Dampingi Mahasiswa, Advokat di Aceh Desak Ungkap Otak Pelaku Korupsi Beasiswa
Pernyataan kepolisian yang menyebutkan 400 mahasiswa penerima beasiswa berpotensi menjadi tersangka dinilai Solidaritas Advokat Aceh merupakan bentuk proses hukum yang tidak adil.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Solidaritas advokat di Provinsi Aceh membuka posko pengaduan dan bersiap mendampingi mahasiswa penerima beasiswa yang diduga dikorupsi. Mereka juga mendesak kepolisian untuk mengungkap dalang di balik penyelewengan dana beasiswa untuk mahasiswa di Aceh.
Juru Bicara Solidaritas Advokat untuk Mahasiswa, Erlanda Juliansyah Putra, Senin (21/2/2022), dalam jumpa pers, menuturkan, dalam kasus dugaan korupsi beasiswa, mahasiswa penerima adalah korban sehingga perlu dibela. Pernyataan kepolisian yang menyebutkan 400 mahasiswa penerima beasiswa berpotensi menjadi tersangka merupakan bentuk proses hukum yang tidak adil.
Menurut Erlanda, mahasiswa adalah korban dari permainan pihak lain yang telah mengatur rencana korupsi. ”Yang perlu diusut dalang di balik kasus beasiswa ini, mereka auktor intelektualis,” kata Erlanda.
Kepolisian Daerah Aceh kini sedang menangani kasus dugaan korupsi beasiswa dari dana aspirasi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) periode 2014-2019, tahun anggaran 2017. Beasiswa yang seharusnya diterima utuh oleh para mahasiswa diduga dipotong oleh tim penghubung anggota DPRA, pemilik dana aspirasi.
Hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh menunjukkan, dari pagu anggaran Rp 21,7 miliar, kerugian negara mencapai Rp 10 miliar atau 47,50 persen.
Saat itu beasiswa diusulkan oleh 24 anggota dewan untuk 852 penerima. Namun, yang diduga bermasalah adalah beasiswa yang diusulkan oleh sembilan anggota dewan, sekitar 400 penerima.
Program tersebut dititipkan pada Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Aceh. Sementara nama-nama calon penerima beasiswa diusulkan oleh tim anggota DPRA.
Erlanda mengatakan, beberapa mahasiswa penerima beasiswa telah menyampaikan aduan kepada mereka. Menurut pengakuan mahasiswa itu, pemotongan dilakukan cukup besar, dari Rp 20 juta jumlah beasiswa yang diberikan yang diterima mahasiswa hanya Rp 5 juta.
Menurut pengakuan mahasiswa itu, pemotongan dilakukan cukup besar, yaitu dari Rp 20 juta jumlah beasiswa yang diberikan, yang diterima mahasiswa hanya Rp 5 juta.
Ada dugaan uang hasil potongan beasiswa mahasiswa itu mengalir kepada pemilik dana aspirasi. Dana aspirasi adalah anggaran yang diberikan kepada setiap anggota dewan. Anggaran diwujudkan saat mereka mengusulkan program dalam penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA).
Erlanda mengatakan, dalam kasus korupsi tersebut, mahasiswa adalah korban sehingga harus dibela. ”Kami akan mengadukan kasus ini kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Mahasiswa ini butuh pendampingan,” kata Erlanda.
Sebelumnya, Kepala Bidang Humas Polda Aceh Komisaris Besar Winardy menuturkan, 400 mahasiswa berpotensi menjadi tersangka jika tidak mengembalikan uang tersebut. Pihaknya memberikan waktu untuk mahasiswa mengembalikan uang sebelum gelar perkara dilakukan.
”Penyidik lebih mengutamakan agar kerugian negara dikembalikan daripada menghukum para mahasiswa yang menerima beasiswa tidak sesuai persyaratan,” kata Winardy.
Winardy menambahkan, kasus ini akan diusut tuntas, tetapi dia belum bisa menyebutkan kapan penetapan tersangka akan dilakukan.
Dihubungi terpisah, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Aceh Syaridin menolak untuk memberikan penjelasan terkait proses rekrutmen penerima beasiswa tersebut. Syaridin mengatakan dia tidak tahu prosesnya karena pada 2017 dia belum menjabat sebagai Kepala BPSDM Aceh.
”Saya belum tahu siapa saja pada 2017 yang menangani beasiswa karena pada saat saya ditugaskan sudah ada kepala yang lain yang ditugaskan setelah masalah Beasiswa 2017. Salah satu pegawai (kepala bidang) yang pada waktu itu (terlibat) sekarang sudah pensiun,” ujar Syaridin.