Ditemukan Kritis, Gajah Sumatra di Aceh Mati dalam Perawatan
Hasil nekropsi, kematian gajah diduga karena infeksi dari luka yang tidak terobati sehingga memicu pengembangbiakan bakteri. Dalam waktu yang lama bakteri menyebar ke seluruh tubuh dan mengganggu sistem metabolisme.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
JANTHO, KOMPAS — Satu gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus) liar ditemukan kritis di kawasan hutan di Desa Lamtamot, Kecamatan Lembah Seulawah, Kabupaten Aceh Besar, Aceh. Namun, tiga hari dirawat di Pusat Latihan Gajah (PLG) Saree, satwa lindung itu mati.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Agus Arianto, Selasa (1/3/2022), mengatakan, gajah berjenis kelamin betina itu ditemukan oleh petugas kehutanan pada Jumat (25/2/2022) siang terbaring lemah.
Tim BKSDA Aceh mengevakuasi gajah itu ke Pusat Latihan Gajah (PLG) Aceh Besar. Di sana, gajah berusia 30 tahun tersebut dirawat secara intensif. Namun, pada Minggu (27/2/2022) siang dia mati. ”Tim dokter sudah berusaha maksimal,” kata Agus.
Agus mengatakan tidak ada indikasi kekerasan pada gajah tersebut. Untuk mengetahui penyebab kematian, tim medis melakukan nekropsi mengambil beberapa organ dan diperiksa di laboratorium.
Berdasarkan hasil nekropsi diduga kematian karena infeksi dari luka yang tidak terobati sehingga memicu pengembangbiakan bakteri. Dalam waktu yang lama, bakteri menyebar ke seluruh tubuh dan mengganggu sistem metabolisme.
Kasus itu menambahkan daftar panjang kematian gajah sumatra di Aceh. Sepanjang 2022, sebanyak tiga gajah liar mati. Sejak 2012 hingga 2021 sekitar 100 gajah sumatra di Aceh mati. Data dari BKSDA Aceh, populasi gajah di Aceh saat ini diperkirakan 500 ekor lebih.
Berdasarkan Badan Konservasi Dunia (IUCN), gajah termasuk dalam daftar satwa kritis atau selangkah lagi menuju kepunahan. Gajah semakin terancam karena perburuan dan konflik. Kerusakan habitat mempercepat kematian gajah.
Sekretaris Yayasan Hutan Alam Lingkungan Aceh Badrul Irfan menuturkan, kerusakan habitat memicu konflik yang tidak berujung. Saat ini, 85 persen populasi gajah berada di luar konservasi.
Badrul menuturkan, jika hutan terus rusak, konflik gajah akan sulit dicegah. Secara alami gajah akan kembali pada jalur yang pernah dilintasi. Namun, pada jangka waktu yang lama, saat gajah kembali ke kawasan yang dulu hutan telah bersalin menjadi perkebunan.
Penyebab kematian gajah di Aceh, menurut data BKSDA Aceh, 57 persen karena konflik, 33 persen mati alami, dan 10 persen karena perburuan. Penyelesaian konflik akan menurunkan risiko kematian gajah sumatra di Aceh.
Sebelumnya Kepala Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera Subhan mengatakan, perlindungan harusnya difokuskan pada pencegahan. Adapun penegakan hukum ada di bagian hilir.
”Jangan menunggu gajah mati baru semua memberikan perhatian. Harusnya kita perkuat pada pencegahan dan mitigasi konflik,” kata Subhan.
Subhan mengajak para pihak di Aceh dan nasional bergerak bersama melindungi gajah sumatra. ”Jika tidak sungguh-sungguh suatu saat gajah sumatra akan punah,” kata Subhan.