Selewengkan Dana Covid-19, Dua ASN Minahasa Utara dan Seorang Pengusaha Terancam Hukuman Mati
Dua aparatur sipil negara di lingkungan Pemkab Minahasa Utara serta seorang pengusaha diancam hukuman mati karena terlibat korupsi dana penanganan Covid-19 pada 2020. Mantan bupati diduga juga terlibat.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Dua aparatur sipil negara atau ASN di lingkungan Pemerintah Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara, serta seorang pengusaha diancam hukuman mati karena terlibat korupsi dana penanganan Covid-19 pada 2020. Mantan bupati saat itu, Vonnie Anneke Panambunan, yang sedang diproses hukum dalam kasus korupsi lain, diduga juga terlibat.
Dua ASN tersebut adalah JNM alias Johana, bekas Kepala Dinas Ketahanan Pangan Minahasa Utara serta MMO alias Marten, bekas Kepala Bagian Umum Sekretariat Daerah Minahasa Utara. Keduanya ditahan di Markas Kepolisian Daerah Sulut beserta SE alias Sutrisno, Direktur CV Dewi.
Dalam konferensi pers, Selasa (15/2/2022), Kepala Bidang Humas Polda Sulut Komisaris Besar Jules Abraham Abast mengatakan, keduanya diduga mencuri uang negara sebesar Rp 61,21 miliar. Dana itu adalah bagian dari hasil realokasi (refocusing) APBD 2020 kabupaten untuk menangani Covid-19.
Saat itu, Pemkab Minahasa Utara mengalihkan anggaran sebesar Rp 62,75 miliar dari beberapa organisasi perangkat daerah (OPD) ke Dinas Ketahanan Pangan untuk menyiapkan jaring pengaman sosial berupa bahan pangan. Sekretariat Daerah pun menerima dana refocusing sebesar Rp 4,987 miliar sehingga total menjadi Rp 67,737 miliar.
Pemkab Minahasa Utara kemudian menunjuk CV Dewi untuk mengadakan bahan pangan berupa beras, minyak goreng, dan ikan kaleng. Namun, sebagian besar dana tersebut, tepatnya Rp 61,21 miliar, yang ditarik oleh CV Dewi justru tak pernah dibelanjakan untuk menyediakan bahan pangan.
”SE bekerja sama dengan JNM. Setelah dana dicairkan (ditarik) dari rekening Bank Sulut Gorontalo, uang itu diserahkan kepada JNM untuk disimpan di dalam mobil Honda HRV miliknya. Tersangka SE mendapatkan
fee
(imbalan) dari setiap tahapan pencairan dana,” kata Jules.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sulut Komisaris Besar Nasriadi menambahkan, uang tersebut disimpan dalam karung-karung. Sebagai gantinya, Johana dan Marten menyalurkan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) kepada Pemkab Minut untuk dibelanjakan bahan pangan.
”Nyatanya, yang dipakai (dari dana realokasi) hanya Rp 6 miliar, kemudian ditambah dana CSR sehingga seolah-olah tidak ada penyelewengan. Ini miris karena dana Rp 61,21 miliar ini bisa dipakai untuk pengembangan ekonomi masyarakat yang terdampak pandemi, tetapi akhirnya diapakai untuk kepentingan pribadi,” ujar Nasriadi.
Polda Sulut akan menyelidiki kasus ini lebih jauh. Nasriadi mengatakan, ketiga tersangka tidak mungkin bekerja sendiri. Sebab, korupsi adalah kejahatan yang terorganisiasi. ”Mereka ini ASN, bahkan kepala dinas, yang punya atasan. Auktor intelektualnya, kami duga, bupati yang menjabat saat itu,” kata dia.
Vonnie Anneke Panambunan, bupati Minahasa Utara 2016-2021, kini menjadi tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Manado karena kasus korupsi pemecah ombak yang menimbulkan kerugian negara Rp 4,2 miliar. Nasriadi mengatakan, ia akan ditersangkakan lagi jika ada barang bukti yang memenuhi syarat.
Dari penyidikan kasus ini, Polda Sulut menyita barang bukti berupa dokumen pengadaan barang, bukti pencairan anggaran, serta bukti penyaluran bahan pangan ke masyarakat se-Minahasa Utara. Mobil Honda HRV milik Johana juga disita, begitu pula sebidang tanah kosong di Kecamatan Airmadidi seluas 15.708 meter persegi yang bersertifikat hak milik atas nama Johana. Nilainya diperkirakan Rp 25 miliar.
Ada pasal pemberatan karena perbuatan ini dilakukan semasa bencana non-alam.
Ketiga tersangka diduga melanggar Pasal 2 atau 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No 21/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
”Tersangka diancam pidana mati. Ada pasal pemberatan karena perbuatan ini dilakukan semasa bencana non-alam,” kata Jules. Johana, Marten, dan Sutrisno juga dapat diancam penjara seumur hidup atau 4 sampai 20 tahun dengan denda paling sedikit Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar.
Kejahatan ketiga tersangka itu dilakukan di tahun yang sama dengan perhelatan Pilkada 2020. Saat itu, Vonnie ikut mencalonkan diri dalam perebutan kursi gubernur Sulut, didampingi calon wakilnya, Hendry Runtuwene. Dana realokasi Covid-19 yang dikorupsi pun diduga dijadikan anggaran kampanye.
Vonnie sendiri pernah terlibat korupsi dalam proyek studi kelayakan Bandara Loa Kulu, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, pada 2008. Karena itu, ia mendekam di penjara selama satu tahun enam bulan.
Modus melibatkan ASN untuk korupsi umum dilakukan, sebagaimana dalam kasus bekas Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Manalip, yang baru saja dijatuhi hukuman empat tahun penjara akibat menerima gratifikasi dari berbagai proyek fisik melalui ASN yang dipimpinnya.
Menurut Pengajar Ilmu Politik Universitas Sam Ratulangi, Ferry Daud Liando, ASN dapat terlibat korupsi karena empat faktor. Pertama, tekanan untuk setia dan menuruti segala perintah kepala daerah selaku atasannya. Kedua, ASN kerap merasa takut kehilangan jabatan sehingga menghalalkan segala cara, termasuk menuruti keinginan atasan untuk korupsi.
Ketiga, perintah itu bisa menimbulkan keinginan ASN untuk memperkaya diri dengan menerima imbalan atas jasa menyelewengkan uang. Keempat, pola pengawasan tidak berjalan dengan baik. ”Inspektorat itu bagian dari pemerintah dan dipimpin oleh kepala daerah, jadi tidak mungkin dia mengawasi dengan baik. Pengawasan DPR juga lemah,” kata Ferry.