Mencoba Romantika Tunjungan Romansa
Surabaya tak lepas dari Tunjungan, lokasi ikonik yang lekat dengan kisah-kisah klasik Kota Pahlawan. Di tengah situasi pandemi Covid-19, kawasan Tunjungan tetap hidup dengan romansanya.

Jalan Tunjungan di malam hari, Surabaya, Kamis (31/1/2019). Bangunan tua serta lampu hias yang menjadi ciri khas jalan tersebut menjadi daya tarik bagi wistawan juga warga sebagai tempat berfoto.
Rek ayo rek mlaku mlaku nang Tunjungan (sobat ayo sobat jalan-jalan ke Tunjungan) … rame rame bebarengan (ramai-ramai bersama) … ngalor ngidul liwat toko ngumbah moto (mondar-mandir utara selatan lewat toko cuci mata) … masio mung senggal senggol ati lego (meski cuma bersenggolan hati lega).
Penggalan lagu ”Rek Ayo Rek” karya Alphonsius Is Haryanto itu menggambarkan bahwa Tunjungan adalah jantung Surabaya. Gambaran itu berlaku hingga kini walaupun kini masih berada masa pandemi Covid-19.
Sejak peluncuran Tunjungan Romansa, 21 November 2021, ketika gelombang kedua Covid-19 mereda, setiap malam terutama di akhir pekan dihadirkan hiburan musik, pantomim, komunitas lukis, dan gerobak penganan khas dari pengelola usaha mikro kecil menengah (UMKM).
Betapa menyenangkan datang selepas pukul 18.00 WIB untuk kemudian menikmati suasana Jalan Tunjungan dan berfoto. Sejam kemudian atau mulai pukul 19.00 WIB hiburan musik menggema di lima lokasi prasarana sepanjang cuma 800 meter itu.

Warga mendengarkan hiburan musik saat mengunjungi Tunjungan Romansa di Jalan Tunjungan, Kota Surabaya, Rabu (24/11/2021). Tunjungan Romansa diresmikan pada Minggu (21/11/2021) merespons pandemi Covid-19 yang melandai kala itu.
Dalam suatu kesempatan, lagu-lagu dari kelompok Pop Jazzy menemani pejalan kaki saat melintas di trotoar depan Edison, toko elektronik di Tunjungan. Seusai belanja sepatu dan sandal di Bata, sebelah Edison, beberapa pejalan kaki menikmati dan turut bernyanyi lagu-lagu dari Pop Jazzy itu. Mereka tidak malu untuk sedikit menari dan tertawa sehingga mengundang senyum sebagian pengunjung lain.
Di sela menghibur kurun pukul 19.00-22.00, Pop Jazzy berulang-ulang mengucapkan terima kasih kepada pengunjung yang berbaik hati menaruh sekeping atau selembar uang ribuan pada kotak biola.
Warga Surabaya juga tak keberatan mengantre sesuai protokol kesehatan untuk mencicipi jajanan dawet, puding, ote-ote, atau penganan khas lainnya. Kehadiran kedai yang diisi para pengusaha mikro, kecil, dan menengah itu memang menarik pengunjung dan itu membawa rezeki bagi pedagang.
Baca Juga: Surabaya Kota Kampung yang Terus Menjaga Cirinya

Penjual makanan dengan sepedanya menyeberang jalan saat Tunjungan Romansa di Jalan Tunjungan, Kota Surabaya, Rabu (24/11/2021).
Menurut Uus, pemilik De’nil Pudding, pada hari biasa omzet senilai Rp 500.000. Namun, saat akhir pekan, omzet bisa tembus Rp 5 juta atau sepuluh kali lipat dari berjualan kurun pukul 15.00-21.30. ”Jika dirata-rata, omzet mingguan Rp 10 juta dan selalu ramai di akhir pekan. Bahkan, kalau sedang ramai, dagangan belum buka, pembeli sudah antre,” katanya.
Senada diutarakan oleh Mila, pengelola Pecel Semanggi. Di Tunjungan Romansa, berjualan kurun pukul 16.00-21.30, ternyata beromzet berkali-lipat daripada berjualan di tempat lain. ”Memang kehadiran pembeli di Tunjungan Romansa membuat omzet saya naik drastis tembus jutaan rupiah dari sebelumnya tidak pernah sebanyak itu,” katanya.
Peningkatan omzet setelah diadakan Tunjungan Romansa juga dialami oleh pengelola kedai, restoran, dan toko di Jalan Tunjungan. Bahkan, dampak positif juga dirasakan oleh pengelola UMKM di Kampung Ketandan yang berbatasan dengan Jalan Tunjungan.
Menurut Diah Arfianti, pemilik Diah Cookies di Jalan Ketandan, Tunjungan Romansa membawa efek besar bagi pemasaran produk yang selama ini melalui media sosial. ”Konsumen menjadi paham bahwa lokasi usaha kami berada di dekat Jalan Tunjungan (Kampung Ketandan) sehingga turut mengangkat nama dan pemasaran produk,” ujarnya, Senin (7/2/2022).
Baca Juga: Bus dan Kereta Jembatani Surabaya-Malang

Gerobak penjual makanan saat Tunjungan Romansa di Jalan Tunjungan, Kota Surabaya, Rabu (24/11/2021).
Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga serta Pariwisata Surabaya Wiwiek Widayati, mengatakan dalam sebulan digelarnya Tunjungan Romansa atau kurun 21 November-22 Desember 2021, sebanyak 18 UMKM melaporkan capaian transaksi Rp 275,325 juta. Sebanyak 18 UMKM itu berada dalam binaan Pemerintah Kota Surabaya dan berizin untuk bergantian setiap dua pekan berjualan di Tunjungan Romansa. ”Omzet mereka terdongkrak karena kunjungan yang membuat transaksi ekonomi meningkat,” katanya.
Wiwiek memperkirakan, pengunjung Jalan Tunjungan, terutama selepas pukul 18.00 sampai pukul 22.00, pada hari biasa menyentuh 3.000 orang. Di akhir pekan, pengunjung bisa 6.000-7.000 orang. Walaupun sebagian pengunjung mungkin menahan diri tidak berbelanja tetapi sudah pasti mereka mengeluarkan uang untuk parkir kendaraan, ongkos naik angkutan umum ke lokasi, dan atau sekadar jajan untuk mengatasi lapar dan haus. ”Cukup terasa ada perputaran ekonomi,” ujarnya.
Dampak Covid-19
Namun, tiga pekan terakhir, situasi Covid-19 memburuk di Surabaya. Peningkatan kasus harian ketika peluncuran Tunjungan Romansa sampai pertengahan Januari 2022 masih di bawah 10 kasus. Kini dalam sehari penambahan bisa menembus 1.200 kasus terkait varian Omicron yang amat menular. Penularan yang meluas coba dihentikan dengan pembatasan sosial salah satunya peniadaan sementara hiburan seni budaya sejak 1 Februari 2022.

Masyarakat mengenakan masker untuk mencegah penularan Covid-19 di sejumlah daerah di Indonesia.
Menurut Ony S dari Kelompok Pengamen Jalanan, situasi pandemi yang memburuk menjadi pukulan bagi pegiat seni budaya untuk Tunjungan Romansa. Rezeki yang sempat hadir dari menghibur pengunjung Jalan Tunjungan sementara dialihkan ke jalan-jalan demi menyambung hidup. ”Kami berharap situasi pandemi bisa segera membaik sehingga kembali dibolehkan mencari rezeki di Tunjungan Romansa,” katanya.
Program Tunjungan Romansa akan tetap dikembangkan agar lestari dan benar-benar mampu mengembalikan kejayaan Jalan Tunjungan seperti masa silam
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, terpaksa menempuh pembatasan karena situasi pandemi yang memburuk. Saat ini, Surabaya berada di level 2 pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) sehingga seluruh aspek kegiatan sosial dan ekonomi termasuk di Jalan Tunjungan sementara terkena pengetatan.
”Program Tunjungan Romansa akan tetap dikembangkan agar lestari dan benar-benar mampu mengembalikan kejayaan Jalan Tunjungan seperti masa silam,” ujar Eri.
Jalan Tunjungan pantas menjadi bagian dari memori kolektif dan kebanggaan warga karena turut mengiringi perjalanan kehidupan berbangsa. Di Jalan Tunjungan terdapat Hotel Majapahit (dahulu Hotel Yamato), tempat peristiwa perobekan bendera Belanda yang turut memicu sekaligus salah satu medan Pertempuran Surabaya November 1945.
Baca Juga: Jalan Berliku Reaktivasi Trem Surabaya-Malang

Suasana peringatan Insiden Hotel Yamato atau perobekan bendera Belanda, Rabu (19/9/2018), di Hotel Majapahit (dahulu Hotel Yamato), Jalan Tunjungan, Surabaya, Jawa Timur.
Eri melanjutkan, di Jalan Tunjungan ada 12 obyek wisata berstatus bangunan cagar budaya. Narasi atau cerita bisa dinikmati dan menjadi inspirasi bagi pengunjung yang tertarik mengetahuinya sambil menikmati suasana.
Pemerhati budaya Surabaya, Irmina Maria Silas berpendapat Jalan Tunjungan menjadi bagian dari ”urat” kawasan Kota Tua Surabaya dari Kalimas (Tanjung Perak), Jembatan Merah, Tugu Pahlawan, Tunjungan, Gubernur Suryo, Balai Pemuda (Alun-Alun Surabaya). Balai Pemuda masih menjadi pusat kegiatan seni budaya warga Surabaya yang berada segaris dengan Tunjungan.
”Jika ingin ditingkatkan hubungan dalam seni budaya dan kesejarahan, perbanyak ruang publik dan aktivitas dari Jalan Tunjungan sampai Balai Pemuda untuk pemajuan kebudayaan,” kata perempuan yang akrab disapa Ina Silas itu.
Sejumlah bangunan tua dan masuk kategori cagar budaya, tetapi belum dimanfaatkan, lanjut Ina Silas, bisa dioptimalkan oleh Pemerintah Kota Surabaya untuk dijadikan museum atau ruang publik bagi kegiatan kebudayaan.
Seperti kutipan lagu Rek Ayo Rek karya Alphonsius Is Haryanto, Tunjungan masih tetap menjadi daya tarik kota, tetapi di tengah pandemi, kawasan itu akan hidup menyesuaikan situasi yang ada.