Potensi Energi 1.800 MW dari Biomassa di Jambi Belum Tergarap
Beragam jenis limbah organik yang berpotensi menghasilkan energi 1.800 MW belum terkelola. Pemerintah daerah perlu serius memperkuat implementasi pemanfaatan energi biomassa.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS – Potensi beragam jenis bahan baku biomassa untuk menghasilkan energi listrik 1.800 megawatt di Jambi belum dikelola semestinya. Pemerintah Provinsi Jambi bahkan belum memiliki arah kebijakan yang jelas mengenai target dan strategi capaian bauran energi berbasis biomassa.
Kepala Subbidang Infrastruktur dan Kewilayahan I Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jambi Soni Pratomo mengatakan, belum ada kebijakan spesifik terkait arah pembangunan berbasis pemanfaatan biomassa dan biofuel sebagai sumber energi. Sejauh ini, sumber energi lainnya masih dipandang berpotensi untuk dikembangkan.
Lebih jauh dikemukakan Terra dari Subbidang Infrastruktur Bappeda Jambi, pemanfaatan biomassa dan biofuel masih dianggap tak menguntungkan. ”Ongkos produksinya tak sesuai dengan biaya produksinya,” katanya, dalam diskusi kelompok terpumpun bertajuk ”Implementasi Program Biomassa dan Biofuel di Provinsi Jambi”, di Jambi, Selasa (8/3/2022). Diskusi yang diselenggarakan Walhi Jambi itu diselenggarakan untuk menyerap aspirasi memperkuat implementasi pemanfaatan energi biomassa.
Padahal, dosen Program Studi Kehutanan Universitas Jambi, Jauhar Khabibi, menyebut begitu besar potensi bahan baku yang bisa diolah menjadi energi biomassa dan biofuel. Ia menginventarisasi, setidaknya limbah pabrik sawit dan pelepah sawit bisa menghasilkan 747.126 ton bahan baku. Dari hutan tanaman industri, potensi limbah kulit kayu mencapai sedikitnya 500 ton dan limbah tempurung kelapa 7.271 ton. Begitu pula dari limbah cair pabrik sawit limbah peremajaan karet serta limbah pertanian, yang hingga kini belum dihitung besaran potensinya.
”Jika bahan-bahan ini dikelola maksimal, dapat menghasilkan energi 1.800 megawatt,” katanya.
Pengelolaan biomassa dan biofuel, lanjutnya, memerlukan ketersediaan bahan baku yang berkelanjutan. Salah satu potensi besar bisa didapatkan dari beragam jenis kayu. Di Sumatera, Jambi menjadi salah satu daerah yang ditargetkan untuk mengembangkan hutan tanaman energi (HTE). Karena itu, penanaman harus dilakukan, misalnya, dengan memanfaatkan skema perhutanan sosial.
”Ada 330.000 hektar perhutanan sosial yang bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan bahan baku biomassa,” lanjutnya.
Namun, Raunjani dari Bidang Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan Dinas Kehutanan Provinsi Jambi mengatakan, sejauh ini belum diketahui apakah sudah ada pengembangan HTE di wilayahnya. ”Sejauh ini belum ada laporan,” ucapnya.
Sementara itu, Sartika dari Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jambi menyebutkan, sejauh ini juga belum ada pengembangan pemanfaatan biomassa dan biofuel. Pihaknya baru saja memulai riset menghitung seberapa besar produksi sawit di Jambi berpotensi dimanfaatkan untuk kepentingan energi. ”Jadi, pengembangannya belum ada,” ucapnya.
Pendamping Masyarakat dari Mitra Aksi, Gie Irawan, mengatakan, dukungan pemerintah dalam memberdayakan masyarakat untuk mengelola bahan-bahan baku penghasil biomassa dan biofuel masih minim. Ia mencontohkan, hasil panen kelapa dan sawit lebih banyak mengalir ke luar negeri dalam bentuk mentah, bukannya dimanfaatkan sebagai bahan baku energi berkelanjutan.
”Pemerintah daerah harus lebih serius mendukung,” katanya.