Cuaca Buruk Berkecamuk di Kolaka, Penyeberangan Dihentikan Sementara
Dua truk di kapal penyeberangan Bajoe-Kolaka terbalik akibat hantaman gelombang. Penyeberangan dihentikan sementara hingga cuaca kembali membaik.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Cuaca buruk menghantam perairan Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, hingga menyebabkan arus penyeberangan di Teluk Bone terganggu. Dua truk di kapal penyeberangan terbalik akibat hantaman gelombang. Penyeberangan dihentikan sementara hingga cuaca kembali membaik.
Gelombang tinggi dan angin kencang terjadi di perairan Kolaka hingga Senin (21/2/2022). Cuaca buruk membuat sejumlah kendaraan dalam feri yang masih sempat menyeberang pada Minggu (20/2/2022) terbalik. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian itu.
Arman (37), pengendara yang truknya terbalik di dalam feri, menceritakan, ia menumpang kapal dari Pelabuhan Bajoe, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, menuju Kolaka pada Minggu sore. Selama perjalanan, gelombang cukup terasa meski tidak begitu parah. ”Sudah mau sampai di pelabuhan Kolaka, ombak dan angin kencang datang. Truk saya terbalik bersama satu truk lainnya,” katanya.
Akibat kejadian tersebut, sebagian besar dari 4.000 rak telur yang dibawanya hancur. Padahal, telur ini telah dipesan oleh pedagang di wilayah Konawe Selatan, daerah tujuannya.
Koordinator Satuan Pelayanan Penyeberangan Kolaka La Radna mengatakan, insiden mobil terbalik memang terjadi pada Minggu malam dalam penyeberangan feri terakhir. Meski tidak ada korban jiwa, para pengendara mengalami kerugian materi yang tidak sedikit.
Setelah insiden ini dan pantauan kondisi cuaca, pihaknya telah mengeluarkan larangan pelayaran hingga waktu yang belum ditentukan. Semua aktivitas penyeberangan dihentikan dan calon penumpang diarahkan untuk mencari jalur darat.
”Setelah berkoordinasi dengan sejumlah pihak terkait, kami memutuskan untuk menghentikan sementara penyeberangan, baik feri maupun kapal cepat. Hal ini untuk menghindari terjadinya hal yang berbahaya dalam pelayaran,” ucapnya.
Pantauan cuaca terakhir, ujar Radna, ketinggian gelombang mencapai 2,5 meter dengan kecepatan angin hingga 50 knot (92 kilometer per jam). Situasi ini termasuk cuaca ekstrem yang berbahaya untuk semua jenis pelayaran.
”Kami belum bisa pastikan sampai kapan penyeberangan ditutup karena semuanya tergantung cuaca. Berdasarkan peringatan BMKG, diperkirakan hingga dua hari ke depan cuaca buruk masih terjadi,” kata Radna.
Kepala Stasiun Meteorologi Maritim Kendari Sugeng Widarko menjelaskan, apa yang terjadi di Kolaka juga sama dengan perairan lain di wilayah Sulawesi Tenggara. Hal ini khususnya terjadi di wilayah bagian selatan Sultra, dari Kolaka, Bombana, Baubau, hingga Wakatobi.
Menurut Sugeng, kondisi ini terjadi akibat adanya tekanan rendah udara dari wilayah Nusa Tenggara. Hal itu membuat angin lebih kencang daripada biasanya, yang turut menyebabkan gelombang tinggi di perairan.
Kami mengimbau untuk semua masyarakat tidak melaut dulu dan menghentikan segala aktivitas pelayaran.
Secara umum, tinggi gelombang di perairan selatan Sultra berkisar 2-4 meter. Kondisi lebih ekstrem diperkirakan terjadi di Laut Banda Selatan yang bisa mencapai hingga 6 meter.
”Kondisi ini diperkirakan terjadi hingga akhir bulan mendatang. Oleh karena itu, kami mengimbau untuk semua masyarakat tidak melaut dulu dan menghentikan segala aktivitas pelayaran. Hal itu untuk mencegah terjadinya kecelakaan dalam pelayaran di wilayah ini,” ujar Sugeng.
Sementara itu, pada Senin siang, Kantor Pencarian dan Pertolongan (KPP) Kendari menerima laporan adanya empat pemancing yang terjebak di Pulau Lemo, Kolaka. Kapal yang mereka tumpangi rusak akibat cuaca buruk.
Wahyudi dari bagian Humas KKP Kendari menyebutkan, keempat pemancing ini diketahui telah dua hari berada di pulau tersebut. Namun, karena kapal yang mereka tumpangi patah as, keempat orang ini tidak bisa pulang ke daratan Kolaka.
”Kami mendapat laporan dari tetangga mereka tadi siang bahwa keempatnya telah berada di Pulau Lemo sejak dua hari lalu dan telah kehabisan stok makanan. Tim telah turun untuk melakukan evakuasi,” katanya.
Cuaca buruk di perairan Sultra rutin terjadi setiap tahun. Tak ayal, hal ini menyebabkan kecelakaan laut kerap terjadi. Laporan KKP Kendari, hingga akhir Desember 2021, ada 83 kecelakaan yang ditangani di wilayah kerja mereka.
Dari jumlah kecelakaan tersebut, 56 kasus di antaranya adalah kecelakaan pelayaran. Hal ini menyebabkan 17 orang meninggal, 11 orang hilang, dan 277 orang selamat. Lebih dari setengah korban meninggal selama 2021 berasal dari kasus pelayaran.