Hilang Setelah Perahu Bocor, Nelayan Indramayu Ditemukan Tewas
Setelah pencarian empat hari, Apandi (38), nelayan Desa Sukahaji, Kecamatan Patrol, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, ditemukan tewas di perairan Indramayu. Meski selalu menerima ramalan cuaca, nelayan terpaksa melaut.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·2 menit baca
INDRAMAYU, KOMPAS — Apandi (38), nelayan asal Desa Sukahaji, Kecamatan Patrol, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, ditemukan tewas di perairan Eretan, Minggu (13/2/2022). Korban sebelumnya tenggelam akibat lambung perahunya bocor saat melaut, Kamis lalu.
Korban ditemukan pada Minggu pukul 10.40, sekitar 8 mil atau 10 kilometer dari Tempat Pelelangan Ikan Eretan. ”Tim menemukan korban dalam kondisi meninggal dunia. Selanjutnya, korban dibawa ke RS Bhayangkara,” kata Kepala Kantor SAR Bandung Deden Ridwansah dalam keterangannya.
Sebelumnya, pihaknya menerima laporan tenggelamnya Kapal Motor Luragung di perairan Eretan, Indramayu, pada Kamis. Kapal ukuran 4 gros ton itu bertolak dari Muara Bugel pukul 08.00 menuju Kalimener. Namun, lambung kiri kapal bocor meski telah ditambal oleh nelayan.
Akibat kejadian itu, tiga nelayan terjatuh. Dua nelayan di antaranya, yakni Juanda (55) dan Juwanto (49), berhasil mengapung dan diselamatkan oleh KM Langkah Pasti 07 milik nelayan lain sekitar pukul 09.30. Adapun Apandi terpisah dari rekannya dan dinyatakan hilang.
Kantor SAR Bandung, Ditpolairud Polda Jabar, Polres Indramayu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Indramayu, serta nelayan berupaya mencari korban. Mereka menyisir Eretan hingga Tanjung Indramayu sekitar 120 mil lautserta ke timur, sejauh 87,2 mil laut.
Setelah empat hari pencarian, Apandi akhirnya ditemukan tak bernyawa. Kasus nelayan yang tewas saat melaut di Indramayu bukan kali ini saja. Pada April 2021, misalnya, KM Barokah Jaya berisi 32 nelayan bertabrakan dengan kapal Habco Pioneer di perairan Indramayu.
Akibatnya, 13 nelayan hilang, 4 orang meninggal, dan 15 lainnya selamat. Sebagian besar korban merupakan anak-anak. Selain minim alat keselamatan, seperti pelampung, korban juga umumnya tidak memiliki asuransi nelayan.
Di tengah keterbatasan itu, nelayan juga kerap kali harus berhadapan dengan cuaaca buruk. ”Masalahnya, waktu mau melaut, cuacanya tidak terlalu buruk. Hanya saja, pas di laut, kemungkinan cuaca mendadak buruk,” ujar Rasgianto, Ketua KUD Misaya Mina Eretan Wetan.
Rasgianto mengakui, nelayan acap kali menerima prediksi cuaca dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Namun, nelayan tetap melaut. ”Problemnya, masyarakat nelayan harus bergulat dengan lautan untuk mencukupi kebutuhan hariannya,” katanya.
Pihaknya berharap pemerintah daerah meningkatkan keselamatan nelayan melalui asuransi dan fasilitas lain. Apalagi, Eretan termasuk sentra perikanan di Indramayu. Tahun 2020 lalu, produksi ikan di daerah itu lebih dari 1 juta kilogram dengan nilai Rp 18,2 miliar.