Klaten Siagakan Tempat Evakuasi untuk Warga Lereng Merapi
BPBD Kabupaten Klaten menyiagakan kembali sejumlah balai desa dan gedung serbaguna untuk menjadi tempat evakuasi sementara di wilayah lereng Gunung Merapi. Tempat-tempat tersebut dapat dimanfaatkan sewaktu-waktu.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
KLATEN, KOMPAS — Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Klaten menyiagakan kembali sejumlah balai desa dan gedung serbaguna untuk menjadi tempat evakuasi sementara di wilayah lereng Gunung Merapi. Tempat-tempat tersebut dapat dimanfaatkan sewaktu-waktu jika terjadi peningkatan aktivitas pada gunung berapi tersebut.
Sejumlah bangunan yang disiapkan sebagai tempat evakuasi sementara, antara lain, Balai Desa Balerante, Gedung Olahraga Kalimosodo di Desa Sidorejo, dan Barak Desa Tegalmulyo. Ketiganya berlokasi di Kecamatan Kemalang. Kapasitas masing-masing tempat mencapai 200-400 orang.
”Jadi setiap wilayah KRB (Kawasan Rawan Bencana) itu sudah mempunyai tempat evakuasi sementara. Itu juga sudah disiagakan dan bisa digunakan kapan saja jika dibutuhkan,” kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Klaten Sri Winoto, saat dihubungi, Kamis (10/3/2022) sore.
Dengan adanya kondisi pandemi Covid-19, Winoto menjelaskan, tempat evakuasi sementara dirancang khusus. Ada sekat-sekat yang dibuat untuk memastikan agar jaga jarak antarwarga bisa diterapkan. Bahkan, penyekatan telah dilakukan sejak peningkatan status Gunung Merapi menjadi Siaga (Level III), pada November 2020 lalu.
Sejauh ini, lanjut Winoto, warga juga sudah punya bekal pengetahuan soal mitigasi bencana. Hampir semua warga disebut cukup terlatih untuk melakukan evakuasi mandiri. Untuk itu, pihaknya meminta warga agar tetap tenang dan waspada dengan perkembangan kondisi gunung tersebut.
Informasi-informasi yang diikuti hendaknya dari lembaga yang bertanggung jawab, seperti Badan Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG). ”Sudah tertanam baik perihal mitigasi di benak warga. Mereka sudah tahu apa yang dilakukan jika tiba-tiba terjadi situasi darurat. Jadi, warga hendaknya senantiasa tenang dan mewaspadai perkembangan aktivitas gunung,” kata Winoto.
Berjalannya sistem mitigasi tersebut terbukti pada Rabu (9/3/2022) malam. Puluhan warga dari sejumlah dukuh di Desa Balerante melakukan evakuasi mandiri setelah melihat adanya peningkatan aktivitas gunung. Saat itu, warga mengaku mendengar suara bergemuruh dari puncak sejak pukul 21.30.
Menurut laporan BPPTKG, Gunung Merapi mengeluarkan rangkaian awan panas pada Rabu malam hingga Kamis pagi. Awalnya, awan panas guguran terjadi pada Rabu, pukul 23.18. Selanjutnya, guguran terjadi berturut-turut pada pukul 23.29, pukul 23.38, pukul 23.44, pukul 23.53, dan Kamispukul 00.22. Awan panas mempunyai amplitudo maksimal 75 milimeter, durasi maksimal 570 detik, dan jarak luncur terjauh 5 km ke arah tenggara atau menuju Sungai Gendol di Kabupaten Sleman, DIY (Kompas, 10/3/2022).
”Sampai pukul 24.00 itu masih terus ada suara gemuruh. Akhirnya, warga yang jaraknya paling dekat dengan puncak berbondong-bondong turun. Untuk sementara waktu, mereka bermalam di Balai Desa Balerante. Di sini cukup aman karena jaraknya sekitar 9 km dari puncak,” kata Kepala Desa Balerante Sukono.
Sukono menjelaskan, jumlah warga yang menempati balai desa sebanyak 60 orang. Mereka terdiri dari warga kelompok rentan seperti warga lanjut usia, perempuan, dan anak-anak. Para warga berasal dari Dukuh Sambungrejo, Dukuh Ngipiksari, Dukuh Sukorejo, dan Dukuh Balerante. Jarak paling dekat dengan puncak sekitar 4 km.
”Para warga kembali ke rumahnya masing-masing sekitar pukul 06.00. Mereka juga beraktivitas normal kembali. Jika nanti ada peningkatan aktivitas lagi, mereka bisa menempati balai desa lagi. Ini terus kami siagakan,” kata Sukono.
Sementara itu, Kepala Urusan Perencanaan Desa Balerante Jainu menyampaikan, soal mitigasi bencana bukan lagi menjadi persoalan bagi warga desa. Para warga sudah punya kesadaran tinggi untuk melakukan evakuasi mandiri apabila sewaktu-waktu terjadi kondisi darurat. Pengalaman dari erupsi-erupsi sebelumnya yang membuat warga semakin paham apa yang akan dilakukan.
”Masyarakat sekarang sudah lebih mandiri. Sudah lebih tanggap dan tahu apa yang harus dilakukan. Berbeda dengan tahun-tahun lalu, kami harus kejar-kejar warga untuk evakuasi. Sekarang sudah tidak seperti itu,” ucap Jainu.