Mengolah Limbah Batubara Menjadi Rumah Hunian Modern
PLTU Paiton menghasilkan limbah debu batubara 110.000 ton per tahun atau 350-400 ton per hari. Dengan volume sebesar itu, pengelolaan limbah menjadi tantangan signifikan agar bermanfaat bagi masyarakat.
Pembangkit Listrik Tenaga Uap Paiton menghasilkan limbah debu hasil pembakaran batubara sebesar 110.000 ton per tahun atau 350-400 ton per hari. Namun, kurang dari 30 persen yang bisa dikelola, 70 persen masih ditimbun. Pengelolaan limbah menjadi tantangan signifikan agar bermanfaat bagi masyarakat dan bernilai ekonomi tinggi.
Sebuah rumah sederhana dengan tampilan desain modern berdiri kokoh di tengah deretan permukiman warga Desa Binor, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Jumat (4/2/2022). Bangunan berdimensi 6 meter x 9 meter ini tampil beda karena seluruh dindingnya dibangun dari susunan bata interlock dengan model mirip bata merah.
Dinding tersebut tidak dilapisi semen dan juga tidak dicat, tetapi hanya dipoles dengan cairan khusus atau dipernis seperti pada proses memulas kayu agar teksturnya lebih menonjol. Pemulasan dengan pernis itu membuat dinding bata interlock terlihat lebih klasik dan artistik.
Untuk membangun rumah seluas 54 meter persegi tersebut diperlukan lebih kurang 7.200 bata. Berbeda dengan bata pada umumnya yang berbahan pasir, bata pada bangunan ini diproduksi dari bahan limbah pembakaran batubara yang dihasilkan oleh PLTU Paiton.
Baca juga: Beton Berongga dari Limbah Abu Batubara
Ada dua jenis limbah, yakni fly ash atau debu halus dan bottom ash atau debu kasar. Fly ash dan bottom ash ini biasanya disebut FABA. Adapun total FABA yang dibutuhkan untuk membangun satu rumah tersebut mencapai 40 ton.
Penggunaannya terbesar untuk pengurukan lahan dan pemadatan yang menghabiskan 8 ton. Selain itu, FABA dipakai dalam proses pembuatan bata interlock, bata paving, dan beton sloof. Dengan asumsi PLTU Paiton menghasilkan 350-400 ton FABA setiap hari, maka limbah tersebut berpotensi digunakan untuk membangun sekitar 10 rumah.
Meski berbahan limbah batubara, rumah ini cukup nyaman dihuni oleh keluarga muda karena memiliki dua kamar tidur, sebuah dapur, ruang tamu, dan satu kamar mandi. Fasilitas penunjang, seperti teras depan, teras belakang, dan garasi, kendaraan bisa ditambahkan asalkan masih ada lebihan tanah.
Supervisor Lingkungan PT Pembangkitan Jawa Bali Unit Bisnis Jasa Operation dan Maintenance (UBJOM) Paiton, Abdul Aziz, mengatakan, pembangunan rumah contoh yang diinisiasi oleh PLN Persero dan PT PJB ini menjadi bagian dari upaya mengedukasi masyarakat tentang pemanfaatan debu hasil pembakaran batubara.
Pembangunan rumah ini diklaim lebih hemat dari segi biaya sebesar 30 persen dibandingkan menggunakan material bata merah. Penghematan biaya itu antar alain berasal dari rendahnya penggunaan semen. Hal itu karena kandungan unsur dalam FABA mirip dengan kandungan unsur pada semen. Apabila rumah dengan material konvensional memerlukan 10 zak semen dengan material FABA cukup 7 zak semen.
Baca juga: Kajian Limbah Abu Batubara Libatkan Ahli
”Selain itu, hemat dari segi pengerjaan proses pembangunan rumah karena waktu yang diperlukan lebih singkat dibandingkan membangun rumah dengan material konvensional. Meski demikian, upaya mengedukasi masyarakat ini bukan perkara mudah karena sebelumnya limbah batubara dianggap sebagai limbah berbahaya,” ujar Abdul Aziz.
Selain dijadikan dinding rumah, FABA juga diolah menjadi bata untuk paving yang bisa dimanfaatkan untuk pembangunan fasilitas umum, seperti jalan perumahan dan material untuk menguruk jalan. Proses pengolahan bata paving berbahan limbah ini sama persis dengan proses pengolahan bata berbahan pasir. Perbedaan terdapat pada komposisi bahan campurannya.
Tidak hanya itu, baru-baru ini, FABA dimanfaatkan membantu masyarakat di Kabupaten Lumajang yang terdampak bencana erupsi Gunung Semeru. Tepatnya warga di Desa Sumbermujur, Kecamatan Candipuro, yang menjadi salah satu lokasi pengungsian bagi penyintas bencana. Banyak jalan desa rusak karena tingginya lalu lintas kendaraan pengangkut material bangunan.
Melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR), Paiton membantu pengecoran jalan dengan kelas K250 di Desa Sumbermujur sepanjang 150 meter. Pekerjaan perbaikan itu menyerap FABA sebanyak 100 ton. Adapun komposisi material yang digunakan adalah debu halus 21 persen, debu kasar 40 persen, semen 10 persen, pasir 14 persen, dan kerikil 13 persen.
Di desa ini, Pemerintah Kabupaten Lumajang tengah membangun hunian sementara (huntara). Setelah itu, pemda juga akan membangun hunian tetap untuk korban bencana yang kehilangan tempat tinggal. Telah disiapkan lahan untuk relokasi seluas 80 hektar yang akan ditempati 2.000 bangunan rumah korban Semeru.
General Manager PT PJB Unit Pembangkitan Paiton Agus Prasetyo Utomo mengatakan, Paiton 1 dan Paiton 2 merupakan salah satu pembangkit listrik di Indonesia yang menghasilkan daya sebesar 2 x 400 megawatt. Listrik yang diproduksi ini digunakan untuk menyuplai sistem kelistrikan Jawa-Bali dengan konstribusi 3,3 persen dan 8 persen pada regional Jatim.
Untuk memproduksi listrik, Paiton menggunakan bahan bakar bauran batubara dan biomassa. Proses pembakaran batubara inilah yang menghasilkan limbah berupa debu halus dan debu kasar dengan total volume mencapai 110 ton per tahun atau sekitar 400 ton setiap harinya.
”Pengelolaan FABA ini menjadi tantangan karena kondisinya yang masih melimpah. Selama ini diserap oleh pabrik semen sebagai bahan campuran bahan baku produksi, tetapi jumlahnya belum signifikan,” kata Agus.
Sebelumnya, FABA masuk dalam kategori limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) yang memiliki kandungan zat yang bersifat racun sehingga bisa membahayakan manusia, hewan, dan tumbuhan. Namun, pada Februari 2021, pemerintah pusat resmi mengeluarkan FABA hasil pembakaran batubara pada PLTU dari daftar limbah B3.
Rencana ke depan menggandeng pelaku UMKM produsen bata paving. Selain itu, juga diwacanakan bekerja sama dengan BUMDes.
Penghapusan ini dilakukan lewat Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Meski demikian, FABA wajib dikelola agar bermanfaat bagi masyarakat bahkan bernilai ekonomi tinggi.
Seiring dikeluarkannya peraturan tersebut, Paiton terus berupaya mengelola FABA yang dihasilkan. Contohnya memanfaatkannya untuk pembuatan bata paving dan bata interlock. Namun, upaya tersebut saat ini masih terkendala investasi karena alatnya cukup mahal.
”Rencana ke depan menggandeng pelaku UMKM produsen bata paving. Selain itu, juga diwacanakan bekerja sama dengan BUMDes (badan usaha milik desa),” ujar Agus.
Meski telah berupaya keras mengelola FABA, hasilnya belum optimal. Baru sekitar 30 persen yang bisa diserap, sementara 70 persen limbah batubara ini masih ditimbun di landfill sehingga semakin lama kian menggunung. Jika kondisi itu dibiarkan, akan menjadi ancaman tersendiri.
Oleh karena itulah, Paiton membuka peluang kerja sama dengan masyarakat secara luas dalam upaya pemanfaatan FABA. Mereka bisa mengajukan proposal untuk pengambilan barang. Penelitian juga terus dikembangkan bekerja sama dengan perguruan tinggi, untuk memperluas pemanfaatan FABA. Salah satunya penelitian FABA sebagai bahan campuran media tanam pada tanaman kaliandra.
Bauran biomassa
Tanaman kaliandra dipilih karena Paiton memiliki kepentingan tersendiri. Saat ini perusahaan tengah mengembangkan 20.000 pohon kaliandra yang ditanam di lahan kosong di sekitar PLTU Paiton. Sebelumnya, penanaman kaliandra dilakukan di sekitar kawasan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Malang.
Tanaman kaliandra menjadi salah satu sumber bahan baku biomassa berupa serbuk kayu. PLTU Paiton 1 dan Paiton 2 sejak 10 Juni 2020 menerapkan kebijakan bauran energi atau co-firing, yakni proses penambahan biomassa sebagai bahan bakar pengganti secara parsial ke dalam boiler batubara.
Melalui metode direct co-firing, biomassa dan batubara dicampur di coal yard menggunakan alat berat, masuk ke jalur conveyor menuju coal feeder. Selanjutnya campuran batubara dan biomassa ini dibakar bersama-sama tanpa menambah biaya atau membangun pembangkit energi baru terbarukan biomassa baru.
Pelaksana Harian General Manager Unit Pembangkitan Paiton 1-2 Anggoro Hadi Novianto mengatakan, pihaknya terus berupaya meningkatkan rasio bauran energi dengan target mencapai 100 persen pada tahun 2035. Saat implementasi pertama, Juni 2020, rasio biomassa hanya 0,41 persen dari total bahan bakar yang digunakan.
”Saat ini rasionya sudah mendekati target bauran sebesar 5 persen atau sekitar 4,4 persen dari total kapasitas input pembangkit sebesar 275.000 ton. Kami akan terus mendorong hingga mendekati 20 persen,” ujar Anggoro.
Dia mengatakan, selama ini bahan serbuk kayu diperoleh dari pengepul di wilayah Probolinggo, Bondowoso, Jember, dan Lumajang. Upaya mencari sumber baru serbuk kayu terus dilakukan salah satunya dengan menciptakan rantai pasok sendiri dengan menanam kaliandra.
Upaya peningkatan bauran bahan bakar PLTU Paiton ini dilakukan demi mendukung isu strategis global yang termaktub dalam Perjanjian Paris atau Paris Agreement, serta mendukung transformasi PLN pada pilar hijau. Dengan tercapaianya bauran energi biomassa ini, juga otomatis tidak ada lagi limbah FABA yang harus dikelola.
Baca juga: Drama Larangan Ekspor Batubara