Pengelolaan Blok Masela Diharapkan Mengatasi Kemiskinan Sistemik di Maluku
Operasional Blok Masela diharapkan mengungkit pembangunan di Maluku sehingga masyarakat miskin di daerah itu dapat terangkat dan menjadi sejahtera.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Kekayaan sumber daya alam di Maluku belum semuanya mengubah kehidupan ekonomi masyarakat setempat. Kondisi itu diperparah lagi dengan kebijakan anggaran pemerintah pusat yang dianggap tidak memihak wilayah kepulauan. Rencana eksploitasi gas Blok Masela yang berada di Maluku diharapkan dapat membawa warga setempat keluar dari jurang kemiskinan.
Pandangan demikian disampaikan Direktur Archipelago Solidarity Foundation Engelina Pattiasina lewat sambungan telepon kepada Kompas, Kamis (17/2/2022). Engelina merupakan tokoh Maluku yang sering menyuarakan kepentingan masyarakat Maluku di level nasional, bahkan dunia.
Menurut dia, kekayaan rempah di Maluku yang mengubah peta peradaban dunia secara drastis sejak abad ke-16 tak juga membawa Maluku ke arah kesejahteraan. Pada era itu, hasil alam Maluku digunakan kaum kolonial untuk membangun kota-kota di Eropa. Setelah era itu berakhir, harga rempah anjlok. Kini, keberpihakan pada petani rempah minim.
Setelah era rempah berakhir, perairan di Maluku dieksploitasi secara berlebihan. Salah satunya kerja sama penangkapan tuna dengan Jepang di Laut Banda pada era 1970-an. Maluku merupakan daerah dengan potensi ikan tertinggi secara nasional, yakni sekitar 30 persen. Hasil laut dibawa ke luar daerah. Terbukti, sebagian besar nelayan atau masyarakat pesisir hidup di bawah garis kemiskinan.
Selain itu, kebijakan anggaran juga dianggap tidak berpihak pada daerah kepulauan. Pasalnya, alokasi anggaran dari pusat hanya berdasarkan luas wilayah darat dan jumlah penduduk. Luas wilayah darat Maluku hanya 7 persen dari total luas wilayah, sedangkan jumlah penduduk sekitar 1,8 juta jiwa.
Kini, kemiskinan di Maluku masih tinggi. Menurut data Badan Pusat Statistik, pada September 2021, jumlah penduduk miskin di Maluku 294.970 jiwa atau setara dengan 16,30 persen dari jumlah penduduk. Maluku menduduki urutan keempat provinsi termiskin di Indonesia. ”Ini, kan, sangat ironis,” ujar Engelina.
Ia mengatakan, rencana eksploitasi gas Blok Masela di Kabupaten Kepulauan Tanimbar diharapkan dapat mengungkit perekonomian masyarakat setempat. Ia meyakini hal itu karena skema pengelolaan sudah diputuskan akan dilakukan di darat. Industri ikutan akan tumbuh di sana. ”Ini diharapkan dikelola dengan baik sehingga memberikan manfaat bagi masyarakat,” ucapnya.
Yanti Semangun (38), warga Saumlaki, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, berharap porsi untuk masyarakat lokal dibicarakan terlebih dahulu dan dibuat dalam sebuah regulasi sebagai pengikatnya. ”Jangan sampai nasib kami nanti seperti orang Papua. Punya tambang emas, tapi masyarakatnya hidup melarat,” katanya.
Lapangan Abadi Blok Masela ditemukan pada 1998 dengan cadangan gas terbukti 18,5 triliun kaki kubik (TFC). Direncanakan berproduksi tahun 2027, Blok Masela bakal menghasilkan gas alam cair 9,5 juta ton per tahun dan gas alam 150 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD).
Blok Masela dikelola Inpex Corporation asal Jepang dengan modal 19,8 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 267 triliun. Total penerimaan kotor dari Blok Masela akan mencapai 118,4 miliar dollar AS atau hampir Rp 1.600 triliun selama beroperasi (Kompas, 21/2/2020).
Dalam siaran pers yang diterima Kompas, beberapa waktu lalu, Gubernur Maluku Murad Ismail telah membentuk Perusahaan Daerah Maluku Energi untuk mengelola hak partisipasi sebesar 10 persen dari keuntungan operasional. ”Blok Masela ini harus dikelola secara baik untuk kemajuan Maluku,” kata Murad.