Pernyataan Perusahaan Sebut Tidak Ada Kebocoran Gas Beracun Disesalkan
PT Sorik Marapi Geothermal menyatakan tidak ada kebocoran gas beracun saat melakukan uji sumur di PLTP di Kabupaten Mandailing Natal. Bupati Mandailing dan warga menyesalkan pernyataan sepihak tanpa penyelidikan memadai.
Oleh
NIKSON SINAGA
·4 menit baca
PANYABUNGAN, KOMPAS — PT Sorik Marapi Geothermal Power menyatakan tidak ada kebocoran gas beracun saat melakukan uji sumur di pembangkit listrik tenaga panas bumi di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Bupati Mandailing dan warga menyesalkan pernyataan sepihak yang disampaikan tanpa penyelidikan memadai dari berbagai pihak.
”Kami sesalkan pernyataan sepihak dari PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) yang menyebut tidak ada kebocoran gas. Yang jelas, 58 warga di sekitar PLTP Sorik Marapi keracunan gas dan harus dirawat di rumah sakit setelah mereka melakukan uji sumur,” kata Bupati Mandailing Natal M Jafar Sukhairi Nasution, Selasa (8/3/2022).
Warga mengalami keracunan gas pada Minggu (6/3/2022) sore hingga malam. Mereka bermukim sekitar 400 meter dari lokasi uji sumur yang sedang dilakukan di Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Sorik Marapi di Desa Sibanggor Julu, Kecamatan Puncak Sorik Marapi.
Jafar mengatakan, warga dilarikan ke RSUD Panyabungan beberapa saat setelah dilakukan uji sumur oleh PT SMGP. Warga mengalami sesak napas, mual, muntah, dan lemas. Rumah sakit pun kewalahan menangani banyaknya pasien yang harus segera dirawat.
Jafar mengatakan, pada Selasa siang Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal membahas dugaan kebocoran gas beracun itu bersama manajemen PT SMGP, perwakilan warga, rumah sakit, dan pihak terkait lainnya. Dalam rapat tersebut, kata Jafar, PT SMGP pun menyebut kalau alat mereka tidak mendeteksi adanya kebocoran gas beracun hidrogen sulfida (H2S). Dalam siaran pers yang diterima Kompas, PT SMGP juga menyatakan memastikan tidak ada kebocoran gas beracun H2S.
Jafar mengatakan, kebocoran gas beracun ini sudah berulang. Bahkan, pada Januari 2021, lima warga meninggal setelah menghirup gas beracun. Selain itu, 29 orang juga harus dirawat di rumah sakit dan 200 orang sempat mengungsi. Ketika itu, keracunan juga terjadi setelah dilakukan uji sumur.
Jafar mengatakan, PT SMGP seharusnya tidak mengeluarkan pernyataan sebelum ada penyelidikan menyeluruh dari pihak luar perusahaan. Ia menyebut, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pun masih dalam perjalanan ke Mandailing untuk melakukan penyelidikan. Kepolisian pun masih melakukan penyelidikan awal.
Mukhlis Nasution, warga Desa Sibanggor, mengatakan, mereka menyesalkan sikap perusahaan yang langsung membantah kebocoran gas beracun. Pada Minggu sekitar pukul 15.00, kata Mukhlis, petugas dari PT SMGP berkeliling ke permukiman mengumumkan melalui pengeras suara bahwa akan ada uji sumur.
”Setelah mendengar pengumuman itu, hampir semua warga masuk ke dalam rumah. Sekitar pukul 16.30, sebagian warga baru berani keluar dari rumah,” kata Mukhlis.
Setelah itu, ujar Mukhlis, warga mencium bau busuk seperti bau belerang dan telur busuk. Beberapa warga yang mencium bau itu pun mengalami pusing, muntah, mual, dan sesak napas. Karena gejalanya makin berat, mereka pun dilarikan ke rumah sakit. Warga ingin segera mendapat pertolongan agar tidak ada yang sampai meninggal seperti tahun lalu.
Beberapa warga yang mencium bau itu pun mengalami pusing, muntah, mual, dan sesak napas. (Mukhlis Nasution)
Warga yang terpapar terutama yang berada di Kampung Banjar Manggis. Sebanyak 12 orang merupakan anak-anak dan tiga di antaranya merupakan bayi di bawah satu tahun.
Dalam keterangan tertulis yang disampaikan Manajer Pengembangan Masyarakat dan Humas PT SMGP Nina Gultom disebutkan, PT SMGP memastikan tidak ada kebocoran gas H2S di PLTP yang mereka kelola. Perusahaan menyebut, mereka menjalankan prosedur standar operasi.
Nina menyebut, pihaknya melakukan sosialisasi sebelum melakukan uji sumur. Setelah itu, pihaknya memantau dan memastikan tidak ada warga di radius 300 meter. Pemantauan juga dilakukan dengan drone.
Dalam melaksanakan uji sumur, kata Nina, pihaknya menggunakan detektor multigas. Berdasarkan pantauan alat tersebut, tidak terdeteksi gas H2S atau gas beracun lainnya. ”Gas yang mengalir dari sumur selalu dalam batas paparan yang diizinkan sesuai standar internasional,” kata Nina.
Nina menyebut, gas dari sumur juga dialirkan ke sistem abatement. Dalam sistem itu terdapat 100 liter natrium hidroksida (NaOH) yang bisa melarutkan H2S sehingga mengurangi paparannya.
Berdasarkan hasil pantauan alat penunjuk arah angin, saat uji sumur dilakukan, angin berembus ke arah timur dan timur laut. Sementara, Desa Sibanggor Julu berada di 397 meter di sisi selatan. Selama pengujian juga tidak ada alarm gas yang berbunyi.