Covid-19 Jadi Pelajaran Indonesia dalam Merespons Pandemi
Pandemi Covid-19 menjadi pelajaran bagi Indonesia untuk bergerak cepat dalam merespons penyakit menular yang datang dari luar negeri di kemudian hari.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Pandemi Covid-19 menjadi pelajaran bagi Indonesia untuk bergerak cepat dalam merespons penyakit menular yang datang dari luar negeri di kemudian hari. Kebijakan terpusat dengan sistem komunikasi yang baik akan membuat pemerintah daerah di perbatasan tidak bingung dalam bertindak.
Hal itu menjadi salah satu pembahasan dalam diskusi daring Kompas Collaboration Forum bertajuk ”City Leaders Community #APEKSInergi”, Jumat (25/2/2022). Acara ini terselenggara berkat kerja sama harian Kompas dengan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi).
Wali Kota Tarakan Khairul menjelaskan, pada masa awal pandemi Covid-19 pihaknya bingung bertindak. Apalagi, kota yang ia pimpin berada di sisi Kalimantan Utara yang berbatasan laut dengan Sabah, Malaysia. Meski sejumlah media asing sudah memberitakan kemunculan virus baru, saat itu penyeberangan dan penerbangan di perbatasan belum dibatasi.
Alhasil, Khairul tak bisa berbuat banyak karena pelabuhan dan bandar udara menjadi kewenangan pemerintah pusat. ”Kita juga bingung kemarin. Akhirnya yang terjadi daerah mengambil inisiatif masing-masing,” katanya.
Menurut dia, ini menjadi pelajaran penting untuk menghadapi pandemi di masa mendatang. Berdasarkan pengalamannya, saat masih menjabat Kepala Dinas Kesehatan Kota Tarakan, pemerintah pusat bergerak cepat menutup pintu masuk ke dalam negeri saat menghadapi severe acute respiratory syndrome atau SARS, middle east respiratory syndrome (MERS), dan flu burung.
Untuk itu, ia mengusulkan pemerintah membuat semacam pusat pengendalian dan pencegahan penyakit atau CDC seperti di Amerika Serikat. Harapannya, lembaga itu bisa bergerak cepat untuk mencegah dan memitigasi sesegera mungkin potensi pandemi masuk ke Indonesia.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menyambut baik ide tersebut. Suharso menyebutkan, memang saat ini Kementerian Kesehatan sudah memiliki Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Akan tetapi, ide untuk membuat semacam CDC menurut dia bisa dibicarakan lebih lanjut.
”Gagasan itu menarik. Akan kita bicarakan di tingkat pusat. Kalau kita bisa, kita adopsi itu karena kesehatan penting,” ujar Suharso.
Selain itu, pandemi Covid-19 juga memunculkan sejumlah persoalan di luar urusan kesehatan fisik. Wali Kota Bogor sekaligus Ketua Dewan Pengurus Apeksi Bima Arya mengatakan, pandemi ini juga menimbulkan masalah kesehatan mental. Itu ia dapatkan dari hasil surveI yang dilakukan oleh Institut Pertanian Bogor yang bekerja sama dengan Pemkot Bogor.
Gagasan itu menarik. Akan kita bicarakan di tingkat pusat. Kalau kita bisa, kita adopsi itu karena kesehatan penting.
Dari 20.000 responden, kalangan pemuka agama dan ibu-ibu menunjukkan angka depresi yang tinggi. Untuk mengetahui penyebabnya, memang dibutuhkan riset lebih jauh. Akan tetapi, menurut Bima, pemerintah perlu menyusun langkah-langkah untuk merespons fenomena tersebut.
”Kendalanya adalah kurangnya expert, pendamping konseling, dan sistem yang ada untuk merespons dengan cepat,” kata Bima.
Hal ini, lanjut Bima, perlu ditinjau lebih dalam lagi. Salah satunya, menilik kembali sejauh mana sistem BPJS yang ada saat ini mengakomodir permasalahan kesehatan mental warga.