Situasi Covid-19 yang masih memburuk di Surabaya, Jawa Timur, memaksa aparatur mengubah teknis pembelajaran tatap muka dengan kehadiran pelajar maksimal 25 persen dari kapasitas meski persekolahan bisa digelar dua sesi.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·2 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Kegiatan pembelajaran tatap muka di Kota Surabaya kini hanya bisa dihadiri 25 persen pelajar dari total kapasitas kelas. Sekolah dilarang memaksakan siswa untuk mengikuti pembelajaran tatap muka.
Kepala Dinas Pendidikan Surabaya Yusuf Masruh, Jumat (18/2/2022), mengatakan, untuk memuluskan rencana itu, pembelajaran tatap muka (PTM) dilakukan dengan kehadiran setengah dari kapasitas, tetapi diadakan dua kali dalam sehari. Yusuf memberi contoh, jika kapasitas kelas 40 orang, yang dapat ikut PTM ada 20 orang. Sebanyak 10 orang masuk pagi dan 10 orang lainnya masuk siang. Adapun 20 pelajar lainnya mengikuti secara dalam jaringan (daring/online). Dengan begitu, PTM bisa dilakukan dengan kehadiran maksimal 25 persen dari kapasitas kelas.
”Kehadiran siswa ke sekolah juga masih harus dengan izin orangtua atau wali,” kata Yusuf. Sekolah tidak boleh memaksa pelajar untuk hadir mengikuti PTM. Jika siswa atau siswi tidak hadir karena tidak diizinkan keluarga, mereka dapat mengikuti pembelajaran secara daring.
Pelaksana tugas Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Surabaya Ridwan Mubarun mengatakan, sekolah bisa mengatur pergantian pelajar yang mengikuti PTM atau pembelajaran jarak jauh (PJJ). Namun, semuanya harus dilakukan dengan kehadiran 25 persen dari kapasitas kelas.
”Situasi penularan Covid-19 masih tinggi sehingga pengurangan kehadiran siswa dan siswi untuk menekan risiko penularan,” ujar Ridwan yang juga Wakil Sekretaris Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Surabaya.
Sebelumnya, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, penularan Covid-19 amat cepat karena varian Omicron. Varian ini memang berdaya penularan luar biasa, termasuk kepada anak. Kasus penularan kepada anak usia sekolah (usia 5 tahun-17 tahun) menyumbang 18 persen dari total kasus penularan.
Mengutip laman Lawancovid-19.surabaya.go.id, pada Jumat ada penambahan 2.130 kasus. Kasus aktif atau jumlah pasien yang ditangani di isolasi terpusat atau isolasi mandiri sebanyak 5.478 orang.
Kepala Dinas Kesehatan Surabaya Nanik Sukristina mengatakan, anak terkena Covid-19 hampir selalu tertular dari anggota keluarga. Artinya, penularan terhadap anak-anak terjadi dalam kluster keluarga. Anak-anak yang harus menjalani isolasi terpusat di fasilitas yang telah disediakan, misalnya Hotel Asrama Haji di Sukolilo, dapat menjalani bersama dengan orangtua atau anggota keluarga yang juga terjangkit.
Menurut Nanik, jika menjalani isolasi mandiri, warga tidak bisa serumah dengan anggota keluarga yang negatif. Sepatutnya, mereka yang terjangkit menjalani isolasi di fasilitas terpusat atau bisa ke sejumlah penginapan, tetapi dengan biaya sendiri. Pasien yang menjalani isolasi mandiri harus selalu dalam pengawasan tim kesehatan dari puskesmas terdekat.