Kelalaian Sopir di Pelintasan KA Menyebabkan Lima Orang Tewas
Kecelakaan fatal di pelintasan sebidang KA terus terjadi karena pengguna jalan tidak mendahulukan perjalanan kereta api. Pemerintah daerah perlu menutup pelintasan sebidang yang berisiko.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS – Kelalaian sopir angkutan umum di pelintasan kereta api yang tak terjaga kembali memicu kecelakaan fatal. Sebanyak lima penumpang bus carteran PO Harapan Jaya tewas setelah ditabrak Kereta Api Rapih Dhoho di pelintasan Desa Ketanon, Kecamatan Kedungwaru, Kabupatan Tulungagung, Jawa Timur, Minggu (27/2/2022).
Kepala Kepolisian Resor Tulungagung Ajun Komisaris Besar Handono Subiakto mengatakan, kecelakaan bus berpelat nomor AG 7679 US itu mengakibatkan kematian lima penumpang. Empat orang tewas di lokasi kecelakaan, sedangkan satu orang meninggal dalam penanganan di RSUD Dr Iskak Tulungagung. ”Seluruh korban yang meninggal adalah warga Tulungagung,” kata Handono.
Identitas penumpang yang tewas adalah Intan Wulandari (20) dari Desa Gedingan, Kedungwaru; Faizal Nuriansyah (20) dari Desa Punjul, Karangrejo; Evi Mafidatul Afifah (32) dari Desa Batangsaren, Kauman; dan Mustainah (50) dari Desa Ketanon, Kedungwaru. Penumpang yang meninggal di RSUD ialah Margono Hadi Santoso (20) dari Kelurahan Bago, Tulungagung.
”Sebanyak 14 orang, yakni penumpang dan pengemudi bus, menderita luka-luka dan ditangani di RSUD Dr Iskak,” ujar Handono lagi. Sopir bus bernama Septianto Dhany Istyawan (34) dari Desa Mulyosari, Kecamatan Pagerwojo, Tulungagung.
Dari keterangan sejumlah saksi dan olah tempat kejadian, lanjut Handono, kecelakaan terjadi saat bus yang disewa oleh karyawan dan keluarga sebuah pabrik plastik di Tulungagung itu dalam perjalanan menuju Kota Batu untuk berwisata. Mereka menyewa tiga bus PO Harapan Jaya.
Handono melanjutkan, kecelakaan terjadi saat sukarelawan penjaga pelintasan belum datang. Sebelum kejadian, bus pertama berhasil melintas. Namun, saat bus kedua belum selesai melintas, bagian belakangnya keburu tertabrak oleh KA. ”Penumpang yang terluka dan tewas duduk di bagian belakang bus yang ketika itu berisi 43 orang, termasuk sopir dan kernet,” ujarnya.
Pengemudi diperiksa untuk penanganan kasus kecelakaan.
Handono mengatakan, dalam kecelakaan itu, terindikasi ada unsur kelalaian sopir. Untuk kepentingan penyelidikan kasus, sopir ditahan dan diperiksa. Sopir terluka dengan kategori ringan dan telah mendapat penanganan di RSUD Dr Iskak. ”Pengemudi diperiksa untuk penanganan kasus kecelakaan,” katanya.
Menurut Manajer Hubungan Masyarakat PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daerah Operasi 7 Madiun Ixfan Hendriwintoko, yang dihubungi dari Surabaya, Minggu petang, peristiwa itu terjadi pada pukul 05.16 WIB. Pelintasan tempat lokasi kecelakaan, menurut Daop 7 Madiun, berada di Kilometer 159+5 atau antara Stasiun Tulungagung dan Stasiun Ngujang di wilayah Desa Ketanon.
Akibat kecelakaan itu, jalur KA Tulungagung-Ngadiluwih sementara ditutup untuk proses pemindahan rangkaian. Perjalanan KA Singasari relasi Stasiun Blitar-Stasiun Pasarsenen terlambat berangkat lebih dari 130 menit.
Menurut Ixfan, KAI telah memberikan kompensasi atas keterlambatan perjalanan bagi penumpang, yakni pemberian makanan dan minuman serta pengembalian uang tiket penuh bagi yang menginginkannya.
Ixfan mengatakan, sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, pelintasan yang tidak berizin, tidak terjaga seharusnya ditutup oleh pemerintah daerah. Untuk itu, Pemerintah Kabupaten Tulungagung sepatutnya bertanggung jawab dalam penutupan pelintasan yang sulit diawasi.
Pengelolaan pelintasan, misalnya dengan dibuatkan pos penjagaan dan dilengkapi palang, bisa dilakukan. Namun, hal itu harus seizin pemilik jalur KA, yakni Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan.
Selain itu, UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan, pengguna jalan harus mendahulukan atau mengutamakan KA atau angkutan di rel. KA mendapat hak utama sehingga jika terjadi kecelakaan tidak bisa disalahkan.
Regulasi juga menyebutkan, pengemudi seharusnya berhenti terlebih dahulu sebelum melewati pelintasan untuk memastikan keamanan perjalanan. Di pelintasan yang dilengkapi persinyalan, seluruh pengemudi wajib berhenti ketika sinyal berbunyi, palang turun, atau isyarat lain bahwa KA mendekat.
Djoko Setijowarno dari Masyarakat Transportasi Indonesia berpendapat, kecelakaan rombongan bus pariwisata rata-rata terkait dengan ketidakpahaman pengemudi tentang risiko perjalanan. Faktor lain, sopir tidak memiliki pengalaman cukup tentang medan dan rute perjalanan. Selain itu, penumpang terkadang meminta sopir untuk menambah laju kendaraan agar tiba di tujuan lebih cepat.
”Mungkin tidak ada tata cara mengemudi bus secara konvoi sehingga pengemudi cenderung selalu ingin lebih cepat sampai tujuan sehingga mengabaikan keselamatan,” ujar Djoko. Perusahaan otobus sepatutnya memiliki panduan risiko perjalanan sehingga para pengemudinya patuh untuk menekan risiko kecelakaan.
Terkait dengan pelintasan, menurut dia, pemerintah daerah memang harus bermitra dengan KAI dan Kementerian Perhubungan untuk audit guna menekan risiko kecelakaan. Sejumlah pelintasan yang amat berisiko sebaiknya segera ditutup sebagai solusi jangka pendek mencegah kecelakaan. Solusi jangka panjang, pelintasan yang tidak memungkinkan ditutup dapat dibuatkan jalan layang atau terowongan.