Kisah Tragis Bocah Perempuan Manado yang Tewas di Tangan Kekasihnya
Dua tahun lamanya Marcella tinggal di rumah Fernando atas izin ibu dan ayah tirinya. Namun, ia sendiri yang akhirnya membawakan ajal untuk sang tambatan hati. Marcella tewas di tangan Fernando.
Marcella Awuy (15) begitu geram ketika mendapati Fernando Kakaehe (19) sedang nongkrong bersama tiga kawannya di sebuah poskamling, Minggu (6/3/2022) dini hari, di bawah langit gelap Manado. Mereka asyik bersenda gurau sambil sesekali menenggak apa yang disebut Shaggy Dog, band ska asal Yogyakarta, sebagai ”air kedamaian”.
Tanpa basa-basi Marcella membentak kekasihnya itu, memaksanya untuk pulang ke rumah yang mereka tinggali bersama di daerah Teling Atas detik itu juga. Namun, Fernando tak mau menurut dan mengabaikannya.
Maka, bak Gunung Lokon pada tengah malam 16 Juli 2011, amarah Marcella pun meletus. Tanpa permisi, bocah perempuan itu merangsek masuk ke poskamling, lalu melayangkan pukulan demi pukulan ke tubuh Fernando karena tuntutan yang ia serukan dalam bentuk kata-kata terbukti tak mempan.
Bisa jadi, apa yang dilakukan Marcella itu, sekalipun kasar dan membabi buta, memang untuk kebaikan pujaan hati yang dicintainya. Namun, bagi Fernando yang sedang mabuk, pacarnya yang masih berusia anak-anak itu resek sekali.
Sekonyong-konyong ia mengambil sebilah pisau badik yang memang sengaja disimpan di poskamling, entah oleh siapa. Seolah sedang kesetanan, ia menghunjamkannya ke leher Marcella, mencabutnya, lalu menusukkannya lagi berturut-turut ke dada, paha, dan kemudian kaki Marcella.
Semua terjadi sekelebat. Dalam beberapa detik itu, segalanya seolah tak berarti lagi bagi Fernando. Dua tahun lamanya Marcella tinggal di rumahnya dengan persetujuan ibu dan ayah tirinya. Namun, ia sendiri yang membawakan ajal untuk sang tambatan hati. Di tangan Fernando, tepat di ambang pintu poskamling itu, Marcella tewas.
Sekitar pukul 03.30 Wita, warga sekitar dibangunkan oleh kedatangan mobil-mobil polisi ke poskamling itu. Tubuh Marcella masih tergeletak di situ. Kepolisian pun mengangkutnya untuk otopsi di Rumah Sakit Bhayangkara Manado.
Pelaku merasa terhina, malu (dimarahi pacarnya sendiri) di depan teman-temannya.
Matahari masih belum terbit ketika Kepolisian Sektor (Polsek) Wenang kedatangan pengunjung. Si pemuda ternyata hanya kuat satu jam menjadi buron. Diantarkan ayah tirinya, Fernando pun menyerahkan diri kepada kepolisian.
”Namun, karena lokasi pembunuhan terletak di Kecamatan Tikala, ia pun diserahkan kepada Polsek Tikala,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sulut Komisaris Besar Jules Abraham Abast.
Kepala Polsek Tikala Inspektur Satu Sofian Ramin mengatakan, Fernando telah diperiksa. Tiga temannya yang kala itu mabuk bersamanya diperiksa sebagai saksi. Satu-satunya motif yang melatarbelakangi pembunuhan tersebut tak lebih dari rasa sakit hati Fernando. ”Pelaku merasa terhina, malu (dimarahi pacarnya sendiri) di depan teman-temannya,” ujarnya, Senin (7/3/2022).
Hasil pemeriksaan juga mengungkap, Marcella sering memukul Fernando jika sedang marah. Fernando pun sudah kerap melayangkan ancaman dengan benda tajam sebagai balasan, tetapi tak pernah sampai dilakukan. ”Bisa jadi, pelaku menumpuk rasa jengkel karena sering dimarahi hingga akhirnya ia tikam pacarnya,” kata Sofian.
Kini, Fernando meringkuk di ruang tahanan Polsek Tikala. Perbuatannya ini menimbulkan rasa miris karena beberapa waktu lalu, ayah kandungnya yang adalah sopir angkot di daerah Banjer, tewas terbunuh karena ditikam. Kini, ia justru menjadi pelaku kriminalitas yang merenggut sosok ayah dari kehidupannya.
Baca juga: Misteri Pembunuhan Marsela Sulu, Bocah Kesayangan Desa Koha
Fernando diduga melanggar Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pembunuhan dengan hukuman maksimal 15 tahun. Di samping itu, ia juga dapat dijerat Pasal 80 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan hukuman juga 15 tahun penjara.
Hukuman mati
Sehari setelah kematiannya, rumah Marcella di Kelurahan Teling Bawah diselimuti duka. Karangan bunga sebagai ucapan belasungkawa dipajang di tembok rumah. Sebuah tenda didirikan untuk menaungi para pelayat. Ibadah duka pun digelar, Senin malam, setelah Angel, ibunda Marcella, tiba dari Jayapura, Papua.
Kendati air matanya tampak sudah kering, Angel enggan berbicara kepada wartawan. Ayahnya, Nyonyo Usman (52), yang juga kakek Marcella, pun mewakili. ”Saya minta Kapolda Sulut usut perkara ini sampai tuntas. Hukum pelaku dengan penjara seumur hidup atau sekalian hukuman mati. Gubernur saya minta mengawal kasus ini,” ujar Nyonyo.
Tuntutan Nyonyo beralasan. Mendiang cucu tertuanya itu masih tergolong anak-anak yang dilindungi oleh hukum. Namun, yang menjadi pertanyaan, mengapa keluarga Marcella membolehkannya tinggal di rumah Fernando hingga berujung pada akhir yang tragis?
Kalau papanya pulang, dia pergi ke rumah pelaku (Fernando). Kalau papanya pergi, baru dia balik ke rumah.
Menurut Nyonyo, Marcella lahir ketika Angel, ibunya, masih berusia sangat belia. Sebagai seorang ayah, Nyonyo mengaku tak pernah merestui hubungan Angel dengan ayah Marcella sehingga mereka tak pernah tinggal di bawah satu atap yang sama.
Marcella pun lebih banyak tinggal dengan ibunya, termasuk sejak 2018 ketika mereka memutuskan pindah ke Jayapura. Namun, ia akhirnya minta dipulangkan ke Manado untuk tinggal di rumah ayahnya di Teling Bawah pada 2020. Pendidikan Marcella pun terhenti. Ia tak pernah melanjutkan sekolah di Manado.
Di Manado, lanjut Nyonyo, Marcella tak pernah akur dengan ayahnya. ”Kalau papanya pulang, dia pergi ke rumah pelaku (Fernando). Kalau papanya pergi, baru dia balik ke rumah. Memang, kesannya dia sembunyi-sembunyi, tetapi lama-lama kami biarkan karena rumah pelaku juga cuma dekat dari sini,” katanya.
Kendati begitu, Nyonyo mengakui ia dan keluarga besar Marcella tak mengenal Fernando ataupun orangtuanya. Ia bahkan tak tahu jelas pekerjaan Fernando. ”Informasi yang saya terima, dia sopir angkot. Kadang juga kerja di pajeko (kapal perikanan),” ujarnya.
Baca juga: Akhir Misteri Sosok Paling Dicari Se-Sulawesi Utara
Kasus pembunuhan terhadap anak tak hanya sekali terjadi di Manado dan sekitarnya, sekalipun situasi yang melatarinya berbeda-beda. Sebelumnya, pada Mei 2021, seantero Sulut sempat dihebohkan kasus pembunuhan Marsela Sulu (13), bocah di Desa Koha, Minahasa, oleh seorang perangkat desa bernama FK. FK akhirnya bunuh diri sebelum kasus terungkap.
Hingga kini, tidak ada lembaga pemerintahan ataupun penegakan hukum di Manado maupun Sulut yang menyediakan data akurat kekerasan fisik dan pembunuhan terhadap anak. Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Manado menolak berkomentar terkait kasus Marcella Awuy, Rabu (9/3/2022), karena alasan birokratis.
Terbakar
Sejak Fernando Kakaehe menyerahkan diri ke polisi pada Minggu pagi, keluarga Marcella beberapa kali mendatangi rumah pelaku untuk menemui keluarganya. Namun, keesokan harinya, rumah keluarga Fernando sudah kosong. Beberapa tetangga mengatakan, ibu dan ayah tiri Fernando ”mengungsi” karena khawatir akan konsekuensi dari kejahatan si anak.
Pada Selasa (8/3/2022), warga Kelurahan Teling Atas dan Teling Bawah kembali heboh. Pagi sekitar pukul 07.30 Wita, api melalap rumah Fernando yang jelas-jelas sudah kosong. Tak ada yang tahu jelas dari mana asal api. Namun, sebuah rumor menyebar di kalangan warga bahwa seorang pria yang masih keluarga Marcella datang dengan maksud balas dendam.
Baca juga: Pandemi, Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Terus Berlanjut
Penyidikan kebakaran itu dilimpahkan kepada Polsek Wenang. Kepala Polsek Wenang Komisaris Hanny Lukas mengatakan, tim Inafis (penyelidik sidik jari) dari Polresta Manado telah turun ke lokasi untuk mengumpulkan barang bukti.
Hanny belum bisa mengonfirmasi ataupun membantah dugaan warga terkait adanya pelaku yang memang bermaksud membalas dendam. Apalagi, tidak ada teknologi yang dapat mendukung dugaan itu di sekitar lokasi kebakaran, seperti kamera pemantau (CCTV). ”Belum ada dugaan tersangka. Kami tetap bisa melakukan penyelidikan dengan berbagai teknik. Keterangan warga sekitar pun bisa membuka jalan menuju penyelesaian kasus ini,” kata Hanny.