Peningkatan Ruas Jalan di Manggarai Barat Merusak Puluhan Hektar Lahan Warga
Pembangunan peningkatan ruas jalan Labuan Bajo-Tana Mori sepanjang 32 kilometer menuai masalah. Puluhan hektar lahan warga, rumah penduduk, dan tanaman perkebunan ikut tergusur.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·5 menit baca
LABUAN BAJO, KOMPAS - Puluhan hektar sawah warga di sepanjang ruas jalan Labuan Bajo-Tana Mori, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur, digeser alat berat dan terancam gagal panen. Warga meminta ganti rugi kepada pemerintah atas kerusakan lahan sawah dan rumah tinggal yang terdampak. Pembangunan jalan ini untuk membuka keterisolasian desa-desa di sekitar Labuan Bajo.
Ketua Komisi Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan (JPIC) SVD Provinsial Ruteng Simon Suban Tukan SVD, dihubungi di Labuan Bajo, Rabu (16/2/2022), mengatakan, sesuai dengan hasil pantauan sukarelawan JPIC Manggarai wilayah kerja Manggarai Barat, telah terjadi penggusuran paksa lahan pertanian warga dan sekitar lima rumah warga digusur tuntas. Tindakan penggusuran ini tidak ada ganti rugi sama sekali terhadap para petani dan warga.
Dikatakan, paling tidak sekitar 20 hektar lahan pertanian yang berada di sepanjang jalan yang dibangun tergusur. Padahal, saat ini padi di sawah sedang bunting dan secara mendadak digusur alat berat sampai 5 meter dari ruas jalan utama.
Selain itu, ada sekitar 32 rumah terdampak, lima unit di antaranya digusur tuntas. Bahkan, dari lima rumah ini, dua kepala keluarga benar-benar tidak punya tanah dan rumah lagi. ”Kebanyakan mereka itu petani miskin,” kata Tukan.
Sukarelawan JPIC SVD wilayah kerja Manggarai Barat, Dony Parera, mengatakan, sejumlah petanisedih dan menjerit dalam diam ketika menyaksikan lahan mereka digusur alat berat. Pekerja tidak peduli atas keprihatinan dan kepedihan hati petani karena mereka bekerja atas petunjuk dari kontraktor jalan.
Penggusuran di sepanjang jalan 32 km pembangunan jalan tol yang menghubungkan Labuan Bajo-Tana Mori. Penggusuran lahan dan rumah warga dimulai dari Dusun Gorontalo, Tampong, Nanga Na’e,Desa (persiapan) Golo Tangkar, dan terus berlanjut sampai Tana Mori.
Lahan tergusur
Lahan warga yang digusur sekitar 5 meter ke sisi kiri dan kanan dari titik ruas jalan utama. Bukan hanya sawah, perkebunan jagung, umbi-umbian, dan kacang-kacangan bahkan rumah warga di sepanjang jalan itu ikut tergusur.
Ia mengatakan, ekskavator itu menggaruk setiap tanaman yang berada di sepanjang jalan, yang hendak ditingkatkan kualitasnya. Tanaman umur panjang seperti mangga, pisang, dan kemiri yang masuk dalam target pelebaran jalan pun digusur tanpa ada ganti rugi.
Kebanyakan mereka itu petani miskin. (Simon Suban Tukan)
Pembangunan jalan itu membelah lahan sawah, di saat sawah sedang berbulir. Penggusuran lahan seluas 20 hektar itu menggunakan alat berat. Itu sudah jelas terancam gagal panen. Tetapi, para pekerja juga membendung air dan mengalihkan jalur air mengikuti jalur jalan itu agar tidak melewati ruas jalan yang sedang dibangun.
Tindakan membendung air ini juga berpotensi gagal panen bagi sekitar 25 hektar lahan sawah di sisi utara akibat genangan air melimpah, akar padi membusuk. Sementara 22 hektar lahan sawah di sisi selatan, yang airnya dibendung, juga bakal terancam gagal panen karena kekeringan.
Welem (34), pemilik lahan seluas 25 hektar di sisi utara pembangunan ruas jalan itu, mengaku sedih menyaksikan penggusuran itu. Dengan susah payah ia menyiapkan lahan itu selama empat bulan dan berharap bakal bisa memanen tahun ini.
”Hanya satu kali tanam dalam setahun. Kalau ini gagal panen, kami makan apa. Air kelebihan pun tidak bisa dimanfatkan untuk menanam jenis tanaman apa pun di areal itu,” ujarnya.
”Pengelola proyek juga menggusur tanaman ke sisi kiri-kanan jalan masing-masing seluas 5 meter,” kata Welem.
Ayah tiga anak dan seorang ibu ini meminta kepedulian pemerintah agar memberikan ganti rugi atas pembangunan itu. Ia mengakui ada kunjungan perwakilan Pemkab Manggarai Barat yang menemui para petani sebelum dilakukan pembangunan jalanl tersebut. Tetapi, saat itu petani tetap meminta ada ganti rugi jika ada lahan warga atau tanaman yang ikut tergusur.
Pemerintah mendorong petani menanam demi swasembada pangan, tetapi pemerintah pula ikut merusak tanaman yang sudah diperjuangkan dengan susah payah oleh petani.
”Apalagi kami ini petani miskin. Kami hidup dari hasil jerih payah kami, hidup dari lahan warisan dan keringat sendiri. Mengapa hasil usaha ini dirusak begitu saja,” katanya.
Peningkatan ruas jalan
Camat Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Yohanes Rinaldo Gampur mengatakan, tidak ada pembangunan jalan tol antara Labuan Bajo-Tana Mori, tetapi yang ada adalah peningkatan ruas jalan. Jalan itu sebelumnya berupa jalan tanah, yang sulit dilalui kendaraan sehingga semua kendaraan dari dan ke Labuan Bajo sangat sulit lewat.
Pembangunan dilakukan pemerintah pusat, sejauh 32 km dan lebar 32 meter. Jalan itu didesain lebih mewakili Labuan Bajo sebagai wisata super premium. Jalan ditata dengan lampu jalan, taman jalan, trotoar, dan fasilitas lain. ”Yang lebih tahu teknisnya itu orang pusat,” kata Gampur.
Ia mengatakan, wilayah sepanjang Labuan Bajo sampai Tana Mori itu masuk kawasan terisolasi. Sampai sekarang layanan telepon dan internet ke wilayah itu seperti Golo Mori, Tana Mori, dan seterusnya masih sulit. Pembangunan ruas jalan untuk membuka keterisolasian itu, dampak dari Labuan Bajo bisa dengan cepat menjalar ke sana, wilayah itu masuk kecamatan Komodo.
Ia mengakui, sampai hari ini istilah ganti rugi belum ada. ”Kalau ada pun mungkin berlaku bagi tanah warga yang bersertifikat. Tetapi, kami belum arah ke sana. Mungkin kami rekonsiliasi dengan warga,” katanya.
Menurut Kepala Dinas Bina Marga, Bina Kontruksi, dan Perhubungan Manggarai Barat Yosep Suhandi, sebelum pembangunan itu dijalankan, sudah ada sosialisasi dari pemda Manggarai Barat, Camat Komodo, dan kepala desa, jalan yang dilalui proyek pembangunan jalan.
Inti sosialisasi tersebut bahwa tidak ada dana ganti rugi karena peningkatan pembangunan jalan itu untuk kepentingan umum dan demi masa depan anak cucu masyarakat di sepanjang jalan yang dilalui.
”Kebetulan saya baru ditempatkan di dinas ini. Tetapi, teman-teman di instansi ini yang ikut sosialisasi waktu itu menjelaskan seperti itu. Saat pembangunan pun masyarakat diam saja, tak ada yang protes,” ujarnya.
Pembangunan jalan memang digarap oleh pemerintah pusat. Pekerjaan harus dikebut untuk pelaksanaan pertemuan G-20 tahuh ini, yang diselenggarakan di Bali, NTB, dan NTT sesuai Perpres Nomor 116 Tahun 2021.