Abai Hal Kecil Berdampak Besar pada Penularan Covid-19
Turun naik kasus Covid-19 membuat beragam sendi kehidupan tidak menentu. Sikap abai dari sebagian orang ikut memicu kondisi ini terjadi dan merugikan orang lain di sekitarnya.
Hingga dua tahun pandemi, Suwandi (45), warga Kota Bandung, masih dibuat kesal dengan ulah sebagian tetangganya. Masih banyak yang enggan memakai masker hingga nekat berkerumun.
Adanya warga meninggal akibat Covid-19 varian Delta tak kunjung menjadi pelajaran. Bahkan saat varian Omicron menulari banyak orang di sekitarnya, orang-orang itu masih saja tidak peduli. ”Ternyata, jauh lebih sulit mengingatkan tetangga sendiri dibandingkan orang yang tidak kita kenal,” katanya, Selasa (8/2/2022).
Akan tetapi, itu tidak sepenuhnya benar. Ny Hana (43), warga Bandung lainnya, pernah mengalami saat menegur orang tidak dikenal di salah satu pusat perbelanjaan di pusat Kota Bandung. Ia meminta lelaki itu memakai masker secara benar.
Lelaki paruh baya yang ditegurnya itu memakai masker di dagu dan tengah merokok di dekat Hana. Namun, teguran itu tidak ampuh. Bukannya malu dan memakai masker, lelaki itu tetap asyik melanjutkan merokok. ”Kalau pakai masker suka sesak. Harganya juga mahal,” kata Hana menirukan orang itu.
Ia tak habis pikir. ”Dia itu merokok tapi alasannya sesak kalau pakai masker. Lagi pula, harga sebungkus rokok itu kira-kira setengah bungkus masker isi 30 biji. Cukup untuk dipakai sebulan,” katanya.
Baca juga: Kota Bandung Tetapkan Status PPKM Level 3
Kesadaran memakai masker, salah satu unsur dasar pencegahan penularan Covid-19, memang masih menjadi catatan di ibu kota Jabar ini. Hingga kini, masih saja mudah menemukan orang tanpa masker atau tidak menggunakannya dengan bahan dan cara yang benar.
Kondisi ini jelas memprihatinkan. Alasannya, Bandung kini kembali tidak baik-baik saja. Data Pemerintah Kota Bandung menyebutkan, kasus baru Covid-19 terus bertambah.
Hingga Selasa, kasusnya menjadi 2.420 orang atau naik 507 dibandingkan sehari sebelumnya. Senin (7/2/2022), kasusnya tercatat 1.913 atau bertambah 111 orang. Status pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) naik dari level 2 menjadi level 3 sejak Senin sore.
Pelaksana tugas Wali Kota Bandung Yana Mulyana mengatakan, razia masker akan menjadi salah satu prioritas dalam PPKM level 3. Namun, belum ada sanksi bagi warga tanpa masker. Mereka hanya akan ditegur dan diberi masker gratis oleh petugas. ”Potensi kerumunan juga diwaspadai. Kerumunan akan dibubarkan,” katanya.
Terkait kerumunan, Yana jelas tidak mau kecolongan lagi pasca-kerumunan di Mal Festival Citylink pada 1 Febuari 2022. Saat itu, kerumunan terlihat melihat pertunjukan barongsai di dalam mal dengan sirkulasi udara tidak ideal. Setelah viral dan memicu kecaman banyak pihak, sanksi dijatuhkan Pemkot Bandung.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandung Rasdian Setiadi menegaskan, Mal Festival Citylink melanggar Pasal 20 Ayat 2 Peraturan Wali Kota Bandung No 5 Tahun 2022 tentang PPKM Level 2. Selain denda Rp 500.000, mal ditutup pada 4-6 Februari. Menilik denda yang ringan, pembahasan tentang peningkatan jumlah denda bakal dikaji kembali.
Manajer Marketing Komunikasi Mal Festival Citylink Deni Setiawan mengatakan, pihaknya akan menjalankan protokol kesehatan secara ketat. Ia meminta maaf sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang terdampak. ”Peristiwa ini akan menjadi pembelajaran bagi kami,” ujar Deni.
Deni menambahkan, komitmen pengelola adalah berusaha ikut mendorong pemulihan ekonomi di Kota Bandung. ”Kami mengelola lebih dari 300 gerai, termasuk ratusan usaha kecil dengan total lebih dari 4.200 karyawan,” katanya.
Selepas kasus ini, Bandung menjadi sorotan. Gubernur Jabar Ridwan Kamil meminta Bandung lebih giat mencegah pelanggaran protokol kesehatan saat PPKM level 3. Selain memantau penggunaan aplikasi PeduliLindungi, Bandung diminta melakukan tes Covid-19 acak di hotel, kafe, dan restoran. Hal ini guna mengantisipasi penularan Covid-19 dari wisatawan luar kota.
”Diduga derasnya wisatawan memengaruhi tingginya kasus positif,” ucap gubernur yang kerap disapa Emil ini. Selain Bandung Raya, kawasan aglomerasi Bogor-Depok-Bekasi dan Kota Cirebon ditetapkan PPKM level 3.
Perkara memakai masker hingga mencegah kerumunan bisa jadi sepele di antara banyak rencana besar pemerintah menekan penularan Covid-19. Tidak seperti awal pandemi, harga masker lebih terjangkau. Harga sebungkus masker medis tiga lapis berisi 30 biji, misalnya, dibanderol Rp 30.000-Rp 40.000. Menjauhi kerumunan bahkan bisa dilakukan tanpa biaya.
Akan tetapi, apabila hal-hal sederhana ini diabaikan, dampaknya bakal besar dan mahal. Sebelumnya, Ketua Perkumpulan Ahli Ekonomi Kesehatan Indonesia Hasbullah Thabrany mengatakan, beban negara untuk biaya kesehatan dan pasien semakin besar di masa pandemi Covid-19.
”Dari kajian di sembilan provinsi, rata-rata biaya klaim perawatan pasien Covid-19 sebesar Rp 184 juta, dengan rentang biaya Rp 2,4 juta-Rp 446 juta,” katanya. Kerugiannya bisa lebih besar bila menghitung kerugian akibat tidak bisa bekerja selama dirawat atau bahkan muncul kematian (Kompas.id, 16/11/2020),
Dampaknya juga tidak sederhana pemerintah daerah harus ikut menanggungnya. Tahun lalu, Jabar merealokasi anggaran Rp 140 miliar untuk kebutuhan isolasi mandiri saat Delta memuncak. Dana itu diambil dari program pembangunan infrastruktur, seperti pembangunan pusat kebudayaan, destinasi wisata, alun-alun, dan peningkatan jalan di berbagai daerah.
Jumlah itu dipastikan bakal terus mengerogoti keuangan negara apabila semua pihak terus abai. Apabila terus membiarkan penularan Covid-19, ujungnya jelas sangat berbahaya.
Disiplin tentukan ekonomi
Kini, ancaman sudah di depan mata. Saat Delta mereda, giliran Omicron menggila. Dampak kesakitan akibat Omicron bisa jadi lebih ringan. Namun, penularannya tetap saja menghentikan beragam aktivitas yang rentan berdampak pada ekonomi dan psikologis manusia.
Sembari tersenyum, Okri Riyana (30) menunjukkan meme pria menepuk jidat dengan tulisan ”Long Weekend tapi Ga Bisa Long Trip, Pusing Kepala Barbie”. Potret itu menggambarkan perasaan Okri yang kembali gagal liburan akibat pembatasan mobilitas warga saat pandemi Covid-19.
Rencana warga Kota Cirebon, Jabar, itu ke Yogyakarta pekan ini batal. Pemerintah pusat menerapkan PPKM level 3 di Jabodetabek, Bandung Raya, Yogyakarta, dan Bali sekitar sepekan mulai Selasa-Senin (8-14/2/2022).
Baca juga: Ridwan Kamil: Kepala Daerah di Jabar Harus Proaktif Cegah Penularan Covid-19
Kebijakan itu antara lain membatasi kunjungan di destinasi wisata maksimal 25 persen dari kapasitas hingga menaati prokes. Sektor non-esensial dapat beroperasi dengan pembatasan hanya 25 persen pekerja di kantor dan telah divaksin.
Supermarket, pasar tradisional, dan toko kelontong yang menjual kebutuhan harian juga hanya boleh beroperasi maksimal pukul 21.00 dengan kapasitas 60 persen pengunjung. Warung makan hingga restoran diizinkan buka paling lambat 21.00 dengan kapasitas 60 persen konsumen.
Sebenarnya, Okri dan keluarga bisa tetap berlibur. Namun, tempat yang mereka tuju dibatasi waktu operasional dan jumlah pengunjungnya. ”Enggak mau aja waktu liburan terganggu dengan peraturan dan enggak mau pulang-pulang bawa virus (korona baru),” ucapnya.
Meski telah divaksin dosis kedua, karyawan swasta ini punya bayi berusia sembilan bulan yang daya tahan tubuhnya tidak sekuat orang dewasa. Sebagai penyintas Covid-19, Okri paham terpapar virus korona baru tidak nyaman. Apalagi, ia sempat isolasi, terpisah dengan keluarga.
”Makanya, liburan direncanakan ulang, Selasa (15/2). Semoga PPKM level 3 sudah selesai,” ungkap Okri yang terakhir kali ke Yogyakarta pada 2012 lalu.
Awalnya, ia mencanangkan liburan sekaligus bulan madu setelah menikah, Februari 2020. Akan tetapi, virus yang tak kasatmata itu ditemukan di Indonesia awal Maret. Memasuki 2021, ia kembali ingin berwisata. Namun, pertengahan tahun lalu, Covid-19 mengganas.
”Sampai akhir 2021, enggak jadi liburan. Padahal, sudah nabung dari Januari,” ucapnya. Hingga kini, ia dan keluarga belum pelesiran. Selain sudah disiapkan jauh-jauh hari, liburan baginya penting untuk menjaga semangat kerja. Katanya, liburan seperti healing (penyembuhan). Liburan juga potensial mendongkrak ekonomi warga di daerah tujuan.
Okri hanya potret kecil warga yang mengorbankan angannya liburan di tengah lonjakan kasus Covid-19. Tentu tidak sedikit pula yang menunda mudik karena pandemi. Namun, masih ada juga yang bersikeras pelesiran meski berisiko tertular atau menularkan Covid-19.
Dalam unggahannya di Instagram, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno menunjukkan cerita seorang warganet yang tetap berwisata di Batu dan Malang, Jawa Timur. Padahal, yang bersangkutan dinyatakan positif berdasarkan tes Covid-19.
”Sudah tahu positif seharusnya melakukan isolasi mandiri (jika tanpa gejala berat). Bukan malah bepergian ke tempat-tempat wisata. Tindakan seperti ini yang justru akan mencoreng sektor pariwisata kita dan memperlambat penanganan pandemi,” tulis Sandi.
Bagi Okri, orang-orang yang tetap memaksa liburan meski terkonfirmasi positif Covid-19 adalah egois. ”Ini yang namanya badeg (bandel), tidak memikirkan keselamatan dirinya dan orang lain. Terus, bagaimana pengawasan untuk orang yang positif?” ungkapnya.
Baca juga: Covid-19 Melonjak di Cirebon, Ratusan Tempat Tidur Isolasi Disiapkan
Pengabaian pemerintah atau masyarakat terhadap protokol kesehatan bakal memperpanjang dampak pandemi. Celakanya, masyarakat kecil adalah yang paling terimbas pandemi. Orderan pegemudi ojek daring, misalnya, dipastikan turun saat PPKM level 3.
Penumpangnya, seperti siswa dan pekerja kantoran, berpotensi berkurang karena pembatasan mobilitas. Pembelajaran tatap muka (PTM) bakal dibatasi bahkan beralih menjadi pembelajaran jarak jauh. Jumlah pekerja di perkantoran juga harus sesuai kuota.
”Waktu PTM, pendapatan kita (pengemudi) meningkat menjadi Rp 200.000-Rp 300.000 per hari. Kalau PPKM level 3 itu, dapat Rp 80.000-Rp 100.000 sudah istimewa,” kata Ketua Keluarga Besar Online Cirebon Cirebon Raya Iswanto (41).
Ia juga memperkirakan orderan konsumen akan anjlok yang sebelumnya lebih dari 15 pesanan menjadi hanya 5 pesanan setiap hari. ”Tetapi, (PPKM level 3) ini bukan kali pertama. Kami tidak hanya mengantar orang, tetapi juga barang. Semoga kondisi ekonomi kembali pulih,” katanya.
Sekretaris Daerah Kota Cirebon Agus Mulyadi mengatakan, lonjakan kasus Covid-19 dan keterbatasan pelacakan kontak erat membuat status Cirebon naik dari PPKM level 1 menjadi level 3. Selasa, ada 154 kasus positif Covid-19 aktif atau bertambah 26 kasus dalam sehari.
Tidak hanya dalam komunitas, Covid-19 juga menyebar di sejumlah sekolah. ”Besok kita akan mengambil langkah. Baik untuk PTM maupun kegiatan sosialisasi dan edukasi prokes. Kami akan turun ke lapangan kembali mengingatkan masyarakat dan membagi masker,” katanya.
Pekan lalu, Wali Kota Cirebon Nashrudin Azis bersama jajarannya berkeliling Pasar Kanoman dan Pasar Pagi. Mengenakan pengeras suara, Azis meminta warga mengenakan masker dan menjaga jarak. Hal serupa juga pernah dilakukan ketika kasus melonjak pada 2021.
”Rumah sakit juga sudah siap. Baik jumlah kamar untuk merawat pasien Covid-19 yang bergejala maupun aspek pembiayaannya. Tapi, kami berharap peningkatan (kasus) itu tidak terjadi,” ujarnya. Pihaknya menyiapkan hampir Rp 80 miliar untuk penanganan Covid-19.
Tanpa komitmen dan konsistensi pemerintah serta masyarakat dalam melawan Covid-19, pengorbanan warga yang menunda liburan hingga anggaran puluhan miliar rupiah hanya akan sia-sia. Yuk, jadi orang jangan egois.
Baca juga: Jakarta dan Bandung Hadapi Lonjakan Pasien Covid-19