangkunegara I mendirikan Pura Mangkunegaran. Durasi tarian selama lebih kurang 50 menit. Tarian itu merupakan persembahan untuk sosok adipati yang tengah bertakhta. Penampilannya pun hanya waktu sang adipati naik takhta dan peringatan naik takhta.