”Travel Bubble” Belum Berdampak, Salah Satu Hotel Tertua di Batam Tutup
Hotel Harmoni, salah satu hotel tertua di Batam, Kepulauan Riau, gulung tikar setelah 30 tahun beroperasi. Upaya pemerintah membangkitkan sektor pariwisata lewat ”travel bubble” belum memberi dampak yang diharapkan.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Hotel Harmoni, salah satu hotel tertua di Batam, Kepulauan Riau, menutup operasi mulai minggu depan. Upaya pemerintah membangkitkan pariwisata di Batam dan Bintan melalui skema travel bubble atau gelembung perjalanan wisata dinilai masih bertepuk sebelah tangan.
Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Batam Muhammad Mansyur, Sabtu (12/2/2022), mengatakan, Hotel Harmoni adalah korban terbaru lesunya sektor pariwisata di Kepri. Ia mencatat, setidaknya ada enam hotel di Batam yang gulung tikar karena terimbas pandemi Covid-19.
”Hotel Harmoni sudah beroperasi sejak awal 1990-an, salah satu yang tertua di Batam. Banyak orang sedih melihat hotel bintang empat itu tutup, tetapi itu adalah pilihan terbaik. Enggak mungkin juga pemilik harus terus bersabar menahan rugi,” kata Mansyur.
Pada Jumat (11/2/2022) malam, Gubernur Kepri Ansar Ahmad mengunjungi Hotel Harmoni untuk memastikan nasib 130 karyawan. Ia juga meminta pemilik hotel untuk menunda penghentian operasi hingga satu bulan ke depan sembari mencari investor baru.
Namun, pemilik Hotel Harmoni, Antonius, mengatakan, penghentian operasi hotel itu tidak bisa ditunda lagi. Penyebabnya, jumlah tamu di Hotel Harmoni terus menurun sehingga pemasukan tidak bisa menutup biaya operasi.
”Kami memiliki tiga hotel, yakni Harmoni, Harmoni One, dan Harmoni Suite. Karena kondisi semakin sulit, kami terpaksa harus mengorbankan satu di antaranya. Dengan berbagai pertimbangan, Hotel Harmoni inilah yang akhirnya kami putuskan untuk tidak beroperasi lagi,” ujar Antonius.
Ia menambahkan, sebanyak 130 karyawan Hotel Harmoni akan diberi pesangon sebesar sembilan kali gaji. Sebagian karyawan juga diberi opsi untuk dirumahkan sembari menunggu dipindahkan ke Hotel Harmoni cabang lain.
Menanggapi hal itu, Ansar menyatakan sedih ada 130 orang yang akan kehilangan pekerjaan. Dalam waktu dekat, ia akan menyusun langkah-langkah antisipasi untuk mencegah penutupan hotel berbintang lainnya.
”Ada beberapa usulan yang akan saya sampaikan ke pemerintah pusat, salah satunya agar pemerintah pusat memberi kemudahan bagi turis Singapura. Kemudahan itu juga harus berlaku bagi para ekspatriat yang tinggal di Singapura,” kata Ansar.
Pada 24 Januari lalu, Indonesia dan Singapura telah menyepakati skema gelembung perjalanan wisata. Skema itu bertujuan memisahkan wisatawan mancanegara dengan masyarakat umum. Interaksi wisatawan mancanegara akan dibatasi hanya kepada orang dalam satu gelembung yang sama.
Dalam hal ini, Indonesia dan Singapura menyepakati dua gelembung sebagai uji coba. Pertama adalah gelembung wisata di kawasan resor Lagoi, Bintan. Adapun gelembung yang kedua adalah kawasan resor Nongsa, Batam.
Pemerintah Singapura belum menyesuaikan peraturan karantina mereka dengan skema travel bubble yang telah disepakati dengan Indonesia. (Muhammad Mansur)
Namun, lebih dari dua minggu setelah kesepakatan travel bubble dibuat, belum ada satu pun turis dari Singapura yang datang ke Kepri. Mansur menilai, skema travel bubble masih bertepuk sebelah tangan. Pemerintah Singapura belum menyesuaikan peraturan karantina mereka dengan skema travel bubble yang telah disepakati dengan Indonesia. Setidaknya ada tiga hal yang masih menjadi kendala.
Kendala pertama, turis Singapura yang baru pulang dari liburan Kepri tetap diwajibkan karantina selama tujuh hari. Akibatnya, turis jadi enggan datang ke Lagoi atau Nongsa karena rata-rata mereka hanya menginap selama tiga hari, tetapi diharuskan karantina selama tujuh hari saat pulang.
Adapun soal yang kedua adalah untuk saat ini skema gelembung perjalanan wisata hanya berlaku bagi warga negara Singapura. Padahal, sebelum pandemi, turis yang datang ke Kepri tak sedikit yang berstatus sebagai ekspatriat. Mereka adalah warga negara asing yang tinggal untuk bekerja di Singapura.
Yang terakhir, biaya tes PCR yang harus dikeluarkan turis untuk melakukan tes PCR di Singapura masih tinggi, yakni sekitar Rp 1,25 juta. Jika mereka berlibur ke Kepri, setidaknya mereka harus menyiapkan biaya tes PCR hingga empat kali.