Bus pariwisata terbakar di ruas Tol Pandaan-Malang, Kilometer 60.800/A di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, Minggu (6/3/2022) pagi. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·4 menit baca
MALANG, KOMPAS — Sebuah bus pariwisata sarat penumpang terbakar di ruas Tol Pandaan-Malang, Kilometer 60.800/A masuk di wilayah Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, Minggu (6/3/2022) pagi. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini.
Kepala Satuan Patroli Jalan Raya Kepolisian Daerah Jawa Timur Ajun Komisaris Besar Dwi Sumrahadi, ketika dihubungi dari Malang, mengatakan, belum diketahui pasti penyebab kebakaran yang menghanguskan bus Al Mubarok bernomor polisi K 1670 EW itu.
Semua penumpang bus yang berjumlah 48 orang bisa menyelamatkan diri namun bawaan mereka ludes terbakar. “Belum bisa langsung diketahui, butuh waktu. Dugaan sementara mungkin dari mesin. Penyebabnya di belakang terbakar,” ujarnya.
Sejumlah informasi menyebutkan, bus yang dikemudikan Joko Umbaran (53), warga Ngasem, Kabupaten Kediri, itu melaju di lajur satu dengan kecepatan sedang. Bus melaju dari arah Surabaya menuju Malang. Mereka dalam perjalanan pulang setelah kembali dari berwisata di Yogyakarta.
Begitu sampai di Kilometer 60.800/A bagian belakang bus mengeluarkan percikan api. Percikan api terlihat dari kaca spion. Penumpang di sisi belakang juga berteriak mengetahui ada api di kendaraan yang mereka tumpangi.
Saat itu juga sopir langsung menepikan bus di bahu jalan, sedangkan penumpang langsung dievakuasi. Awak bus kemudian berupaya memadamkan api dengan alat pemadam kebakaran yang tersedia. Namun, tidak berhasil lantaran nyala api sudah besar.
Akibat peristiwa ini, terjadi kemacetan cukup panjang di lajur Surabaya-Malang mengingat akhir pekan banyak kendaraan wisatawan melaju di lajur tersebut. Untuk mengurangi kepadatan, kendaraan dari Surabaya yang hendak melintas di pintu tol Pandaan diarahkan keluar melalui jalan raya Pandaan-Malang.
Kecelakaan atau musibah yang menimpa bus pariwisata bukan kali ini saja terjadi di wilayah Jawa Timur. Beberapa tahun lalu sebuah bus juga terbakar di ruas tol ini. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut.
Minggu (27/2/2022) pagi, bus pariwisata Harapan Jaya tertabrak Kereta Api Rapih Dhoho di pelintasan tanpa pintu di Tulungagung. Lima orang tewas dalam musibah ini. Saat itu bus pariwisata tengah konvoi menuju obyek wisata Jatim Park di Kota Batu.
Sabtu (5/3/2022), kecelakaan bus pariwisata yang tengah mengangkut rombongan peziarah bertabrakan dengan truk di Tol Dupak-Waru Kilometer 4.100. Salah satu penumpang depresi yang merebut kemudi diduga menjadi penyebab kecelakaan. Akibat peristiwa ini tiga orang tewas dan enam orang lainnya luka.
Djoko Setijowarno dari Masyarakat Transportasi Indonesia mengatakan, selama pandemi banyak bus pariwisata tidak beroperasi. Akibatnya, mereka tidak mendapat pemasukan. Karena tidak ada biaya, proses uji kendaraan (KIR) menjadi tertunda.
Djoko mencontohkan bus pariwisata yang terbakar di Tol Pandaan-Malang ternyata uji kirnya tahun 2019. Padahal, bus tersebut tergolong telah berumur di atas 10 tahun. Hal ini bisa diamati dari pintu sisi kanan yang ada di samping tempat duduk sopir. Pada peraturan yang baru tidak boleh ada pintu bus di sisi kanan.
”Selama pandemi bus wisata tidak bergerak. Coba lihat KIR-nya kan sudah 2019. Orang pariwisata berpendapat nanti setelah dapat duit baru saya KIR. KIR itu tidak mahal, kalau seperti ini yang kena kan pengusahanya,” ujarnya.
Untuk usia bus yang sudah lama, menurut Djoko, diperlukan KIR khusus. Selain kondisi bus, perlengkapan keselamatannya juga perlu dicek. Apalagi bus pariwisata berbeda dengan bus reguler yang berhenti di setiap terminal sehingga pengecekan kondisi bus reguler bisa dilakukan setiap kali berhenti.
Djoko pun menyarankan untuk membuat forum angkutan bus pariwisata guna mewadahi segala hal terkait bus pariwisata. Tahun 2018, forum seperti ini pernah dibuat—saat itu juga sering terjadi kecelakaan bus pariwisata.
”Saat itu (2018), kita sepakat buat Forum Angkutan Bus Pariwisata. Kementerian Pariwisata ikut, travel, event organizer, dan lainnya, bagaimana menyediakan fasilitas yang nyaman bagi sopir sehingga mereka bisa mengemudi dengan aman. Pengemudinya sehat,” ujarnya.
Adapun soal keselamatan di pelintasan sebidang yang berkaitan dengan bus pariwisata, Djoko berpendapat, biasanya terjadi lantaran pengemudi tidak paham rute yang dilalui. Mereka bukan pengemudi tetap/pegawai perusahaan otobus (PO). Siapa pun bisa menjadi sopir yang penting punya SIM B1/B2.
”PO bus wisata tidak memiliki risk journey yang dijadikan panduan sopir ketika akan berangkat ke suatu tujuan. Hal ini menyebabkan pengemudi tidak paham soal road hazard mapping pada rute yang akan dilalui. Tidak ada tata cara mengemudi bus konvoi di jalan sehingga sopir ingin menjadi yang tercepat sampai di tujuan,” ucapnya.
Menurut Djoko, terdapat 5.051 perintasan sebidang yang dijaga hanya 26 persen. Sisanya 74 persen tidak dijaga. Sebanyak 85 persen kecelakaan terjadi pada pelintasan yang tidak dijaga. ”Rasio kecelakaan fatal 40,47 persen per 1.000 pelintasan sebidang. Rasio kematian 14,96 persen per 1.000 pelintasan sebidang,” katanya.