Akibat Sengketa Lahan, Pendapatan Tol Balikpapan-Samarinda Hilang Rp 175 Juta dalam Tiga Hari
Ganti rugi lahan Tol Balikpapan-Samarinda yang belum beres membuat warga protes dengan menutup jalan. Akibatnya, jalan tak bisa dilalui dan pengelola jalan kehilangan pendapatan Rp 175 juta.
Oleh
SUCIPTO
·4 menit baca
KOMPAS/SUCIPTO
Warga memblokir Jalan Tol Balikpapan-Samarinda Kilometer 6 dengan membentangkan spanduk di tengah jalan di Balikpapan, Kalimantan Timur, Rabu (2/3/2022).
BALIKPAPAN, KOMPAS — Sengketa lahan yang belum beres membuat terhambatnya pelayanan Tol Balikpapan-Samarinda rute Manggar-Karang Joang. Warga yang belum mendapat uang ganti rugi menutup jalan sehingga pengelola tol kehilangan pendapatan Rp 175 juta.
Seperti diberitakan sebelumnya, untuk ketiga kalinya belasan warga memblokade dua ruas Jalan Tol Balikpapan-Samarinda di Kilometer 6 pada seksi 5 yang melayani rute Manggar-Karang Joang. Hal itu dilakukan warga RT 037 Kelurahan Manggar, Kecamatan Balikpapan Timur, mulai 28 Februari sampai 2 Maret 2022.
PT Jasamarga Balikpapan Samarinda (JBS), pengelola tol tersebut, akhirnya menutup penuh ruas jalan guna menghindari konflik dan kecelakaan. Jalan sepanjang 11 kilometer itu tak bisa dilalui semua jenis kendaraan dari Gerbang Tol Manggar menuju Gerbang Tol Karang Joang dansebaliknya.
”Kerugian terhadap kehilangan pendapatan sejak tanggal ditutup sampai tanggal 2 Maret pukul 07.00 Wita sebesar Rp 175.225.033,” ujar Direktur Keuangan dan Administrasi PT JBS Sofyan Abdu Syech saat dihubungi, Kamis (3/3/2022).
Penghitungan itu diambil dari rata-rata volume kendaraan semua golongan yang melintas setiap hari. Kendaraan yang keluar di GT Manggar pada Februari 2022 rata-rata 1.250 unit. Adapun kendaraan yang masuk di gerbang tol tersebut rata-rata 1.109 kendaraan.
Penutupan jalan tersebut berakhir setelah perwakilan dari Pemkot Balikpapan, kepolisian, TNI, dan Pemprov Kaltim menemui warga pada Rabu (2/3/2022) siang. Warga akhirnya sepakat membuka blokade jalan dengan catatan pemerintah segera menyelesaikan persoalan ganti rugi lahan tol yang belum diterima warga.
PT JBS akhirnya membuka kembali layanan tol rute Manggar-Karang Joang dan sebaliknya saat itu juga. Jalur B dibuka pukul 16.30 Wita dan jalur A pukul 17.30 Wita. Sofyan menjelaskan, tidak ada kerusakan signifikan akibat pemblokadean jalan tersebut.
Pihaknya hanya membersihkan serpihan tanah yang ditabur oleh warga di tengah jalan. Adapun beberapa perlengkapan jalan yang dicopot warga bisa dipasang kembali.
Petugas membersihkan Jalan Tol Balikpapan-Samarinda Kilometer 6 di Kalimantan Timur, Rabu (2/3/2022).
General Manager Teknik PT JBS Ireneus Petrico G berharap persoalan ganti rugi lahan ini diselesaikan oleh pemerintah dan warga dengan musyawarah mufakat. Dengan begitu, tak ada lagi penutupan jalan oleh warga. Sebab, itu membahayakan warga dan pengguna jalan tol.
Ia menyebutkan, UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan melarang orang yang tak berkepentingan memasuki jalan tol. Penutupan juga berpotensi melanggar UU tersebut dan ada sanksi pidananya. Meski demikian, pengelola tol tak membawa ini ke meja hijau.
”Seharusnya (ganti rugi) itu sudah mengikuti peraturan konsinyasi. Kami berharap tidak ada lagi penutupan jalan dan persoalan ini bisa segera diselesaikan dengan musyawarah mufakat,” ujar Ireneus.
Berbagi
Yesaya Rohy, pengacara 16 warga terdampak, menjelaskan, kasus ini bermula dari lahan kliennya yang dinilai tumpang tindih dengan milik warga lainnya sebelum pembangunan jalan tol. Akhirnya, pemerintah menitipkan uang ganti rugi lahan ke Pengadilan Negeri Balikpapan.
Akan tetapi, warga menilai tidak ada tumpang tindih lahan. Sebab, dokumennya ada di wilayah berbeda. Kliennya di RT 037, Kelurahan Manggar, Balikpapan Timur, sedangkan warga yang sertifikatnya dinilai tumpang tindih berada di RT 003 Kelurahan Karang Joang, Balikpapan Utara.
Sebagian kliennya memiliki segel dan sisanya sertifikat tanah. Mereka menguasai lahan tersebut sejak tahun 1970-an dengan berkebun dan tinggal di sana. Adapun warga lain yang tumpang tindih dengan kliennya tak pernah menggarap tanahnya dan tidak tinggal di atas lahan tersebut.
Kompas/Priyombodo (PRI)
Foto udara Jalan tol Balikpapan-Samarinda di Gerbang Tol Samboja, Sungai Merdeka, Samboja, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur, Selasa (9/3/2021). Ruas tol yang telah beroperasi penuh sejak tahun 2020 tersebut nantinya menjadi infrastruktur pendukung bagi rencana pembangunan ibu kota negara baru di Kalimantan Timur.
Dari hasil musyawarah, Yesaya mengatakan, warga sepakat menyelesaikannya. Uang ganti rugi lahan dari pemerintah dibagi kepada kliennya dan warga lain yang dinilai tumpang tindih.
”Warga sudah mau berbagi walaupun mereka (yang dinilai tumpang tindih dengan klien saya) tanahnya bukan di sini. Warga ingin cepat selesai. Warga legawa dengan bagi berapa persen-berapa persennya,” kata Yesaya yang diwawancara di lokasi tersebut.
Salah satu warga, Fony (45), berkukuh masyarakat yang tinggal dan menggarap lahan harus mendapatkan bagian yang lebih besar. Kemungkinan terburuk, Fony berharap warga mendapat 85 persen dari uang ganti rugi dan sisanya 15 persen untuk warga pemilik sertifikat yang tak pernah menggarap lahannya.
Sebab, kata Fony, ia dan warga lainnya banyak dirugikan. Ia sendiri tak mendapat uang ganti tanam tumbuh yang sesuai. ”Tanah di belakang milik saya enggak ada tanamannya, dia dapat Rp 55 juta. Sementara di kebun bapak saya banyak tanaman, seperti cempedak dan rambutan, hanya dikasih Rp 2 juta,” katanya.
Jalan Tol Balikpapan-Samarinda Kalimantan Timur Infografik
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Kaltim Asnaedi yang turut menemui warga menawarkan untuk membahas ganti rugi tersebut pada Jumat (4/3/2021) pukul 14.00 Wita. BPN Kaltim akan menemui secara terpisah seluruh warga yang lahannya dinilai tumpang tindih.
Dari data yang ia miliki, kawasan yang dinilai tumpang tindih itu merupakan kawasan transmigrasi TNI Angkatan Darat. Program tersebut berjalan sekitar tahun 1980 dengan luas lahan sekitar 1.000 hektar.
Namun, sejumlah pemilik sertifikat tanah di sana tidak mengelola dan tinggal di lahan tersebut. Bahkan, banyak pemilik sertifikat yang menjual lahannya.
Akhirnya, banyak warga yang menempatinya lebih dari 20 tahun dengan alasan hak sertifikat dan segel. Saat proses pembebasan lahan untuk Jalan Tol Balikpapan-Samarinda, terjadilah sengketa.
”Ini yang akan kita pertemukan bagaimana supaya bisa berdamai. Secara de jure pemilik sertifikat itu masyarakat transmigrasi TNI AD. Secara de facto, yang menguasai masyarakat RT 037. Kami mau melindungi semua,” katanya.