Avontur Ekspedisi Tanah Papua: Surga Tersembunyi di Teluk Triton
Bukan di bulan yang tepat untuk menjelajah kawasan perairan Kaimana, Papua Barat. Angin timur menyambut dengan ombak yang mengguncang. Namun, semua terbayar saat kami menemukan keindahan tersembunyi di Teluk Triton.
Bukan di bulan yang tepat untuk menjelajah kawasan perairan Kaimana, Papua Barat. Angin timur menyambut dengan ombak yang mengguncang. Namun, semua terbayar saat kami menemukan keindahan tersebunyi di Teluk Triton.
Andreas Moy mengangkat jempolnya kepada kami. Itu pertanda laut mulai bisa diarungi. Kami yang tengah asyik menikmati birunya Laut Arafura dari perkampungan Ada Air,Kabupaten Kaimana, pun langsung bergegas menyiapkan diri.
Kami tiba di Kaimana, pada pertengahan Juni 2021. Tak heran, jika Andreas mengingatkan kami bahwa perjalanan melintasi laut menuju Teluk Triton bukan perkara mudah karena bulan Juni bersamaan dengan berembusnya angin timur.
Baca juga: Lorentz, Keping Permata di Jantung Papua
Angin timur biasa berembus dari Juni hingga September. Seiring angin timur berembus, tingkat kunjungan wisata hampir selalu menurun mengingat cuaca akan memengaruhi perjalanan dan pemandangan bawah air. Nantinya, pada Oktober sampai April, berembuslah angin barat yang membuat cuaca sangat cerah.
Tak perlu berlama-lama, perahu yang kami tumpangi meluncur dengan kecepatan 10-12 knot. Langit berwarna abu-abu, tidak begitu cerah seperti yang diharapkan. Tak sampai 30 menit lepas dari dermaga, empasan gelombang sudah terasa. Punggung perahu yang terguncang ombak membuat perut mual. Kalau tidak terbiasa dengan perjalanan laut, siap-siap memuntahkan isi perut.
Meski perjalanan sudah terasa berat, bagi mereka yang tinggal di pesisir pantai kondisi ini belum ada apa-apanya. Penduduk lokal terbiasa menghadapi cuaca yang lebih ganas. Dibutuhkan pengemudi perahu terampil untuk membawa penumpang sampai tujuan.
Saya membatin, bahaya juga jika jatuh. Ini bukan soal bisa berenang atau tidak, tetapi masalahnya lautan yang kami seberangi ini lautan lepas. Wah, bisa berabe.
”Ketika angin timur jalan, mental diuji. Nelayan saja tidak berani melaut karena kita bukan lagi lihat laut lepas, tetapi dinding air,” ujar Andreas, yang menjadi pemandu selam kami nanti di Teluk Triton.
Perjalanan menuju Teluk Triton menempuh waktu sekitar dua jam. Perjalanan ini melintasi sejumlah pulau, seperti Pulau Namatota di bagian barat laut serta Aiduma dan Dramai di bagian tenggara. Teluk Triton sendiri berada di daerah cekungan sehingga lokasinya cukup terlindungi dari angin dan badai.
Keindahan bawah laut
Perjalanan menantang ini tak berarti apa-apa begitu perahu tiba di Triton Bay Divers, satu-satunya resor di Teluk Triton. Resor ini menyediakan delapan pondok (cottage) yang menghadap langsung ke laut. Melihat jernihnya air laut mengobati mual dalam perjalanan. Gradasi air laut yang berwarna biru pekat menuju biru cerah menyegarkan mata. Tanpa menggunakan kacamata menyelam sekalipun, sudah terlihat ikan-ikan kecil berenang di antara karang.
Kawasan ini memiliki 471 jenis karang dan 959 jenis ikan, termasuk lumba-lumba, hiu paus (Rhincodon typus), dan paus bryde’s.
Teluk Triton ini menyendiri, jauh dari keramaian. Satu-satunya kebisingan yang terdengar adalah debur ombak. Sementara keramaian letaknya di bawah laut. Berdasarkan data dari Kawasan Konservasi Perairan Kabupaten Kaimana, Teluk Triton merupakan bagian dari segitiga karang dunia dengan keanekaragaman hayati yang luar biasa.
Kawasan ini memiliki 471 jenis karang dan 959 jenis ikan, termasuk lumba-lumba, hiu paus (Rhincodon typus), dan paus bryde’s. Keanekaragaman hayati di Teluk Triton terlihat dari keindahan warna-warni soft coral dan hard coral, tempat ikan bermain dan berlindung.
Kawasan Triton disebut juga sebagai kawasan Taman Wisata Laut yang diperuntukkan menyelam, snorkeling, berenang, memancing, jelajah pulau, serta pengamatan burung dan satwa liar.
Keindahan bawah laut Teluk Triton mengingatkan pada Raja Ampat yang namanya lebih dulu tersohor. Apalagi, tempat ini punya kemiripan berupa deretan pulau-pulau karang yang menjadi ciri khas keduanya.
Resort Manager Triton Bay Divers Indra Taifur Yusuf menjelaskan, secara keseluruhan, ada 70 titik penyelaman di Triton. Sebanyak 50 dari 70 titik penyelaman itu sudah punya nama. Spot penyelaman favorit, yaitu Batu Dramai, Bo Rainbow, Aquarium, dan Little Komodo.
Keempat titik ini disukai karena biota laut mudah terlihat hanya dengan menyelam sedalam 10 meter. Selain itu, arus di sekitar titik penyelaman ini tidak terlalu kuat sehingga sangat cocok untuk penyelam pemula. Jarak antartitik penyelamanan hanya sekitar 15 menit. Titik terjauh adalah Batu Dramai yang bisa memakan waktu perjalanan 30 menit.
Ketika kami menyelam di titik selam Aquarium kami mendapati hiu karpet berbintik (wobbegong) yang berukuran kira-kira sepanjang satu meter. Hiu ini biasanya dikenal ada di perairan Raja Ampat. Di titik selam Christmas Rock, ada juga beragam ikan karang dengan beragam warna yang hilir mudik di antara hamparan terumbu karang.
Namun, saat kami menyelam di Batu Dramai, arus bawah laut sudah cukup kencang karena pengaruh dari angin timur. Kondisi ini menyulitkan untuk pengambilan foto maupun video karena partikel-partikel dasar laut terangkat sehingga jarak pandang pun terbatas. Alhasil, pemandangan bawah laut menjadi tidak jernih.
Meski terkenal dengan keindahan panorama bawah laut, sebenarnya Triton punya banyak atraksi wisata untuk digali. Misalnya saja, dalam perjalanan menuju Triton wisatawan bisa melihat lukisan prasejarah di dinding dan langit-langit goa karang. Pada dinding tebing karang itu terdapat lukisan telapak tangan, tengkorak dan binatang.
Baca juga: Tiga Hari Mencari Hiu Paus
Selain itu, ada juga atraksi hiu paus dan lumba-lumba yang menjaga kelestarian cagar alam Triton. Kalau suka legenda, bisa juga berkunjung ke Kampung Lobo yang dipercaya sebagai asal muasal burung raksasa Garuda, yang kini menjadi lambang negara Indonesia. Sekitar satu jam perjalanan dari Teluk Triton, terdapat pula desa Namatota. Di desa ini, wisatawan bisa hidup membaur dengan masyarakat dan merasakan tinggal di desa nelayan.
Keterbatasan infrastruktur
Indra mengatakan, banyak hal yang bisa digali untuk menjadikan Teluk Triton sebagai destinasi wisata unggulan. Namun, keterbatasan infrastruktur menjadi kendala terbesar. Sampai sekarang, aksesibiltas ke Teluk Triton masih tergolong sulit karena belum ada perahu yang melayani perjalanan untuk wisatawan lokal.
Selain itu, fasilitas penginapan juga masih minim. Penginapan terbesar hanya Triton Bay Divers, sedangkan penginapan lain yang berupa homestay di rumah warga seperti di Desa Namatota masih terbatas jumlahnya. Fasilitas penyewaan alat menyelam pun hanya ada di Triton Bay Divers.
Padahal, ketenaran kawasan wisata ini sudah cukup mendunia. Terbukti dari banyaknya wisatawan asing yang menginap di Triton Bay Divers saat musim liburan. ”Kalau ingin menjadikan Triton sebagai daerah wisata, pemerintah harus memastikan ada infrastruktur wisata yang terjangkau masyarakat. Misalnya, dengan menambah operator penyelaman. Semakin banyak pilihan, semakin banyak masyarakat yang datang,” ucap Indra.
Kepala Distrik Kaimana Sachril I Kamakaula membenarkan, infrastruktur menjadi bagian penting dalam pengembangan kawasan wisata. Namun, jika hanya terlalu fokus pada infrastruktur, itu tak akan mengundang daya tarik wisatawan.
Setidaknya ada tiga hal yang perlu diperhatikan apabila suatu daerah ingin dijadikan kawasan wisata, yakni aksesibilitas, amenitas, dan atraksi.
Sachril mengungkapkan, setidaknya ada tiga hal yang perlu diperhatikan apabila suatu daerah ingin dijadikan kawasan wisata, yakni aksesibilitas, amenitas, dan atraksi. ”Paradigma pembangunan pariwisata secara menyeluruh ini yang belum berjalan dengan baik,” katanya.
Dari sini, kami melihat ada surga tersembunyi di Teluk Triton. Surga yang tak hanya berisi pemandangan indah, tetapi juga kekayaan biota laut yang melimpah ruah. Namun sayangnya, pesona Teluk Triton ini belum banyak mendatangkan manfaat ekonomi bagi masyarakat karena belum bergeliatnya pariwisata di sana.