G-20 Didorong Libatkan Perempuan Pulihkan Ekonomi lewat UMKM
Keterlibatan perempuan dalam UMKM diyakini dapat mempercepat pemulihan ekonomi negara-negara G-20. Akibat pandemi, perempuan dinilai menanggung dampak lebih parah ketimbang kaum laki-laki.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
KRISTIAN OKA PRASETYADI
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Oke Nurwan (kedua dari kanan) berpose bersama salah satu perajin perhiasan dari sisik ikan serta kriya ecoprint, Tjahyani (kedua dari kiri), dalam pameran produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Manado Town Square, Manado, Sulawesi Utara, Rabu (22/9/2021). Pameran yang diikuti 39 UMKM itu diharapkan dapat mendorong konsumsi produk-produk lokal.
MANADO, KOMPAS — Keterlibatan perempuan dalam usaha mikro, kecil, dan menengah diyakini dapat mempercepat pemulihan ekonomi negara-negara G-20 selama pandemi Covid-19. Pemerintah di negara-negara tersebut didorong mengambil kebijakan yang memperhatikan dimensi jender dan berpihak kepada perempuan.
Dalam siaran pers, Rabu (16/2/2022), Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey, yang menjadi tuan rumah pergelaran dialog kebijakan Women 20 (W-20) di Likupang, Minahasa Utara, mengatakan, kesetaraan jender hanya dapat dicapai dengan upaya sistematis, terencana, dan berkesinambungan dalam pembangunan. Diperlukan kebijakan yang tepat untuk mempromosikannya.
”Setiap negara punya komitmen sama dalam memperjuangkan kesetaraan jender. Kita bisa menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan dengan mendukung usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang dimiliki serta dikelola perempuan. Kita juga perlu bekerja sama memberdayakan perempuan di perdesaan,” ujar Olly.
Pemprov Sulut telah menyatakan komitmen untuk melibatkan lebih banyak perempuan dalam perekonomian melalui beberapa program. Yang terbaru adalah kredit usaha rakyat (KUR) dari Bank Sulut Gorontalo (BSG) dengan nama produk Kredit Bohusami Perempuan Hebat.
KOMPAS/ANGGER PUTRANTO
Zaenab (kiri) dibantu tetangganya, Kosiah, membuat godhong atau wadah ikan dari anyaman bambu di Dusun Krajan, Desa Kebaman, Kecamatan Srono, Banyuwangi, Selasa (9/10/2018). Dengan modal bambu seharga Rp 15.000, mereka mampu membuat 1.000 buah godhong hingga dihargai Rp 120.000.
Produk tersebut menyasar para perempuan di kota ataupun desa yang ingin bergerak di berbagai bidang usaha, dari pertanian hingga perdagangan, agar dapat turut menopang kesejahteraan keluarga. Para perempuan dapat mengambil kredit usaha mikro hingga Rp 50 juta dan kredit usaha dengan plafon Rp 500 juta.
Perempuan, lanjut Olly, memiliki hak dan kebebasan yang sama dengan laki-laki dalam membuat pilihan hidup. Untuk itu, diperlukan kebijakan-kebijakan yang dapat membuka ruang lebih luas bagi perempuan dalam kehidupan. ”Perempuan adalah mitra sejajar laki-laki dalam konteks apa pun,” katanya.
Kita bisa menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan dengan mendukung usaha mikro, kecil, dan menengah yang dimiliki serta dikelola perempuan. (Olly Dondokambey)
Kebijakan ini makin mendesak di tengah gempuran pandemi Covid-19. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengatakan, pandemi menimbulkan dampak yang lebih buruk terhadap perempuan ketimbang laki-laki.
Berdasarkan data UN Women dan Oxfam pada 2021, perempuan secara global kehilangan pendapatan sebesar 800 miliar dollar AS. Setidaknya 29 persen perempuan di usia produktif kehilangan pekerjaan. Proporsi ini lebih tinggi daripada laki-laki, yaitu 20 persen. Perempuan juga mengerjakan lebih banyak tugas rumah tangga, seperti menjaga anak, ketimbang laki-laki.
KRISTIAN OKA PRASETYADI
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Oke Nurwan berfoto bersama seorang perajin tas dalam pameran produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Manado Town Square, Manado, Sulawesi Utara, Rabu (22/9/2021). Pameran yang diikuti 39 UMKM itu diharapkan dapat mendorong konsumsi produk-produk lokal.
Pada saat yang sama, perempuan yang memiliki usaha juga terdampak lebih parah. Bintang menjadikan Indonesia sebagai contoh. Pemasukan sekitar 66 persen dari 64,2 juta UMKM di Tanah Air sedang menurun drastis. Perempuan pengusaha pun diduga lebih banyak terdampak mengingat 50 persen dari jumlah UMKM adalah perempuan.
”W-20 harus bekerja sama dengan bermacam kelompok yang mengadvoksasi kepentingan perempuan sehingga dapat mengintervensi kebijakan negara-negara G-20. Para perempuan harus dilibatkan dalam proses pembuatan kebijakan G-20 sehingga isu-isu yang berkaitan dengan perempuan selalu diperhatikan,” kata Bintang.
Jamshed Kazi, perwakilan UN Women Indonesia and ASEAN Liaison, mengatakan, digitalisasi dan literasi digital sangat penting untuk menambah peran perempuan dalam perekonomian. Saat ini masih ada ketimpangan akses informasi digital antara laki-laki dan perempuan.
”Di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah, kemungkinan bagi perempuan untuk memiliki telepon genggam 8 persen lebih rendah ketimbang laki-laki. Artinya, kira-kira ada 165 juta perempuan yang tidak memiliki telepon genggam,” katanya.
KRISTIAN OKA PRASETYADI
Tina Bilfagi (43) mengaduk nanas giling untuk dijadikan selai di dapur industri kecil miliknya di Desa Lobong, Passi Barat, Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, Jumat (6/5/2021). Selama Ramadhan 2021, ia telah menjual lebih kurang 6.000 kotak selai dengan berat masing-masing 500 gram.
Padahal, layanan perbankan saat ini bisa diakses melalui ponsel. Menurut Kazi, secara global ada sekitar 1 miliar perempuan dari total 1,7 miliar manusia di bumi yang tidak memiliki rekening bank dan tidak pernah mengakses layanan bank.
”Teknologi adalah sarana yang hebat untuk membuat perempuan lebih aktif secara ekonomi. W-20 harus bisa mendorong G-20 untuk segera mengambil tindakan sehingga kesenjangan ekonomi antara laki-laki dan perempuan dapat ditekan 25 persen pada 2025. Ini yang kita butuhkan untuk pulih bersama secara setara,” tuturnya.
Berdasarkan data Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), di negara-negara G-20 telah diterbitkan sekitar 630 kebijakan untuk menangani dampak pandemi Covid-19. Namun, hanya 38 persen di antaranya yang memperhatikan isu jender (gender sensitive).
Sementara itu, Kepala Divisi Jaringan, Kerja Sama, dan Jender Pusat Pembangunan OECD Bathylle Missika mengemukakan, terdapat kebijakan yang memperhatikan kepentingan perempuan di bidang keuangan dan wirausaha, seperti penyuntikan modal. Ada pula skema penundaan pajak untuk para ibu.
Namun, Missika juga mendorong program-program literasi keuangan bagi perempuan. ”Banyak perempuan yang tidak menamatkan pendidikan tingkat lanjut. Kalau mereka terlibat pemulihan ekonomi, pendidikan keuangan sangat penting. Pemerintah juga harus memfasilitasi akses kredit, sementara laki-laki berinisiatif mengambil alih sebagian tugas domestik di rumah,” katanya.